You are on page 1of 55

By :

Dr. PURNAMA SIMANJUNTAK


Stimulus

Gangguan pd membran sel

Phospholipase inhibitors Phospholipids


Corcoticosteroids
Phospolipase
Fatty acid substitution (diet) Arachidonic acid
NSAID. ASA
Lipoxygenase inhibitors Cyclo-oxygenase
Lipoxygenase

Leukotrienes
Receptor level antagonists

LTB4 LTC4 / D4 / E4 Prostaglandins Thromboxane Prostacyclin

Alteration of vascular
Phagocyte permeability, bronchial Leukocyte
attraction, constriction, increased modulation
activation secretion
Colchicine

Bronchospasm,
Inflamasi congestion, Inflamasi
mucus plugging
Enzim Siklo-Oksigenase

• Siklo – oksigenase 1 (COX-1) :


Lambung , Usus, Ginjal, Platelet

• Siklo – oksigenase 2 (COX-2) :


inflamasi
• ANALGESIK :
menghilangkan/mengurangi
nyeri ringan sampai sedang

• ANTIPIRETIK :
menurunkan demam

• ANTIINFLAMASI :
menanggulangi keradangan
ANALGETIKA

• Analgetika atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat


yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anastetika
umum)

• Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam 2


kelompok besar, yaitu:
1. Analgetik perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
2. Analgetik narkotik, khusus digunakan untuk menghalau nyeri
hebat seperti pada kanker.
Penanganan Rasa Nyeri
 Merintangi terbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer dengan analgetik perifer
 Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf
sensoris, misal dengan anastetik lokal
 Blokade pusat nyeri di susunan saraf pusat dengan
analgetik sentral (narkotik) atau dengan anastetik
umum.
ANALGETIK PERIFER
• Parasetamol
• Salisilat : Asetosal, salisilamid, dan benorilat
• Penghambat prostaglandin (NSAID’S) ; ibupropen
• Derivat-derivat Pirazolinon : aminofenazon
• Derivat-derivat antranilat : mefenaminat
• Lainnya : benzidamin
Penggunaan
• Efek Analgetik
Meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
mempengaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan
kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan (intensitas nyeri
ringan sampai sedang)
• Efek antipiretik
Obat-obat ini akan menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam. Daya antipiretiknya berdasarkan rangsangan
terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dan
bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluar keringat
yang banyak.
• Efek anti radang atau anti inflamasi
Analgetik juga memiliki daya anti radang, khususnya kelompok
NSAID’S (Non-Steroid Anti Inflamasi Drugs) termasuk asetosal
Zat-zat ini digunakan untuk rasa nyeri yang disertai
peradangan
Efek Samping

• Efek samping yang paling umum adalah gangguan


lambung-usus (salisilat, penghambat
prostaglandin=NSAID’S, derivat-derivat pirazolinon),
kerusakan darah (parasetamol, salisilat, derivat
antranilat, derivat pirazolinon), kerusakan hati dan
ginjal (parasetamol, penghambat prostaglandin), dan
juga reaksi alergi pada kulit.
• Efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan
lama atau dalam dosis tinggi.
ANALGETIKA OPIOID
 Analgetika opioid : adalah kelompok obat yang dapat
menghilangkan nyeri, memiliki sifat seperti opium atau
morfin dan dapat menimbulkan adiksi.
 Terdiri dari :
1. Obat yang berasal dari opium-morfin
2. Senyawa semi sintetik morfin
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin

 Opioid berikatan di sel otak dengan reseptor opioid


 Obat yang menghambat efek opioid disebut antagonis
opioid (nalokson)
Con’t
Peptida endogen yang berikatan dengan reseptor
opioid : enkefalin, endorfin dan dinorfin.
Opioid berikatan dengan reseptor opioid dan
berfungsi mirip peptida endogen.
Reseptor opioid terdiri dari :
1. Reseptor µ(mu) : efek analgetika, euforia, depresi
nafas, miosis, penurunan motilitas GIT
2. Reseptor k(kappa) : efek analgatika, depresi nafas
(tidak sekuat agonis µ(mu)
3. Reseptor σ(sigma) : efek psikotomimetik
4. Reseptor δ(delta) : depresi nafas
Con’t
Penggolongan berdasarkan ikatan pada
reseptor opioid :
1. Agonis opioid : mis. Morfin
2. Antagonis opioid : mis. Nalokson
3. Agonis parsial : buprenorfin
4. Antagonis-agonis opioid : Mis. Pentazosin,
nalorfin
MORFIN
Opium berasal dari getah Papaver somniverum L
Secara kimia terbagi menjadi 2 golongan :
1. Golongan fenantren, Mis : morfin dan kodein
2. Golongan benzilisokinolin, Mis : noskapin dan
papaverin

