You are on page 1of 41

IMMOBILIZATION

Oleh :
OSHIN

Preceptor :
dr. H. Satryo Waspodo., Sp.RM

BAGIAN REHABILITASI MEDIK


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
2010
Immobility And Immobilization
Immobility
Keadaan yang tidak dapat digerakkan

Immobilization
 Keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur, tidak
bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada
alat/organ tubuh (impairment) yang bersifat fisik atau mental
 Tidak bergerak / tirah baring yang terus menerus selama 5 hari
atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis
 Proses memperbaiki sendi atau tulang dengan menggunakan splint,
cast, brace untuk mencegah area yang mengalami injuri dari
pergerakan
Etiologi
 Gangguan sendi dan tulang
 Penyakit reumatik
 Penyakit syaraf (Stroke dan Parkinson)
 Penyakit jantung dan respiratori
 Gangguan penglihatan
Faktor resiko imobilisasi
 Pasien dengan penyakit kronis
 Usia
 Disability
Pemeriksaan fisik
 Menilai skeletal tubuh
 Menilai tulang belakang
 Menilai sistem persendian
 Menilai sistem otot
 Menilai cara berjalan
 Menilai kulit dan sirkulasi perifer
 Menilai fungsional pasien
Penilaian
a. KATZ index

b. Barthel index
- Mengendalikan rangsang pembuangan BAB
- Mengendalikan rangsang pembuangan BAK
- Membersihkan diri
- Penggunaan Jamban (masuk dan keluar)
- Makan
- Merubah sikap dari berbaring dan duduk
- Berpindah atau berjalan
- Memakai pakaian
- Naik turun tangga
- Mandi
3 EFEK UTAMA IMOBILISASI
Muscle atrophy &Weakness

Joint contracture

Immobilisasi osteoporosis
Efek imobilisasi
SISTEM EFEK

Musculoskeletal Kontraktur Immobilisasi


Muscle weakness Osteoporosis
Atrophy Degenerative joint disease
Cardiovascular Cardiovascular deconditioning Thromboembolic phenomena
Postural hypotension
Respiratory Ventilatory dysfunction Hypostatic pneumonia
Upper respiratory infections
Genitourinary Batu, infeksi, statis saluran kemih

Gastrointestinal Konstipasi, hilang nafsu makan, berat badan menurun

Metabolic Androgen, growth hormone, parathyroid, insulin, electrolyte, protein, and carbohydrate
metabolism changes
Cognitive & Confusion & disorientasi Penurunan intelektual
behavioral Anxietas & depresi gangguan koordinasi

Skin Pressure sore


Inactivity, immobility, and prolonged bed rest
influence total body functioning Kondisi
penyakit
penurunan
Total body
muscular
deconditioning
activity

Penurunan
Penurunan
fungsi
fungsi
cardiovascular
musculoskeletal
& sistem lain

inactivity
Muskuloskeletal effect
 Posisi berbaring  aktivitas otot minimal krn penurunan dr
force gravitasi & hipokinesia
 Immobilisasi
 Muscle loss strenght 10-15% / minggu = 1-3%/hari
 50% dalam 3-5minggu.
 Bila dilihat secara histologis dengan mikroskop elektron
degerasi jaringan serat akan terlihat setelah 6 minggu.
 Otot yang pertama mengalami atrofi dan menjadi lemah
(setelah 4-6 minggu): ekstremitas bawah dan batang tubuh.
Prevention and treatment
 Melakukan stretching untuk menjaga fungsi normal otot
 3 x sehari selama 30 menit
 Kontraktur  beberapa bulan  not full recovery
immobilisasi

GI, nutritional problems


-Kehilangan nafsu makan
- konstipasi

Hypoproteinemia
Joint contracture
 Kontraktur adalah hilangnya passive / aktive ROM secara
keseluruhan karena keterbatasan sendi, otot dan jaringan
lunak.
 Berbagai kondisi terbatasnya gerakan sendi:
 Joint pain
 Paralisis
 Fibrosis Jaringan Kapsular / periaurikular
 Kerusakan otot
3 faktor dasar yang berperan dalam berkembangnya
kontraktur

