You are on page 1of 41

ANALISA UNDANG.

UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG
TENAGA KESEHATAN

DISUSUN OLEH:
1. Salsabila Dwi S (P27224018228)
2. Sinta Romadhona P (P27224018229)
3. Siti Nur Zahrotun (P27224018230)
4. Tiara Putri Widiaswara (P27224018231)
5. Utari Dewi C (P27224018232)
6. Widya Khanna R (P27224018233)
7. Yayuk Satriani (P27224018234)
PASAL 1 AYAT 2
“Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang
Diploma Tiga.”
Analisa:
Ada istilah asisten tenaga kesehatan, yaitu yang
pendidikannya dibawah jenjang D3. Artinya tamatan
D1 Kebidanan tidak dikategorikan lagi sebagai tenaga
kebidanan.
PASAL 1 AYAT 4
“Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.”
Analisa: Pada UU ini memuat konsep yang jelas tentang “kesehatan
masyarakat” sebagaimana inti dari paradigma sehat, yaitu pendekatan
promotif dan preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat.
Karena masyarakat dicantumkan dalam ketentuan umum dalam undang-
undang kesehatan terbaru ini, sehingga undang-undang kesehatan tidak hanya
di peruntukkan untuk pemerintah pusat dan daerah termasuk petugas
kesehatan sebagai payung hukum untuk menyelenggarakan pembangunan
kesehatan tapi juga berlaku untuk masyarakat. UU ini diperuntukkan untuk
masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik investasi
kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek pembangunan
kesehatan. Namun, Kewajiban atau tanggung jawab masyarakat itu sendiri
tidak ditemukan, yang ada hanya peran serta masyarakat.
PASAL 1 AYAT 6
“Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang Kesehatan”
Analisa:
Pada instutusi kebidanan berdasarkan kesepakatan antara
Kemristekdikti, BPPSDM Kemkes, Asosiasi Institusi Pendidikan
Kebidanan Indonesia (AIPKIND), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
bahwa:
Pada masa transisi, Uji Kompetensi untuk DIV Kebidanan (0
tahun) tetap akan dilakukan hingga tahun 2020. STR untuk
lulusan uji kompetensi DIV Kebidanan ini diatur oleh MTKI/KTKI.
PASAL 1 AYAT 7
“Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan
terhadap Kompetensi Tenaga Kesehatan untuk dapat
menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah
lulus uji Kompetensi”
Analisa : Pada faktanya untuk dapat menjalankan
praktik kebidanan, setelah mendapatkan sertifikat
kompetensi lulusan mahasiwa kebidanan juga harus
mendapatkan STR sebagaimana disebutkan pada
pasal 1 ayat 9.
PASAL 1 AYAT 7 DAN 8

“Sertilikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap


Kompetensi Tenaga Kesehatan untuk dapat menjalankan
praktik di seluruh Indonesia setelah lulus uji Kompetensi”
“Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk
melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan
profesi.
Analisa:
Hal ini berarti ada 2 sertifikat yaitu sertifikat kompetensi dan
sertifikat profesi. Berbeda dalam PP 51 tahun 2009 pasal 37
dan permenkes 889 tahun 2011, istilah yang dikenal adalah
sertifikat kompetensi profesi.Sekarang terpisah, ada sertifikat
kompetensi dan ada sertifikat profesi.
PASAL 1 AYAT 10
“Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga
Kesehatan yang telah diregistrasi.
Analisa:
Sementara STR Bidan masih dikeluarkan oleh MTKI
PASAL 1 AYAT 15
“Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan
tugas secara independen yang terdiri atas konsil masing-masing tenaga
kesehatan.”
Analisa:
KTKI nantinya akan menggantikan MTKI. Konsil masing-masing tenaga
kesehatan sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, terdiri atas: a.
Konsil Keperawatan; b. Konsil Kefarmasian; dan c. Konsil Gabungan Tenaga
Kesehatan. Dijelaskan dalam Perpres ini, Konsil Keperawatan menaungi
berbagai jenis perawat. Sementara Konsil Kefarmasian menaungi apoteker
dan tenaga teknis kefarmasian, dan Konsil Gabungan Tenaga Kesehatan
menaungi semua jenis Tenaga Kesehatan selain yang tergabung dalam
Konsil Keperawatan maupun Konsil Kefarmasian. Hal ini Diatur pada
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia.
Pembentukan MTKI dilakukan maksimal 1 tahun setelah perpres ini dibuat,
Anggota Komite Farmasi Nasional dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan diangkatnya anggota konsil
masing-masing tenaga kesehatan.
TAHAPAN MENJALANKAN PRAKTIK NAKES:

SIP
STR
Mengiku
ti Uji
Menda Kompete
nsi
Pendidikan patkan
Ijazah
Tinggi
bidang
kesehatan
Pada bab ini diatur bagaimana tanggung jawab dan
wewenang pemerintah dan pemetintah daerah dalam
pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan
peningkatan mutu Tenaga Kesehatan; perencanaan,
pengadaan, dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan
sesuai dengan kebutuhan; dan pelindungan kepada
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik.
Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas: Tenaga Kesehatan; dan
Asisten Tenaga Kesehatan. Pendidikan minimal untuk tenaga
kesehatan minimal DIII kecuali tenaga medis, sedangkan untuk
asisten tenaga kesehatan adalah nakes yang pendidikannya
dibawah DIII dengan kualifikasi minimum pendidikan
menengah pertama.
Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam: tenaga medis;
tenaga psikologi klinis; tenaga keperawatan; tenaga kebidanan;
tenaga kefarmasian; tenaga kesehatan masyarakat; tenaga
kesehatan lingkungan; tenaga gizi; tenaga keterapian fisik;
tenaga keteknisian medis; tenaga teknik biomedika; tenaga
kesehatan tradisional; dan tenaga kesehatan lain.
Dalam PERENCANAAN tenaga kesehatan menteri
memperhatikan faktor: Jenis, kualifikasi, jumlah,
pengadaan, dan distribusi Tenaga Kesehatan,
penyelenggaraan Upaya Kesehatan, ketersediaan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, kemampuan pembiayaan, kondisi
geografis dan sosial budaya dan kebutuhan masyarakat.
Dalam PENGADAAN disesuaikan dengan perencanaan dan
pendayagunaan tenaga kesehatan dengan memperhatikan
keseimbangan kebutuhan tenaga kesehatan, pemberdayaan
tenaga kesehatan harus dilakukan melalui pendidikan tinggi
bidang kesehatan yang terstandar secara nasional. Guna
meningkatkan kualitas tenaga kesehatan, Penyelenggaraan
Pendidikan tinggi bidang kesehatan harus berdasarkan izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Danpenyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan yang
disesuaikan dengan kuota nasional akan meminimalkan
tingkat pengangguran pra pendidikan.
Bila merujuk dari kesepakatan Kemristekdikti, BPPSDM Kemkes, Asosiasi Institusi
Pendidikan Kebidanan Indonesia (AIPKIND), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) bahwa
untuk pendidikan bidan di Indonesia:
1.Merujuk pada Surat Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaaan No.257/B/TU/2017
dan Surat Kepala Badan PPSDM Kemkes No. TU.05.01/III.3/03655/2016, mulai
tahun 2017 tidak ada penerimaan mahasiswa baru untuk prodi DIV Kebidanan.
Selanjutnya perlu dilakukan percepatan untuk pemenuhan 39 prodi DIV Kebidanan
menjadi prodi profesi bidan (saat ini ada 3 prodi profesi bidan yang telah
mendapatkan izin penyelenggaraan dari Kemristekdikti).
2.Program profesi bidan dapat ditempuh setelah melalui program vokasi (DIV) atau
akademik (S1). Percepatan pemenuhan capaian pembelajaran lulusan program DIII
menjadi DIV Kebidanan dapat melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau sesuai
Permenristekdikti No.26/2016.
3.Apabila mahasiswa tidak menyelesaikan hingga tahap profesi (exit pada DIV atau
S1 Kebidanan), lulusan tidak bisa mendapatkan STR profesi bidan.
4.Perlu penataan capaian pembelajaran program DIV dan S1 Kebidanan yang siap
untuk melanjutkan program profesi bidan.
5.Program studi DIV Kebidanan yang terakreditasi C diarahkan untuk memperkuat prodi
DIII Kebidanan, dengan pengalihan homebased dosen D IV ke D III Kebidanan
(pengaturan pada PD-Dikti).
PENDAYAGUNAAN tenaga kesehatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan pengembangan.
S E P E R T I A N A L I S A PA D A
PA S A L 1 AYAT 1 5
Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR. , STR
dikeluarkan oleh konsil kesehatan dengan persyaratan tersebut yang telah
disepakati yang sementara ini masih dikeluarkan oleh MTKI.
Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan
kesehatan wajib memiliki izin, izin yang dimaksud dalam SIP. SIP diberikan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/ kota tempat Tenaga Kesehatan
menjalankan praktiknya. Dengan syarat STR yang masih berlaku dan
Rekomendasi organisasi politik .
Selama tenaga kesehatan menjalakan praktik akan Pembinaan praktik agar
tercipta praktik tenaga kesehatan yang ber mutu dan pelindungan kepada
masyarakat hal ini oleh Menteri bersama-sama dengan Pemerintah Daerah,
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan, dan Organisasi Profesi sesuai
dengan kewenangannya
Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan praktik,
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa,
dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga Kesehatan.
Tenaga Kesehatan harus membentuk Organisasi Profesi
sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan. Setiap
jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1
(satu) Organisasi Profesi
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA INDONESIA LULUSAN LUAR NEGERI
YANG AKAN MELAKUKAN PRAKTIK DI INDONESIA HARUS MENGIKUTI :