 Pada rumus bangun kimia morfin terdapat


gugus OH-fenolik (efek analgetik, hipnotik,
depresi nafas, konstipasi) dan gugus OH-
alkoholik (lawan dari efek OH-fenolik, efek
kovulsi, dan efek emetik)
FARMAKODINAMIK MORFIN
 Merupakan agonis reseptor µ(mu)
 Efek pada SSP :
a. Analgesia :
 sangat selektif, tidak disertai hilangnya fungsi sensori
raba, getar, penglihatan, pendengaran.
 Efek analgesia timbul berdasarkan mekanisme :
1) Meninggikan ambang rangsang (bila pemberian
morfin sebelum stimulasi nyeri)
2) Mengubah reaksi persepsi nyeri di korteks serebri
(nyeri masih ada tapi penderita tidak khawatir)
3) Memudahkan tidur dan ambang rangsang nyeri
meningkat
Con’t
b. Eksitasi SSP
 Sering terjadi mual, muntah (delirium dan konvulsi lebih
jarang)
 Terutama pada morfin, wanita lebih sering mengalami
mual dan muntah
 Morfin tidak boleh diberikan sebagai antikonvulsan.

c. Miosis
 Terjadi akibat perangsangan pada segmen otonom inti
Nervus occulomotor.
 Miosis dapat diatasi dengan pemberian atropin dan
skopolamin
 Pin point pupil gejala khas intoksikasi morfin
 Jika sudah depresi nafas : terjadi dilatasi maksimal pupil.
Con’t

d. Depresi Nafas
 Terjadi secara primer penekanan pusat nafas di
batang otak (medulla oblongata)
 Penyebab utama kematian pada intoksikasi
morfin
 Gejala : penurunan frekuensi nafas, tidal
volume, kadar O2 darah dan peningkatan padar
pCO2 darah.
 Efek depresi nafas lebih kuat pada morfin,
sedangkan efek penekanan batuk lebih kuat
pada codein.
Con’t
e. Mual dan muntah
 Akibat stimulasi langsung pada emetic
chemoreceptor trigger zone (CTZ) di medulla
oblongata.
 Efek emetic ini dapat diatasi dengan
fenotiazin (blocker dopamin).
Con’t
 Efek pada Saluran Cerna
a. Lambung
 Terjadi penurunan sekresi gastric acid, motilitas
lambung, peningkatan tonus anthrum, peningkatan
kontraksi sphincter pylorus.
 Akibatnya pengosongan lambung ke duodenum
menjadi lambat.

b. Usus halus
 Sekresi empedu dan getah pankreas berkurang
 Motilitas intestinal berkurang, peningkatan tonus dan
spasme periodik intestinal.
 Menyebabkan absorbsi air meningkat sehingga isi
intestinal lebih padat
Con’t
c. Usus besar
 Penurunan motilitas dan peningkatan tonus
usus besar sehingga terjadi spasme, feses
mengeras dan terjadi konstipasi.
 Akibat pengaruh pada daya persepsi korteks,
pecandu morfin tidak merasakan kebutuhan
defekasi.
Con’t

Sistem Kardiovaskular
 Morfin tidak secara langsung mempengaruhi
kardiovaskular
 Perubahan pada kardiovaskular terjadi akibat dari
efek depresi pada pusat nafas.