Limb position

Immobilization
of unaffected
parts

Duration of
immobilization
Klasifikasi
Tipe kontraktur
kontraktur secarapenyebab
anatomi
arthrogenic Kerusakan kartilago
Joint incongruent (congenital)
Inflamasi, trauma
penyakit degeneratif sendi, infeksi
Immobilisasi
Synovial proliferasi (inflamasi)
Capsular fibrosis (trauma, imm)
Soft & dense tissue Jaringan periaurikular (trauma, inflamasi,
imobilisasi)
Kulit, subkutan ( trauma, luka bakar, infeksi)
Tendon dan ligamen ( fibrosis, radang)
Myogenic intrinsic Trauma, inflamasi, degenerasi, iskemik (dm)

extrinsic Spastis (stroke), flaccid paralisis (muscle


imbalanc, mekanik (tidur, duduk)
Mixed combine
Prinsip pencegahan dan pengobatan
kontraktur
Pencegahan
- Proper positioning in bed, resting splints
- ROM exercise (aktive / pasive)
- Early mobilitation and ambulation
- CPM (continues passive motion)
Treatment
- Passive ROM exercise with terminal stretch
- Prolong stretch using low passive tension and heat
- Progresive (dinamic) splinting, casting
- Treatment of spasticity : farmacologic, motor point or nerve block using phenol
injection of botulinum toxin A.
- Surgical intervention : tendon lengthening, osteotomy, joint replacement
- Pain management
Efek Imobilisasi pada Perkembangan
Degenerative Joint Disease
 Perubahan sendi secara degeneratif yang diakibatkan oleh
imobilisasi yang lama.
 Keterbatasan dari ROM dapat akibat dari proses patologi
pada sendi itu sendiri, perubahan pada kartilago dan cairan
sinovial akan mempengaruhi terhadap kesakitan dan
keterbatasan.
 Penciutan kapsul & imobilisasi sendi yang terfiksasi
mengakibatkan compresi yang terus menerus pada lokasi
kontak antar kartilago, sehingga terjadilah degenerasi.
Ditandai dengan penurunan kandungan air pada kartilago,
penurunan hialuronate, dan kondroitin sulfat serta hilangnya
hexamine dari jaringan periartikular.
Immobilisasi mengakibatkan
osteopenia dan hipercalcemia
 40% pasien immobilisasi mengalami penurunan densitas
tulang
 Sering terjadi pada anank-anak dan dewasa muda
 Gejala biasanya muncul setelah 4 minggu setelah onset
bedrest. Gejala antara lain: anorexia, abdominal pain, nausea,
& vomit, konstipasi, kejang dan dapat menyebabkan koma
 Osteopenia menyebabkan kehilangan kalsium dan hidroksi
prolin dari cancellous bone dari epifisial dan metaphisis dari
tulang panjang
Efek terhadap Sistem Kardiovaskular
 Efek immobilisasi meliputi: peningkatan tonus simpatikus
(status adrenergik), peningkatan denyut jantung, penurunan
efisiensi jantung.
 Mengakibatkan pusing atau pingsan bila mencoba untuk
berdiri.Kesulitan dalam mencapai posisi tegak mengganggu
aktivitas fungsional.
 Salah satu resikonya flebotrombosis dan infark miocard akut.
managemen
Obat
 Antikoagulan: heparin, wasfarin.
 Antitrombosis: aspirin, ticlopidin, dipiridamol, sulfin pirazon.
 Trombolitik: streptokinase, urokinase, anistreplase.
Fisioterapi
 Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi kerja jantung yang optimal dan menyingkirkan
adanya gangguan kerja jantung yang normal.
 Melatih terutama otot ekstremitas.
Larangan
 Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol.
 Hindari stress.
 Bekerja terlalu berat
 Hindari Kelelahan
Saran yang harus dikerjakan
 Plantar / dorso fleksi
 Aktivitas.
 Berdiri .
Efek terhadap Sistem Respiratorius
 Sekret susah keluar
 Sesak nafas
Managemen
Obat
 Bronkodilator: teofilin, agonis B2, prednisone, atropine, kromolin.
 Mukolitik: bromheksin, ambroksol, asetil sistein.
 Ekspektorat: aluminium klorida, gliseril gualakolat, kalium yodida.
 Kortikosteroid.
Fisioterapi
 Latihan pernafasan (mengambil nafas dalam – dalam).
 Pembalikan tubuh berulang, perangsangan batuk, pernafasan dalam, Spirometri insentif, dan pernafasan
bertekanan positif yang sinambung dengan masker adalah cara mempertahankan ekspansi paru-paru atau
kapasitas residual fungsional.
 Tracheostomi dilakukan bila pasien tak mungkin dilepaskan dari ventilator.
 Perkusi dilakukan dengan tujuan melepaskan sekret di dinding saluran napas.
Larangan
 Hindari ruangan berasap (polusi udara).
 Hindari merokok.
 Hindari alkohol.
Saran yang harus dikerjakan
 Gunakan pakaian yang longgar.
 Sediakan O2 linhaler (untu mengatasi sesak nafas).
 Rekreasi ke alam terbuka bebas polusi.
Efek terhadap Sistem Digestivus
 Hilangnya nafsu makan dan penurunan peristaltik mengakibatkan
hipoproteinemia.
 Lambatnya peristaltik disebabkan oleh tingginya aktivitas adrenergik.
 Faktor-faktor ini, hilangnya volume plasma dan dehidrasi disertai dengan bed
rest, sering mengakibatkan konstipasi.
 Konstipasi diperberat dengan ketidakmampuan pasien menggunakan bedpan.

