You are on page 1of 50

Obat Saluran pencernaan

By
Darwin
Sistem Pencernaan Manusia
Letak usus halus
organs
Tukak lambung
• Tukak lambung adalah suatu kondisi patologis pada
lambung, duodenum, esofagus bagian bawah, dan
stoma gastroenterostomi (setelah bedah lambung).
• Tujuan terapi tukak lambung ialah meringankan atau
menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan,
mencegah komplikasi yang serius (hemoragi,
perforasi, obstruksi), clan mencegah kambuh
Golongan obat gangguan lambung
penyebab tukak lambung
• Antasida
• Antagonis reseptor H2
• Antimuskarinik selektif
• Pembentuk khelat dan senyawa kompleks
• Analog prostaglandin
• Penghambat pompa proton
Antasida
Antasida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan
menetralkan asam klorida (lambung) atau
mengikatnya. Sediaan antasida dapat digolongkan
menjadi:
- Dengan kandungan Al dan atau Mg
- Dengan kandungan NaHCO3
- Dengan kandungan Bi dan Ca
Antasida masih bermanfaat untuk mengobati penyakit
saluran cerna.
Antasida seringkali dapat meringankan gejala-gejala
yang muncul pada penyakit dispepsia tukak maupun
bukan tukak, serta pada penyakit refluks
gastroesofageal (gastroesofagitis).
Antasida dengan Kandungan Al atau Mg
• Antasida yang mengandung Mg atau Al yang relatif
tidak larut dalam air seperti MgHC03, Mg(OH) 2, Mg
trisilikat serta Al-glisinat dan Al(OH)2, bekerja lama
bila berada dalam lambung sehinga sebagian besar
tujuan pemberian antasida tercapai. Sediaan yang
mengandung Mg mungkin dapat menyebabkan
diare, sedangkan yang mengandung Al mungkin
menyebabkan konstipasi.

ALUMINIUM HIDROKSIDA (Al(OH)2)


• Indikasi: dispepsia, hiperfosfatemia
• Peringatan: lihat keterangan di atas;
• Kontraindikasi: hipofosfatemia
MAGNESIUM KARBONAT
• Indikasi: dispepsia
• Peringatan: gangguan ginjal;
• lnteraksi:
• Kontraindikasi: hipofosfatemia
• Efek samping: diare, bersendawa karena terlepasnya
karbondioksida