Kulit
 Terjadi dilatasi pembuluh darah kulit sehingga
menyebabkan kemerahan dan panas (terutama di
flush area : muka, leher, dada bagian atas)
 Kadang-kadang bisa terjadi pruritus.
Con’t

Efek pada organ lain :


Peningkatan tonus otot detrussor vesika
urinaria dan sphincter (sehingga terasa ingin
mictie tetapi tidak bisa) mengakibatkan
volume urine berkurang.
Kecepatan metabolisme menurun akibat
aktivitas otot menurun, vasodilatasi perifer,
penghambatan di SSP.
FARMAKOKINETIK MORFIN
Pada pemberian oral absorbsi terjadi di usus
Efek analgetika pada pemberian parenteral lebih
cepat dibandingkan oral.
Metabolisme di hati yaitu konjugasi dengan asam
glukoronat.
Ekskresi terutama melalui ginjal, sebagian kecil
melalui tinja dan keringat.
Dapat melewati sawar placenta.
Codein mengalami demetilasi menjadi morfin dan
CO2. Kemudian CO2 dikeluarkan lewat paru-paru.
EFEK SAMPING MORFIN
Mual dan muntah (terutama pada wanita)
Dapat terjadi reaksi idiosinkrasi : tremor,
insomnia, delirium dan konvulsi (jarang)
Dapat terjadi reaksi alergi (urtikaria,
eksantema, pruritus, bersin).
Intoksikasi akut : akibat over dosis atau
percobaan bunuh diri. Gejala : penurunan
kesadaran, depresi nafas, pin point pupil (bila
sudah anoksia terjadi midriasis), kulit dingin,
anuria dan dapat menyebabkan kematian.
TOLERANSI dan ADIKSI
Toleransi dapat timbul setelah pemakaian 2-3
minggu, terutama pada penggunaan dosis besar.
Adiksi morfin menimbulkan fenomena : toleransi,
ketergantungan fisik (kebutuhan akan morfin
untuk faal dan biokimia tubuh), dan habituasi
(perubahan psikis dan emosional)
Penghentian morfin secara tiba-tiba
menimbulkan gejala putus obat/abstinensia
(withdrawl syndrome) : gelisah/irritabel, tremor,
lakrimasi, berkeringat, menguap, bersin, mual,
muntah, demam, nafas cepat, berdebar, panas
dingin.
INTERAKSI OBAT
 Terjadi sinergisme morfin bila diberikan bersama
dengan fenotiazin, antidepressan trisiklik (TCA) dan
aspirin.