Terapi:
Bowel training program
- Makanan berserat tinggi dan cairan cukup
- Scheduled post meal toileting
- Penggunaan glyserine atau suposituria
- Stool softener
- Bedside commode or toilet
 Sesegera mungkin melakukan aktivitas maksimal,
memberikan dorongan semangat untuk berinteraksi dengan
keluarga dan lingkungan, pendekatan dokter, terapi dan
perawat.

Saran:
 Makan banyak buah-buahan,sayur-sayuran.
Efek terhadap Sistem Urinaria
. Sisa urine
Karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan
kandung kemih secara sempurna.

2. Infeksi Saluran Kemih


Diakibatkan karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu
saluran kencing.

3. Batu Saluran Kencing


Karena factor osteoporosis dan diet yang tinggi kalsium maka
mengakibatkan hiperkalsiuria.
Managemen
 Pencegahan dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasi
terjadinya keadaan patologi pada system urinarius yang
terjadi akibat imobilisasi lama, adalah dengan cara:
 Mobilisasi sedini mungkin, paling tidak pasien sering
didudukkan, mengubah posisi vesika urinaria
 Banyak minum sekitar 3 liter (8-12gelas) dalam sehari
 Pantaulah pasien dengan cermat dan rutin terhadap adanya
tanda dan gejala hiperkalsemia, ISK, dan terapi secara adekuat.
 Supaya tidak retensi urine dipasang kateter.
Metabolisme dan sistem endokrin
- Elektrolit Balance :
Hiperkalsemi : peningkatan serum PTH
Hiponatremia : letargi, kejang, disorientasi, anorexia, confuse
Hipokalemia : progres cepat selama beberapa minggu awal
bed rest.
- Hormon disorder :
menyebabkan glucose intolerance -> diberikan larutan
isotonik
Efek Terhadap Kulit
Atrofi kulit
2. Ulkus tekan/ulkus dekubitus