MAGNESIUM TRISILIKAT
• Indikasi: dispepsia
• Peringatan: gangguan ginjal;
• Interaksi:
• Kontraindikasi: hipofosfatemia
• Efek samping: diare
KOMPLEKS ALUMINIUM MAGNESIUM
HIDROTALSIT
• Indikasi: dispepsia
• Peringalaru gangguan ginjal
Antasida dengan kandungan NaHCO3
• NaHCO3 merupakan antasida yang larut dalam air
dan bekerja cepat. Namun, bikarbonat yang
terabsorpsi dapat menyebabkan alkalosis, terutarna
bila digunakan dalam dosis berlebihan. Seperti
antasida lainnya yang mengandung karbonat,
terlepasnya karbon dioksida menyebabkan sendawa.
Pemberian NaHCO3 dan sediaan antasida yang
kandungan Na-nya tinggi, seperti campuran Mg-
trisilikat, harus dihindari pada pasien yang sedang
diet garam (pada gagal jantung, gangguan hati dan
ginjal).
NATRIUM BIKARBONAT
• Indikasi: meringankan dispepsia dengan cepat,
alkalinisasi urin
• Peringatan; gangguan hati dan ginjal, penyakit
jantung, kehamilan; pasien yang membatasi
masukan garam; usia lanjut, hindari
penggunaan jangka panjang
• Efek sainping: bersendawa, alkalosis pada
penggunaan jangka panjang
Antasida dengan kandungan bismut dan
kalsium
• Antasida yang mengandung Bi (kecuali khelat)
sebaiknya dihindari karena bismut yang terabsorpsi
bersifat neurotoksik, menyebabkan ensefalopati, dan
cenderung menyebabkan konstipasi.
• Antasida yang mengandung kalsium dapat
menyebabkan sekresi asam lambung berlebihan;
penggunaan klinik dosis rendah diragukan, tetapi
penggunaan dosis besar jangka panjang dapat
menyebabkan hiperkalsemia dan alkalosis, serta
memicu sindrom susu-alkalis.
Antagonis reseptor-H2
• Semua antagonis reseptor-H2 menyembuhkan tukak
lambung dan duodenum dengan cara mengurangi
sekresi asam lambung sebagai akibat hambatan
reseptor-H2. Sebagaimana halnya simetidin dan
ranitidin, senyawa yang lebih baru (famotidin dan
nizatidin) diduga juga dapat meringankan tukak
esofagitis.
• Terapi pemeliharaan dengan dosis rendah
mengurangi angka kambuh tukak, tetapi tidak
mengubah perkembangan alami penyakit bila
pengobatan telah dihentikan dan eradikasi
helikobakter pylori harus dipertimbangkan. Terapi
pemeliharaan paling baik diperuntukkan bagi pasien
yang sering mengalami kekambuhan yang parah dan
bagi usia lanjut yang menderita komplikasi tukak.
SIMETIDIN
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum, tukak stomal,
refluks esofagitis, kondisi lain di mana pengurangan asam
lambung akan bermanfaat
• Peringatan: gangguan ginjal dan hati
• kehamilan dan menyusui; injeksi intravena lebih baik dihindari
(infus lebih baik), terutama pada dosis tinggi (kadang-kadang
dapat menyebabkan aritmia) dan pada gangguan
kardiovaskuler.
• Efek samping: kebiasaan buang air besar berubah, pusing,
ruam kulit, letih; keadaan bingung yang reversibel, kerusakan
hati yang reversibel, sakit kepala; jarang terjadi gangguan
darah (termasuk trombositopenia, agranulositosis, dan
anemia aplastik), nyeri otot atau sendi, hipersensitivitas,
bradikardi, nefritis interstitial dan pankreatitis akut pernah
dilaporkan ginekomast, dan impotensi yang reversibel juga
pernah dilaporkan.
SIMETIDIN
• Dosis: oral, 400 mg 2 kali sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam) atau 800 mg
sebelum tidur malam (tukak lambung dan tukak duodenum) paling sedikit selama 4 minggu
(6 minggu pada tukak lambung, 8 minggu pada tukak akibat AINS); bila perlu dosis dapat
ditingkatkan sampai 400 mg 4 kali sehari atau kadang-kadang (misal seperti pada tukak
stres) sampai maksimal 2,4 g sehari dalam dosis terbagi; anak lebih dari 1 tahun, 25-30
mg/kg/hari dalam dosis terbagi.
• Pemeliharaan, 400 mg sebelum tidur malam atau 400 mg setelah makan pagi dan sebelum
tidur malam.
• Refluks esofagitis, 400 mg 4 kali sehari selama 4-8 minggu. Pengurangan asam lambung
(profilaksis aspirasi asam; jangan menggunakan sirup), obstetrik 400 mg pada awal
melahirkan, kemudian bila perlu sampai 400 mg setiap 4 jam (maksimal 2,4 g sehari);
prosedur bedah 400 mg 90-120 menit sebelum induksi anestesi umum. Untuk mengurangi
degradasi suplemen enzim pankreatik, 0,8-1,6 g sehari dalam 4 dosis terbagi menurut
respons 1-1,5 jam sebelum makan.
• Injeksi intramuskuler: 200 mg setiap 4-6 jam; maksimal 2,4 g sehari. Injeksi inh•avena
lambat: 200 mg diberikan selama tidak kurang dari 2 menit; dapat diulang setiap 4-6 jam;
bila diperlukan dosis besar atau terdapat gangguan kardiovaskuler, dosis bersangkutan harus
diencerkan dan diberikan selama 10 menit (infus lebih baik); maksimal 2,4 g sehari. lnfus
intravena: 400 mg dalam 100 ml natrium klorida 0,9% infus intravena diberikan selama 0,5-1
jam (dapat diulang setiap 4-6 jam) atau dengan cara infus berkesinambungan pada laju rata-
rata 50-100 mg/jam selama 24 jam, maksimal 2,4 g sehari; bayi di bawah satu tahun, melalui
injeksi intramuskuler atau injeksi/ infus intravena lambat, 20 mg/kg bobot badan sehari
clalam dosis terbagi pernah dilakukan; anak lebih dari satu tahun, 25-30 mg/kg bobot badan
dalam dosis terbagi.
FAMOTIDIN
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum,
refluks esofagitis,
• Peringatan: lihat pada Simetidin; tidak menghambat
metubolisme obat mikrosoma hati
• Dosis: tukak lambung dan duodenum, pengobatan
40 mg sebelum tidur malam selama 4-8 minggu;
pemeliharaan (duodenum), 20 mg sebelum tidur
malam; anak-anak tidak dianjurkan Refluks
esofagitis, 20-40 mg 2 kali sehari selama 6-12
minggu; pemeliharaan, 20 mg 2 kali sehari.
NILATIDIN
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duoJenum, refluks
esofagitis