SEDIAAN DAN POSOLOGI


 Morfin tersedia dalam bentuk sediaan oral dan
parenteral. Dosis per oral 60mg, dosis parenteral
10mg/70 kgBB.
 Codein tersedia dalam bentuk tablet 10, 15 dan 30mg.
Dosis analgetik 32mg/oral setara dengan 600mg
asetosal. Dosis antitusif 10mg (setara dengan 2-4mg
morfin)
 Durasi kerja rata-rata 4 – 6 jam
INDIKASI
Sebagai analgetika pada infark miokar,
neoplasma, kolik renal atau kolik empedu,
oklusi akut pembuluh darah perifer pulmonal,
perikarditis, pleuritis dan pneumothorax, nyeri
akibat trauma (pasca bedah, frakture, luka
bakar).
Antitusif (terutama codein)
Antidiare (mis : papaverin dan senyawa
sintetik morfin mis : loperamid, difenoksilat)
PETIDIN (MEPERIDIN)
 Merupakan agonis reseptor µ (mu).
 Menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia.
 Efek analgesia muncul dalam 15 menit pasca pemberian
oral, mencapai puncak dalam 2 jam.
 Efen analgesia pasca parenteral muncul dalam 10menit.
 Durasi kerja 3 – 5 jam
 Efek farmakodinamik dan efek samping nya sama seperti
morfin (kecuali konstipasi).
 Metabolisme terutama di hati dan ekskresi terutama lewat
ginjal.
 Sediaan : tablet 50 dan 100mg, ampul 50mg/ml. Pemberian
parenteral lebih sering secara IM. Pemberian IV
menimbulkan reaksi lebih berat.
 Dosis analgetika oral 50 – 100mg
FENTANIL
Merupakan opioid sintetik, agonis reseptor
µ(mu).
Sebagai analgetik potensi nya 80x lebih kuat
dari morfin, depresi nafas lebih jarang
Pemberian secara parenteral (biasanya iv),
waktu paruh 4 jam dan dapat digunakan
sebagai obat praoperatif saat anasthesi.
Dosis tinggi menimbulkan kaku otot.
Antagonis nya adalah nalokson.
METADON
 Efek analgetik dan efek farmakodinamik lainnya mirip
morfin, tetapi sedatif nya kurang.
 Efek depresi nafas dan adiksi lebih lemah dibanding morfin
 Pemberian secara per oral (tablet 5 dan 10mg, injeksi IM
dan SC (10mg/ml dalam ampul/vial).
 Dosis analgetik oral 2,5 – 15mg, dosis parenteral 2,5 –
10mg.
 Metabolisme di hati dan ekskresi terutama dalam urin.
 Dieliminasi dari tubuh lebih lambat dari morfin (waktu
paruh 25 jam).
 Gejala withdrawl tidak sehebat morfin, tetapi terjadi dalam
waktu lebih lama.
 Indikasi untuk analgetika pada nyeri hebat, dan sebagai
terapi substitusi ketergantungan heroin.
ANTAGONIS OPIOID
Meng-antagonis semua efek agonis reseptor
opioid.
Mis : nalokson, naltrekson, nalmerfen
Nalokson : hanya pemberian parenteral (iv),
onsetnya cepat (dalam 1-2menit), durasi kerja 1-4
jam. Metabolisme di hati, ekskresi lewat ginjal.
Dosis 2mg iv dapat diulang dengan dosis 60 %
dosis awal 60 menit.
Naltrekson L pemberian per oral, efek nya lebih
kuat dari nalokson dan durasi 24 jam.
Nalmefen : efek farmakologis nya = naltrekson,
tetapi durasi kerja lebih lama.
ANALGETIK ANTI INFLAMASI NON
STEROID (NSAID’S)
• NSAID’S (Non Steroid Anti InflamasiDrugs) berkhasiat
analgetik, antipiretik dan anti radang dan sering digunakan
untuk menghalau gejala penyakit rema, seperti arthritis
rheumatica, artrosis.

• Obat ini juga efektif untuk peradangan lain akkibat trauma


(pukulan, benturan, kecelakaan). Juga pada setelah
pembedahan atau memar akibat olah raga. Intinya obat ini
mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin
dalam dosis yang cukup tinggi.
Mekanisme Kerja

• Cara kerja NSAID’S sebagian besar


berdasarkan hambatan sintesa prostaglandin
dimana kedua jenis ciklo-oksigenase diblokir
• NSAID’S idealnya hanya menghambat ciklo-
oksigenase II/COX-II (peradangan) dan tidak
COX-I (perlindungan mukosa lambung)
NON-STEROIDAL ANTI INFLAMATORI DRUGS
 Non Selective COX Inhibitor :
1. Derivat asam salisilat (mis : aspirin, sodium salicylates,
salsalate, diflunisal, sulfasalazine, olsalazine)
2. Derivat paraaminofenol (mis : parasetamol)
3. Derivat asam propionat/arylpropionic acid (mis : ibuprofen,
ketoprofen, naproksen, fenoprofen, oxaprozin, fulbiprofen)
4. Derivat asam fenamat (mis : asam mefenamat,
meclofenamic acid)
5. Derivat asam fenilasetat/heteroaryl acetil acid(mis :
diklofenak, ketorolac, tolmetin)
6. Derivat asam asetat indol(mis : indometasin, sulindac)
7. Derivat pirazolon (mis : fenilbutazon, oksifenbutazon)
8. Derivat oksikam (mis : piroksikam, meloksikam)
• Selective COX-2 Inhibitors
• Diaryl-substituted furanones : rofecoxib
• Diaryl-substituted pyrazoles : celecoxib
• Indole acetic acids : etodolac
• Sulfonanilides : nimesulide
INFLAMASI
Trauma/luka pada sel

Gangguan pada membran sel

kortikosteroid Fosfolipid Enzim fosfolipase

Asam arachidonat
Enzim lipooksigenase Enzim cyclooksigenase (cox)