 Temperatur meningkat di daerah pembuluh darah yang


tertekan sehingga tekanan hidrostatiknya menekan tekanan
hidrostatik normal pembuluh darah maka pembuluh darah
akan menyempit sehingga daerah daerah tertentu akan
kekurangan vaskularisasi,hal ini dapat menyebabkan nekrosis.
Manajemen
A. Obat
 Bila timbul luka diberi antiseptik.
B. Fisioterapi
 Perubahan posisi badan setiap 2 jam.
 Latihan gerak sendi – sendi tubuh secara teratur
C. Larangan
 Ø Jangan tidur atau berbaring terlalu lama.
 Jangan biarkan kulit menjadi basah karena keringat,lembab atau
kencing.
D. Saran
 Menghindari melebarnya luka dengan menutup bagian yang luka
terutama pada bagian yang tertekan saat berbaring.
Tujuan latihan pada pasien dengan
imobilisasi yaitu :
1. Untuk mempertahankan pergerakan sendi dengan
melakukan semua pergerakan yang mungkin untuk
meningkatkan dan/ atau mempertahankan pergerakan dari
tiap sendi.
2. Mencegah kontraktur, atonia (insufiensi tonus otot) dan
atrofi otot.
3. Menstimulasi sirkulasi, mencegah thrombus dan
pembentukkan thrombus.
4. Memperbaiki koordinasi otot untuk pergerakan.
5. Meningkatkan toleransi untuk melakukan aktivitas lebih.
6. Mempertahankan dan membentuk kekuatan otot.
Tatalaksana Umum
 Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi
pasien,keluarga.
 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama.
 Pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan
sehari – hari sendiri, semampu pasien
 Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan unutk mencapai target terapi
 Tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta
penyakit/kondisi penyetara lainya
 Evalusi seluruh obat- obatan yang dikonsumsi; obat –
obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau
kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentikan bila
memungkinkan.
 Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan
yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan
mineral
 Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika
kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan
mobilitas ditempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif,
dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot – otot
(isotonik, isometrik, isokinetik) latihan koordinasi/
keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
 Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan
alat – alat bantu berdiri dan ambulasi
 Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan
toilet
Tatalaksana Khusus

 Tatalaksana faktor risiko imobilisasi


 Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi
 Pada keadaan – keadaan khusus, konsultasikan kondisi
medik kepada dokter spesialis yang kompeten
 Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien –
pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit
dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia
lanjut yang menglami disabilitas permanen
 Tipe-tipe latihan antara lain :
 Passive
 Active assistive
 Active
 Resistive
 Isometric
1. Passive

 Latihan ini di lakukan oleh perawat tanpa bantuan dari


pasien.
 Latihan ini tidak akan mempengaruhi massa otot atau
mineralisasi tulang karena tidak ada kontraksi volunteer,
peregangan otot atau tekanan pada tulang.
2.Active assistive

 Latihan ini dilakukan oleh pasien dengan bantuan perawat.


 Tujuannya untuk mempengaruhi fungsi otot normal dimana
perawat mensupport sendi-sendi distal.
3. Active
 Latihan aktif dilakukan pasien tanpa bantuan perawat.
 Tujuannya untuk meningkatkan kekuatan otot

4. Resistive
 Latihan aktif di lakukan oleh pasien dengan mendorong atau
menarik tekanan dari arah yang berlawanan
5. Isometric
 Latihan di lakukan oleh pasien dengan kontraksi dan relaksasi
otot untuk menjaga otot tersebut dalam posisi diam.
 Latihan isometric di lakukan untuk mempertahankan
kekuatan otot jika sendi di imobilisasikan. Kerjasama pasien
sepenuhnya di perlukan
Komplikasi
 ISK
 Konstipasi
 Infeksi paru
 Gangguan vascular
Prognosis
 Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari
imobilisasi dan komplikasi yang ditimbulkananya.

You might also like