• Peringatan: tidak menghambat metabolisme obat mikrosoma
hati
• Efek samping: lihat pada Simetidin dan keterangan di atas;
berkeringat juga pernah dilaporkan; ginekomastia (jarang)
• Dosis: oral, tukak lambung dan tukak duodenum, pengobatan
300 mg sebelum tidur malam atau 150 mg 2 kali sehari selama
4-8 minggu (sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS),
pemeliharaan 150 mg sebelum tidur malam, anak-anak tidak
dianjurkan. Refluks esofagitis, 150-300 mg 2 kali sehari selama
sampai 12 minggu Infus intravena, untuk penggunaan jangka
pendek pada tukak lambung pasien rawat inap sebagai
alternatif terhadap penggunaan oral, dengan cara infus
intravena berselang (intermittent) selama 15 menit, 100 mg 3
kali sehari, atau dengan cara infus intravena
berkesinambungan, 10 mg/jam, maksimal 480 mg sehari,
anak-anak tidak dianjurkan.
RANITIDIN
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum,
refluks esofagitis, dispepsia episodik kronis, tukak
akibat AINS, tukak duodenum karena H. pylori,
kondisi lain dimana pengurangan asam lambung
akan bermanfaat.
• Peringatan: tidak menghambat metabolisme obat
mikrosom hati secara nyata, hindarkan pada porfiria
• Efek samping: lihat Simetidin, ginekomastia dan nyeri
tekan pada laki-laki (jarang), eritema multiforme
pernah dilaporkan
Ranitidin
• Dosis: oral, 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300 mg sebelum tidur malam (tukak
lambung dan tukak duodenum) selama 4-8 minggu, sampai 6 minggu pada dispepsia
episodik kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS, pada tukak duodenum 300 mg
dapat diberikan dua kali sehari selama 4 minggu untuk mencapai laju penyembuhan yang
lebih tinggi, anak-anak (tukak lambung) 2-4 mg/ kg 2 kali sehari, maksimal 300 mg sehari.
Pemeliharaan 150 mg sebelum tidur malam Tukak duodenum karena Helicobacter pylori,
pengobatan dengan ranitidin harus dilanjutkan selama 2 minggu berikutnya. Profilaksis tukak
duodenum karena AINS, 150 mg 2 kali sehari. Refluks esofagitis, 150 mg 2 kali sehari atau
300 mg sebelum tidur malam selama sampai 8 minggu, atau bila perlu sampai 12 minggu
(sedang sampai berat, 150 mg 4 kali sehari selama 12 minggu; pengobatan jangka panjang
esofagitis, 150 mg 2 kali sehari. Sindrom Zollinger-Ellison , 150 mg 3 kali sehari, dosis sampai
6 g sehari dalam dosis terbagi pernah digunakan.
• Pengurangan asam lambung (profilaksis aspirasi asam lambung) pada obstetrik, oral, 150 mg
pada awal melahirkan, kemudian setiap 6 jam; prosedur bedah, dengan cara injeksi
intramuskuler atau injeksi intravena lambat, 50 mg 45-60 menit sebelum induksi anestesi
(injeksi intravena diencerkan sampai 20 ml dan diberikan selama tidak kurang dan 2 menit),
atau oral: 150 mg 2 jam sebelum induksi anestesi, dan juga bila mungkin pada petang
sebelumnya. lnjeksi intramuskuler 50 mg setiap 6-8 jam.
• Injeksi intravena lambat 50 mg diencerkan sampai 20 ml dan diberikan selama tidak kurang
dari 2 menit, dapat diulang setiap 6-8 jam.
• Infus intravena 25 mg/jam selama 2 jam, dapat diulang setiap 6-8 jam. Profilaksis tukak stres
pada awalnya injeksi intravena lambat 50 mg, kemudian infus berkesinambungan, 125-250
mcg/kg/jam (dapat diikuti dengan 150 mg 2 kali sehari oral bila masukan makanan melalui
oral mulai dilakukan).
ANTIMUSKARINIK YANG SELEKTIF
PIRENZEPIN
• Indikasi: tukak lambung dan duodenum
• Peringatan: gangguan hati atau ginjal, pecandu
alkohol
• Kontraindikasi: pemberian bersama obat
antiinflamasi nonsteroid (menimbulkan toksisitas
yang fatal)
• Efek samping: leukopenia, trombositopenia, ulserasi
mulut, stomatitis, diare, depresi sumsum tulang,
kerusakan hati dan ginjal, osteoporosis, reaksi paru
dan neurotoksik
• Dosis: oral, 50 mg 2 kali sehari, kisaran lazim 50-150
mg sehari dalam dosis terbagi selama 4-6 minggu
Khelator dan senyawa kompleks
Trikalium disitratobismutat
• adalah suatu khelat bismut yang efektif dalam menyem-
buhkan tukak lambung dan duodenum tetapi tidak digunakan
sendirian untk pemeliharaan remisi. Senyawa ini bekerja
melalui efek toksik langsung pada H.pylori lambung, atau
dengan merangsang sekresi prostaglandin atau bikarbonat
mukosa. Masa remisinya lebih panjang di banding dengan
antagonis reseptor-H2, tetapi masih terjadi kambuh dan
sekarang telah di-kembangkan aturan pakai regimen yang
melibatkan antibiotika. Meskipun kandungan bismutnya
rendah, tetapi telah dilaporkan terjadinya absorpsi.
Ensefalopati, yang muncul dengan sediaan lama bismut dosis
tinggi, belum pernah dilaporkan. Sediaan tablet sama
efektifnya dengan sediaan cair dan lebih enak.
Sukralfat
• adalah obat lain untuk tukak lambung dan duodenum, kerjanya me-
lindungi mukosa dari serangan pepsinasam. Senyawa ini merupakan
kompleks aluminium hidroksida dan sukrosa sulfat dengan sifat antasida
minimal.
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum
• Peringatan: gangguan ginjal (hindarkan bila berat); kehamilan dan
menyusui
• Efek samping: konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan
lambung, mulut kering, ruam, gatal-gatal, nyeri punggung, pusing, sakit
kepala, vertigo, dan mengantuk
• Dosis: 2 g 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam) atau 1 g 4 kali
sehari 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur malam, diberikan selama
4-6 minggu atau pada kasus yang resisten 12 minggu; maksimal 8 g sehari;
anak-anak tidak dianjurkan. Profilaksis tukak stres (suspensi), l g 6 kali
sehari (maksimal 8 g sehari)
• Saran: tablet dapat didispersikan dalam 10-15 ml air; antasida tidak boleh