Cox 1
Cox 2

Prostaglandin Tromboksan A2 Prostasiklin


Con’t
 Prostaglandin yang berperan menimbulkan
inflamasi,nyeri dan peningkatan suhu tubuh pada
keadaan patologis.
 NSAID akan menghambat jalur cyclooksigenase
sehingga menimbulkan efek analgetika, antiinflamasi
dan antipiretika, antiagregasi trombosit tetapi juga
menyebabkan iritasi GIT
 Tromboxan A2 menimbulkan agregasi trombosit.
 Jalur cox-1 menimbulkan gangguan pada saluran cerna
(lambung dan usus halus)
 Efek pada saluran cerna dapat terjadi karena :
1. Iritasi lokal dari NSAID tersebut pada mukosa lambung
dan usus
2. Penurunan PG mukosa lambung dan usus setelah
absorbsi
ASPIRIN
Nama lain : asam asetil salisilat = asetosal =
aspirin
Efek : analgetik, antiinflamasi, antipiretik, anti
agregasi trombosit.
Indikasi : anti piretik dan anti nyeri non spesifik
(mis : sakit kepala, nyeri otot dan sendi) pada
dosis 325 – 650mg dan anti agregasi trombosit
(pada dosis 80 – 320mg)
Dosis anak : 15 – 20mg/kgBB.
Efek iritasi pada saluran cerna (menyebabkan
tukak lambung dan usus halus)
Con’t
 Absorbsi : melalui kulit sehat (pada pemakaian topikal
metil salisilat/wintergreen), pada pemberian oral
absorbsi terutama di lambung dan usus.
 Dapat menembus sawar darah otak dan sawar
placenta.
 Metabolisme terutama di hati. Ekskresi terutama lewat
ginjal.
 Bersifat hepatotoksik dengan gejala peningkatan
SGOT/SGPT, ikterus, hepatomegali, mual muntah
(kontraindikasi pada kerusakan hati)
 Dapat menyebabkan nefrotoksik
 Sediaan : tablet 80mg, 100mg, 250mg dan 500mg
PARASETAMOL
 Parasetamol = asetaminofen.
 Efek nya antipiretik (terutama) dan analgetika. Efek
antiinflamasi hampir tidak ada.
 Efek analgetika hampir sama dengan aspirin.
 Absorbsi cepat dan sempurna melalui GIT.
 Metabolisme di hati, ekskresi lewat ginjal.
 Dapat menimbulkan nephrotoksik.
 Sediaan : tablet 250mg, 500mg, syrup 120mg/5ml,
rectal 250mg, 500mg.
 Dosis dewasa 300-1000mg/kali maksimum 4gr/hari.
Anak : 10mg/kgBB maksimum 1,2g/hari. Dapat
diberikan 3-6x/hari.
 Efek samping : reaksi alergi, iritasi GIT.
IBUPROFEN
 Merupakan derivat asam propionat.
 Efek : analgetik, antipiretik, antiinflamasi (sebagai
antiinflamasi memerlukan dosis besar 1200-
2400mg/hari)
 Efek analgetik sama seperti aspirin
 Absorbsi melalui lambung, metabolisme di hati dan
ekskresi melalui feses dan urine.
 Efek samping : iritasi GIT, reaksi alergi, sakit kepala.
 Tidak dianjurkan pada ibu hamil dan menyusui
 Dosis analgetik 4 x 400mg/hari.
 Interaksi obat : mengurangi diuresis dan natriuresis
furosemid dan tiazide, mengurangi efek antihipertensi
beta blocker.
KETOPROFEN
Juga derivat asam propionat
Efektivitas dan efek samping nya sama seperti
ibuprofen
Absorbsi di lambung
Dosis 2x100mg/hari.
NAPROKSEN
 Juga derivat asam propionat
Absorbsi di lambung
Metabolisme di hati dan ekskresi terutama
melalui urine,
Efektivitas dan interaksi obat sama seperti
ibuprofen
Dosis : 2x 250 – 375mg/hari
ASAM MEFENAMAT
Merupakan derivat asam fenamat
Efek analgetika dan antiinflamasi (tidak memiliki
efek antipiretik)
Efek antiinflamasi lebih minimal dibanding aspirin
Efek samping GIT sangat dominan (iritasi
lambung, diare).
Dosis 2 – 3 kali 250 – 500mg/hari
Sediaan : tablet 250 dan 500mg.