diberikan setengah jam sebelum atau setelah pemberian sukralfat
TRIKALIUM DISITRATOBISMUTAT (Khelat
bismut)
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum;
lihat juga regimen eradikasi H.pylori
• Kontraindikasi: gangguan ginjal, kehamilan
• Efek samping: dapat membuat lidah berwarna
gelap dan wajah kehitaman; mual dan muntah
telah dilaporkan
Penghambat pompa proton
• Penghambat pompa proton, yaitu omeprazol,
lansoprazol, dan pantoprazol, menghambat asam
lambung dengan cara menghambat sistem enzim
adenosin trifosfat hidrogenkalium (pompa proton)
dari sel parietal lambung. Obat-obat senyawa
tersebut merupakan obat pilihan bagi esofagitis
erosif, derajat yang lebih ringan biasanya
memberikan respons terhadap perubahan gaya
hidup, antagonis reseptor-H2, antasida, atau
stimulan motilitas. Penghambat pompa proton
merupakan pengobatan jangka pendek yang efektif
untuk tukak lambung dan duodenun.
Penghambat pompa proton
• Penghambat pompa proton harus digunakan dengan hati-hati
pada pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan menyusui.
Sebelum pengobatan adanya kanker lambung harus
dikeluarkan.
• Efek samping, sakit kepala, diare, ruam, gatal-gatal, dan
pusing. Efek samping yang dilaporkan untuk omeprazol dan
lansoprazol meliputi urtikaria, mual dan muntah, konstipasi,
kembung, nyeri abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan
sendi, pandangan kabur, edema perifer, perubahan
hematologik (termasuk eosinofilia, trombositopenia,
leukopenia), perubahan enzim hati dan gangguan fungsi hati
juga dilaporkan, depresi dan mulut kering.
OMEPRAZOL
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum, tukak
duodenum karena H.pylori, pengurangan asam
lambung selama anestesi umum, refluks
gastroesofagus, dispepsia karena asam lambung.
• Efek samping: juga dilaporkan erupsibula, eritema
multiforme, angioedema, demam, bronkospasme,
fotosensitivitas, nefritis intersisial, alopesia,
somnoles, insomnia, berkeringat, ginekomastia,
jarang terjadi impotensi, gangguan kecap, stomatitis,
kandidiasis saluran cerna, ensefalopati pada penyakit
hati yang parah, konfusi mental yang terbalikkan,
agitasi, dan halusinasi pada sakit yang parah
OMEPRAZOL
• Dosis: tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi terapi AINS),
20 mg sehari selama 4 minggu pada tukak duodenum atau 8 minggu pada tukak
lambung, pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari,
pemeliharaan untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari, pencegahan
kambuh tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20 mg sehari bila
gejala muncul kembali.
• Tukak lambung karena AINS dan erosi gastroduodenum, 20 mg sehari selama 4
minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh, profilaksis
pada pasien dengan riwayat lesi gastroduodenum akibat AINS yang memerlukan
pengobatan AINS berkesinambungan, 20 mg sehari. Tukak duodenum karena
H.pylori menggunakan regimen eradikasi (regimen amoksisilin dengan omeprazol
juga diizinkan untuk tukak lambung). Pengurangan asam lambung selama anestesi
umum (profilaksis aspirasi asam), 40 mg pada sore sebelumnya kemudian 40 mg 2-
6 jam sebelum pembedahan
• Refluks gastroesofagus, 20 mg sehari selama 4 minggu diikuti 4-8 minggu
berikutnya jika tidak sepenuhnya sembuh. Penyakit refluks asam (penatalaksanaan
jangka panjang), 10 mg sehari meningkat sampai 20 mg sehari jika gejala muncul
kembali. Dispepsia karena asam lambung, 10-20 mg sehari selama 2-4 minggu
sesuai respons. Anak-anak tidak dianjurkan. Saran: Telan seluruh kapsul atau buka
kapsul dan campur isinya dengan sari buah atau yoghurt
LANSOPRAZOL
• Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum, tukak
duodenum atau gastritis karena H.pylori, penyakit refluks
gastro-esofagus, dispepsia karena asam
• Efek samping: lihat keterangan di atas; juga dilaporkan memar,
purpura, petekia
• Dosis: tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8
minggu Tukak duodenum, 30 mg sehari pada pagi hari selama
4 minggu; pemeliharaan 15 mg sehari.
• Tukak duodenum atau gastritis karena H.pylori menggunakan
regimen eradikasi. Refluks gastroesofagus, 30 mg sehari pada
pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila
tidak sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 15-30 mg sehari.
Dispepsia karena asam lambung, 15-30 mg sehari pada pagi
hari selama 2-4 minggu. Anak-anak tidak dianjurkan.
PANTOPRAZOL
• Indikasi: tukak lambung dan duodenum
• Dosis: tukak lambung, 40 mg sehari pada pagi hari
selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila
tidak sembuh sepenuhnya Tukak duodenum, 40 mg
sehari pada pagi
• hari selama 2 minggu; diikuti 2 minggu berikutnya
bila tidak sembuh sepenuhnya. Pada gangguan hati,
pengobatan diberikan selang sehari.
Antidiare
Oralit
Obat pengobatan diare akut, seperti pada gastroenteritis, ialah mencegah
atau mengatasi pengeluaran berlebihan cairan dan elektrolit, terutama
penting bagi pasien bayi dan usia lanjut. Uraian lebih rinci tentang sediaan
rehidrasi oral. Dehidrasi adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan
cairan yang dapat berakibat kematian, utamanya pada anak/bayi bila tidak
segera diatasi. Oralit tidak menghentikan diare tetapi mengganti cairan
tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh
tersebut, terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan. Oralit tersedia dalam
bentuk serbuk untuk dilarutkan dan dalam bentuk larutan, diminum
perlahan-lahan.

Komposisi Oralit:
• Glukosa anhidrat 4 g
• Natrium klorida 0,7 g
• Natrium sitrat dihidrat 0,58 g,
• Kalium klorida 0,3 g
• Serbuk dilarutkan dalam 200 ml atau 1(satu) gelas air matang hangat.
Adsorben dan obat pembentuk massa
Adsorben seperti kaolin tidak dianjurkan untuk
diare akut. Obat-obat pembentuk massa
seperti ispaghula, metilselulosa, dan sterkulia
bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi
tinja pada ileostomi clan kolostomi, dan dalam
mengendalikan diare akibat penyakit
divertikular.
- KARBO ABSORBEN
- KAOLIN
Antimotilitas
Pada diare akut obat-obat antimotilitas perannya sangat terbatas
sebagai tambahan pada terapi penggantian cairan dan
elektrolit. Obat ini tidak dianjurkan untuk diare akut pada
anak-anak.

KODEIN FOSFAT
• Tidak untuk digunakan pada kondisi dimana hambatan
peristaltik dihindari, dimana terjadi kembung perut, atau pada
kondisi diare akut seperti kolitis ulseratif akut atau kolitis
akibat antibiotik; tidak dianjurkan untuk anak; toleransi dan
ketergantungan mungkin terjadi pada penggunaan yang lama;
• Anak-anak tidak dianjurkan
LOPERAMID HCl
• Indikasi: tambahan terapi rehidrasi pada diare akut pada
dewasa dan anak-anak lebih 4 tahun; diare kronik hanya pada
dewasa
• Efek samping: kram abdomen dan reaksi kulit termasuk
urtikaria; ileus paralitik dan perut kembung
• Dosis: Diare akut, dosis awal 4 mg diikuti dengan 2 mg setelah
habis buang air besar.
• Diare kronik pada dewasa, dosis awal 4 mg, diikuti 2 mg setiap
buang air besar. Dosis tidak melebihi dari 16 mg sehari.
Pemberian harus dihentikan bila tidak ada perbaikan setelah
48 jam.
Pengobatan diare kronis
Bila diare menetap, dan adanya tumor telah dikesampingkan, beberapa kondisi seperti
penyakit Crohn, kolitis pseudomembran, dan penyakit divertikular perlu
dipertimbangkan. Diperlukan terapi spesifik, termasuk manipulasi diet, obat-obat,
dan pemeliharaan hidrasi yang cukup.