Tidak dianjurkan untuk anak < 14tahun dan
wanita hamil.
Pemberian tidak boleh > 7hari.
DIKLOFENAK
Derivat asam fenil asetat
Tersedia dalam bentuk Na-diklofenak dan K-
diklofenak
Efek antiinflamasi dan analgetika
Terjadi akumulasi di cairan sinovial sendi
(sehingga efek terapi radang sendi lebih baik)
Efek samping GIT
Tidak dianjurkan pada wanita hamil
Dosis dewasa 100 – 150mg/hari terbagi dua
sampai tiga dosis.
Sediaan : tablet 25mg, 50mg, parenteral im.
INDOMETASIN
Merupakan derivat asam indol-asam asetat
Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan
analgetika sebanding dengan aspirin tetapi lebih
toksik
Absorbsi di GIT, metabolisme di hati dan ekskresi
melalui urine dan empedu.
Efek samping GIT, pankreatitis, sakit kepala,
depresi, halusinasi dan psikosis.
Tidak dianjurkan pada anak, wanita hamil,
gangguan psikiatri.
Dosis : 2- 4x 25mg/hari (dianjurkan diberikan
malam hari 50 – 100mg sebelum tidur).
PIROKSIKAM DAN MELOKSIKAM
Merupakan derivat oksikam
Hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi (mis
: osteoarthritis, reumatoid arthritis,
spondilosis ankylosa).
Dosis 10 – 20mg/hari.
Absorbsi di lambung
Efek samping iritasi GIT, pusing, tinitus, nyeri
kepala, eritema.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil.
FENILBUTAZON
Merupakan derivat pirazolon
Hanya digunakan untuk antiinflamasi dan
mempunyai efek meningkatkan ekskresi asam
urat melalui urine sehingga bisa digunakan
pada gout artritis,
CELECOXIB
Hambat Prostaglandin terutama COX-2
Antiinflamasi, analgesik & antipiretik
Pengaruh agregasi platelet; edema (-)
Penggunaan klinis:
Reumatoid Artritis, Osteoartritis
Hati–hati: asma, hipertensi, gangguan jantung &
ginjal, bumil, busu, < 18 tahun
NIMESULIDE
Golongan Sulfonanilide
Antiinflamasi, analgesik & antipiretik
Hambat Prostaglandin terutama COX-2
Iritasi lambung lebih minimal
GOUT
Penumpukan asam urat pada sendi-
sendi, ginjal dan pada jaringan lain
OBAT GOUT
Terdiri dari 2 golongan, yaitu :
1. Menghentikan inflamasi akut, mis : kolkisin,
NSAID, Steroid
2. Menurunkan kadar asam urat, mis :
alopurinol, probenezid, sulfinpirazon.
 Menurunkan kadar asam urat dalam darah, 2 cara:
1. Meningkatkan ekskresi asam urat:
• Probenesid
• Sulfinpirazon

2. Menghambat sintesa asam urat :


• Alopurinol
KOLKISIN
 Merupakan alkaloid colchicum autumnale
 Bersifat spesifik sebagai antiinflamasi akibat artritis
 Tidak memiliki efek analgetik
 Menghambat migrasi granulosit ke tempat peradangan dan
menghambat pelepasan mediator inflamasi sehingga terjadi
penurunan respons inflamasi.
 Absorbsi melalui GIT.
 Metabolisme di hati, ekskresi terutama melalui feses,
sebagian kecil melalui ginjal.
 Indikasi : gout arthritis.
 Efek samping : mual, muntah, diare.
ALOPURINOL
Menurunkan kadar asam urat darah
Indikasi gout arthritis
Bekerja dengan menghambat enzim xantin oksidase
(yaitu enzim yang mengkatalisis perubahan
hipoxantin menjadi xantin lalu menjadi asam urat).
Cukup diberikan 1x/hari (karena alopurinol akan
diubah oleh xantin oksidase menjadi aloxantin yang
juga dapat menurunkan asam urat).
Dosis : 200-400mg/hari (jika lebih berat dapat
sampai 400-600mg/hari)
Jika ada insufisiensi ginjal : 100 – 200mg/hari.

You might also like