Sindrom usus iritabel


• Sindrom usus iritabe(dapat berupa nyeri, konstipasi, atau diare, semuanya dapat
diatasi dengan diet tinggi serat, bahan atau obat-obat yang meningkatkan massa
feses. Pada beberapa pasien, mungkin ada faktor-faktor psikologis yang dapat
diobati dengan nasihat.
• Obat antimotilitas seperti loperamid dapat mengurangi diare dan antispasmodik
dapat mengurangi nyeri. Opioid dengan kerja sentral seperti kodein lebih baik
dihindari karena adanya risiko ketergantungan.

Sindrom malabsorpsi
• Kondisi-kondisi tertentu memerlukan penatalaksanaan khusus dan juga pertim-
bangan gizi. Jadi penyakit coeliac (enteropati gluten) biasanya memerlukan diet
bebas gluten clan insufiensi pankreas memerlukan suplemen pankreatin.
Penyakit Crohn
• Pengobatan penyakit Crohn (terutama penyakit kolon) serupa dengan
pengobatan kolitis ulseratif. Pada penyakit usus halus, aminosalisilat
memiliki rnanfaat yang marginal. Kortikosteroid oral (misal prednisolon
atau budesonid) menekan inflamasi, dan metronidazol mungkin
bermanfaat melalui aktivitas antibakteri. Antibakteri lain hanya diberikan
untuk indikasi yang spesifik dan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri
yang berlebihan di usus halus.
• Pemberian gizi secara umum dan suplemen yang sesuai merupakan hal
yang esensial.

Kolitis ulseratif
• Untuk serangan kolitis ulseratif yang akut, pengobatan kortikosteroid
topikal seperti enema budesonid atau prednisolon atau supositoria
prednisolon untuk penyakit rektal setempat akan merangsang remisi.
Sediaan busa terutama bermanfat bila pasien kesulitan meretensi enema
cair. Penyakit yang lebih ekstensif memerlukan pengobatan kortikosteroid
oral dan penyakit yang parah sekali perlu dirawat di rumah sakit dan
mendapat kortikosteroid intravena.
Sulfasalazin (Senyawa Aminosalisilat)
• suatu kombinasi kimiawi sulfapiridin dan asam 5-
aminosalisilat (5-ASA), bermanfaat untuk penyakit simtomatik
ringan yang memerlukan pengobatan oral, juga tersedia
sebagai supositoria untuk penyakit rektal. Aktivitas terletak
pada bagian asam 5-aminosalisilat; sulfapiridin hanya bekerja
sebagai pembawa ke tempat kerjanya di kolon (tetapi dapat
menyebabkan efek samping). Alternatif yang lebih baru
meliputi mesalazin (asam 5-aminosalisilat saja) dan olsalazin.
• Efek samping dari sulfapiridin terhindarkan, tetapi 5-
aminosalisilat saja masih dapat menyebabkan berbagai efek
saniping, termasuk gangguan darah dan fenomena lupoid
seperti yang terlihat pada sulfasalazin. Olsalazin terutama
mudah menyebabkan diare.
SULFASALAZIN
• Indikasi: induksi dan pemeliharaan remisi pada kolitis ulseratif; penyakit Crohn yang aktif;
artritis rematoid , Peringatan, riwayat alergi; penyakit hati clan ginjal; defisiensi G6PD; status
asetilator lambat; risiko toksisitas hematologis dan hepatik (hitung jenis sel darah putih,
hitung sel darah merah dn platelet mula-mula dan pada interval bulanan selama 3 bulan
pertama, uji fungsi hati dengan interval bulanan selama 3 bulan pertama); efek samping
saluran cerna bagian atas lazim muncul pada pemberian melebihi 4 g sehari; kehamilan clan
menyusui ; porfiria.
• Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap salisilat dn sulfonamida; anak usia di bawah 2
tahun
• Efek samping: mual, muntah, gangguan epigastrik, sakit kepala, ruam kulit; kadang-kadang:
demam, keabnormalan hematologis minor seperti anemia Heinz-body, neutropenia yang
reversibel, defisiensi folat; oligospermia reversibel; jarang: pankreatitis, hepatitis,
eksaserbasi kolitis, trombositopenia, agranulositosis, anemia aplastik, sindrom Stevens-
Johnson, neurotoksisitas, fotosensitisasi, sindrom mirip lupus erite-matosus, da alveolitis;
fibrosis; proteinuria, kristaluria, hematuria,
• dan sindrom nefrotik; urine mungkin berwarna jingga; lensa kontak lunak mungkin terwarnai
• Dosis: oral, serangan akut 1-2 g 4 kali sehari sampai terjadi remisi (bila perlu dapat diberi
juga kortikosteroid), pengurangan ke dosis pemeliharaan 500 mg 4 kali sehari; anak-anak
usia di atas 2 tahun, serangan akut 40-60 mg/kg sehari,,pemeliharaan 20-30 mg/kg/ hari.
• Lewat anus, dalam supositoria, sendiri atau kombinasi dengan pengobatan oral 0,5-1 g pagi
clan malam setelah gerakan usus. Sebagai enemia, 3 g pada malam hari, dipertahankan
sekurang-kurangnya selama 1 jam.
Penyakit divertikular
• Penyakit divertikular diobati dengan diet yang kaya serat,
suplemen
• dan obat-obat pembentuk massa. Antispasmodik dapat
mengurangi gejala bila ada kolik. Antibiotika hanya digunakan
bila divertikula di dinding usus menjadi terinfeksi. Obat-obat
antimotilitas yang memperlambat motilitas usus, misal
kodein, difenoksilat, dan loperamid dapat memperburuk
gejala-gejala penyakit divertikular, karenanya
dikontraindikasikan.
• Kolitis akibat antibiotika
• Kolitis akibat antibiotika (kolitis pseudomembran) disebabkan
oleh kolonisasi kolon yang terjadi setelah terapi dengan
antibiotika. Biasanya kolitis ini mula kerjanya akut, tetapi
dapat berlangsung kronik; terutama ditimbulkan oleh
klindamisin, tetapi hanya sedikit antibiotika yang tidak
menimbulkannya.
Pencahar
• Konstipasi (sembelit) adalah berkurangnya frekuensi pembuangan tinja yang keras
dari kolon melintas rektum. Keadaan ini seringkali disalahartikan oleh pasien,
manakala mereka merasakan adanya perubahan kebiasaan buang air besar,
sehingga mendorong penggunaan pencahar secara berlebihan. Penyalahgunaan
pencahar dapat menyebabkan hipokalemia dan atonia kolon sehingga tidak ber-
fungsi.
• Pencahar adalah obat yang digunakan untuk memudahkan pelintasan dan penge-
luaran tinja dari kolon dan rektum. Pencahar umumnya harus dihindari, kecuali bila
ketegangan akan memperparah suatu kondisi (seperti pada angina) atau
meningkatkan risiko perdarahan rektal (seperti pada hemoroid). Pencahar juga
bermanfaat pada konstipasi karena obat, untuk pengeluaran parasit setelah
pemberian antelmentik, serta untuk membersihkan saluran cerna sebelum
pembedahan dan prosedur radiologi. Pengobatan jangka panjang dengan pencahar
jarang diperlukan kecuali kadang-kadang pada lansia.
• Penggunaan pencahar pada anak-anak harus dihindari kecuali diresepkan oleh
dokter. Buang air besar yang jarang mungkin normal pada bayi yang masih
menyusui atau akibat kurangnya masukan cairan atau serat. Interval lebih dari 3
hari antara masa buang air besar dapat meningkatkan kemungkinan nyeri pada
pelintasan tinja yang keras, yang meng-akibatkan fisura anus, dan spasme anus
sampai respons menghindari buang air besar.
Pencahar pembentuk massa
• Pencahar pembentuk massa meringankan konstipasi dengan cara meningkatkan
massa tinja yang selanjutnya merangsang peristaltik. Efeknya akan sempurna dalam
beberapa hari. Karena itu pasien perlu diberitahu akan hal ini. Pencahar
pembentuk massa bermanfaat khususnya pada kasus konstipasi dengan tinja yang
sedikit dan keras, tetapi sesungguhnya tidak diperlukan kecuali bila masukan serat
melalui diet tidak dapat ditingkatkan. Diet yang seimbang, termasuk masukan
cairan dan serat yang cukup, bermanfaat dalam mencegah konstipasi.
• Pencahar pembentuk massa bermanfaat dalam penatalaksanaan pasien dengan
kolostomi,.ileostomi, hemoroid, fisura anal, diare kronis akibat penyakit
divertikular, sindrom usus iritabel, dan sebagai tambahan dalam kolitis ulseratif.
Masukan cairan yang cukup harus dipertahankan guna menghindari obstruksi usus.
Bran dari gandum yang tidak diolah, diberikan bersama dengan makanan atau sari
buah, merupakan sediaan pembentuk massa yang paling efektif. Metilselulosa,
ispagula, dan sterkulia bermanfaat bagi pasien yang tidak tahan bran.
Metilselulosa juga bekerja sebagai pelunak tinja.
ISPAGHULA SEKAM
• Indikasi: konstipasi.
• Peringatan: masukan cairan yang cukup harus
dipertahankan guna menghindari obstruksi usus.
Mungkin perlu mengawasi pasien usia lanjut atau
yang lemah, atau pasien dengan penyempitan usus
atau motilitas berkurang
• Kontraindikasi: kesulitan dalam menelan, obstruksi
usus, atoni kolon
• Efek samping: perut kembung, obstruksi saluran
cerna, hipersensitivitas
• Dosis: 1 sachet dalam 1 gelas air 1-3 kali sehari
sebelum atau sesudah makan; ANAK di atas 6 tahun,
setengah dosis dewasa atau kurang
• Saran: sediaan ini mengembang bila kena air, maka
harus hati-hati waktu menelan dengan air dan tidak
boleh diberikan segera sebelum tidur.
Pencahar stimulan
• Pencahar stimulan termasuk bisakodil dan kelompok antrakuinon, misalnya senna.
Natrium dokusat bekerja sebagai stimulan dan pelunak feses. Dantron mempunyai
indikasi yang terbatas karena studi pada roden menunjukkan risiko karsinogenik.
Stimulan kuat seperti kaskara dan minyak jarak saat ini sudah tidak digunakan lagi.
Pencahar stimulan bekerja dengan cara meningkatkan motilitas usus dan seringkali
menyebabkan kram abdomen. Tidak boleh digunakan pada obstruksi usus, dan
penggunaan jangka panjang dapat memicu munculnya atonia kolon sehingga tidak
berfungsi dan hipokalemia.
• Supositoria gliserol bekerja sebagai stimulan rektal berdasarkan kerjanya sebagai
iritan ringan. Sabun lunak adalah iritan yang lebih kuat, penggunaan enema sabun
lunak harus dihindari, terutama pada wanita hamil karena dapat meradangkan
mukosa kolon.
• Parasimpatomimetik betanekol, distigmin, neostigmin, dan piridostigmin
meningkatkan aktivitas parasimpatetik dalam usus dan meningkatkan motilitas
usus (jarang digunakan untuk efeknya pada saluran cerna). Obat-obat ini tidak
boleh digunakan bila ada obstruksi usus organik dan juga tidak boleh digunakan
segera setelah anastomosis usus.
• Oksifenisatin diindikasikan untuk diagnosis atau bedah saja, karena pada peng-
gunaan kronik menyebabkan hepatitis.
BISAKODIL
• Indikasi: konstipasi, tablet bekerja dalam 10-12 jam,
supositoria bekerja dalam 20-60 menit; sebelum prosedur
radiologi dan bedah.
• Peringatan; Kontraindikasi; Efek samping: lihat keterangan
pada pencahar stimulan; supositoria, iritasi lokal
• Dosis: oral: untuk konstipasi, 5-10 mg
• malam hari; kadang-kadang perlu dinaikkan menjadi 15-20
mg; anak-anak di bawah 10 tahun 5 mg Rektuni: dalam
supositoria untuk konstipasi, 10 mg pada pagi hari; anak-anak
di bawah 10 tahun 5 mg.
• Sebelum prosedur radiologi dan bedah, 10 mg oral sebelum
tidur malam selama 2 hari sebelum pemeriksaan, dan jika
perlu supositoria 10 mg 1 jam sebelum pemeriksaan; anak-
anak setengah dosis dewasa
DANTRON
• Indikasi: hanya untuk konstipasi pada pelayanan geriatri,
profilaksis dan pengobatan konstipasi akibat analgesik pada
pasien yang sekarat segala umur, konstipasis pada pasien
gagal jantung dan trombosis koroner (kondisi dimana gerakan
usus harus bebas dari ketegangan); bekerja dalam 6 - 12 jam
• Efek samping: urine mungkin berwarna merah, hindari kontak
yang lama dengan kulit karena dapat terjadi iritasi dan
ekskoriasi, hindari pada kehamilan dan menyusui; studi pada
roden menunjukkan risiko karsinogenik
• Dosis: dewasa, 25-75 mg sebelum tidur; anak-anak 25 mg
sebelum tidur
• Dantron (Generik) Tablet 150 mg
NATRIUM DOKUSAT
(Natrium dioktil sulfosuksinat)
• Indikasi: konstipasi (sediaan oral bekerja dalam 1-2 hari);
tambahan pada prosedur radiologi abdomen
• Efek samping: jangan diberikan bersama parafin cair; sediaan
rektal tidak diindikasikan jika ada hemoroid atau fisura Dosis:
oral, konstipasi, sampai dengan 500 mg sehari dalam dosis
terbagi.

• NATRIUM PIKOSULFAT
• Indikasi: konstipasi; pengosongan usus sebelum prosedur
radiologi abdominen, endoskopi, dan bedah.
• Dosis: dewasa, 5-15 mg malam hari; anak 2-5 tahun 2,5 mg, 5-
10 tahun 2,5-5 mg
Pelunak tinja

Parafin cair (pelicin klasik) menunjukkan beberapa kerugian. Pencahar pembentuk


masa dan zat pembasah surfaktan non-ionik seperti natrium dokusat juga bersifat
rnelunakkan tinja. Obat-obat semacam itu bermanfaat pada pemberian oral untuk
prosedur hemoroid dan fisura. Gliserol digunakan secara rektal.
Enema yang mengandung minyak kacang melumas dan melunakkan tinja serta
meningkatkan gerakan usus.

PARAFIN CAIR
• Indikasi: konstipasi
• Peringatan: hindari penggunaan jangka
• panjang, dan kontraindikasi untuk anak usia di bawah 3 tahun
• Efek samping: tirisan (rembesan) anal parafin menyebabkan iritasi anal setelah
penggunaan jangka panjang, reaksi granulomatosa disebabkan oleh absorpsi
sedikit parafin cair (terutama dari emulsi), pnemonia lipoid, clan gangguan
absorpsi vitamin-vitamin larut lemak Dosis: 10 ml pada malam hari bila perlu.
Nasehat: tidak boleh digunakan segera sebelum tidur
Pencahar osmotik
• Pencahar osmotik bekerja dengan cara menahan cairan dalam
usus secara osmosis atau dengan mengubah penyebaran air
dalam tinja.
• Purgativa salin seperti magnesium hidroksida biasa
disalahgunakan, tetapi memuaskan untuk penggunaan sekali-
sekali. Magnesium sulfat bermanfaat bila diperlukan
pengosongan usus yang cepat. Garam natrium harus dihindari
karena pada individu yang rentan dapat menimbulkan retensi
air dan natrium. Enema fosfat bermanfaat dalam
membersihkan usus sebelum prosedur radiologi, endoskopi,
dan bedah.
• Laktulosa adalah disakarida semisintetik tidak diabsorpsi dari
saluran cerna. Senyawa ini menyebabkan diare osmotik
dengan pH tinja yang rendah, dan mengurangi proliferasi
organisme penghasil ammonia. Karena itu laktulosa
bermanfaat dalam pengobatan ensefalopati hepatik. Laktitol
merupakan disakarida yang serupa.
LAKTULOSA
• Indikasi: konstipasi (bekerja dalam waktu 48 jam),
ensefalopati hepatik (ensefalopati sistemik portal)
• Kontraindikasi: galaktosemia, obstruksi usus
• Efek samping: kembung, kram, clan perut terasa tidak enak
• Dosis: konstipasi, mula-mula 10 g dua kali
• sehari kemudian perlahan-lahan disesuaikan menurut
kebutuhan pasien; anak-anak di bawah 1 tahun 1,5 g dalam
2,5 ml larutan, 1-5 tahun 3 g dalam 5 ml larutan, 5-10 tahun 5
g 2 kali sehari. Ensefalopati hepatik, 20-30 g 3 kali sehari
kemudian disesuaikan sampai menimbulkan berak yang lunak
2-3 kali sehari. Nasehat: serbuk dapat ditaruh di atas lidah
clan dibasuh dengan air atau cairan lain, atau ditebarkan pada
makanan, atau dicampur dengan air atau cairan lain sebelum
ditelan
GARAM MAGNESIUM
• Indikasi: konstipasi (magnesium hidroksida);
pengosongan usus yang cepat sebelum prosedur radiologi,
endoskopi dan bedah (magnesium sulfat)
• Peringatan: gangguan ginjal (risiko penumpukan magnesium);
gangguan hati; usia lanjut dan pasien yang lemah;
• Kontraindikasi: kondisi penyakit saluran cerna akut
• Efek samping: kolik
• Dosis:
- magnesium hidroksida: jika perlu 2 -4 g sebagai 8%
suspensi dalam air.
- Magnesium sulfat: 5-10 g dengan segelas air penuh
sebelum makan pagi atau pada saat perut kosong
(bekerja dalam 2-4 jam)

You might also like