memiliki SIP
evaluasi memperoleh
(jika ingin
kompetensi STR
praktik)
Fasilitas pelayanan kesehatan dapat mendayagunakan. Tenaga
kesehatan warga negara asing sesuai dengan persyaratan.
Pendayagunaan tenaga kesehatan warga negara asing dilakukan
dengan mempertimbangkan: alih teknologi dan ilmu
pengetahuan; dan ketersediaan tenaga kesehatan setempat.
Prosesnya sebagai berikut:

memperoleh memiliki SIP


evaluasi
STR (jika ingin
kompetensi
sementara praktik)
HAK DAN KEWAJIBAN NAKES TELAH
JELAS DISETKAN PADA PASAL 57, 58,
DAN 59 UU NO 36 TAHUN 2014
Tenaga kesehatan harus bertanggung jawab terhadap profesinya, Dalam
menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan
langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan
upaya terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan Kesehatan dengan
tidak menjanjikan hasil
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai
dengan kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya.
Jenis Tenaga Kesehatan tertentu yang memiliki lebih dari satu jenjang
pendidikan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan Iingkup dan
tingkat Kompetensi. Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat
memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan dilarang melakukan praktik
seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerim
pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis. Dalam melakukan
pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat menerima
pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker.

Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk


mematuhi Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar
Prosedur Operasional.
Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi untuk masing masing jenis
Tenaga Kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi bidang kesehatan
dan disahkan oleh Menteri.
Standar Pelayanan Profesi yang berlaku universal ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Standar Prosedur Operasional ditetapkan oleh Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik dapat menggunakan
tehnologi kesehatan dan penelitian serta pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bahwa tehnologi kesehatan adalah segala bentuk alat atau metode
yang ditujukan untuk membantu menegakkan diagnose,
pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan
manusia. Kemudian untuk Contoh tehnologi kesehatan dalam
bidang kebidanan untuk mendukung pembangunan kesehatan
antara lain : test pack kehamilan, Foto therapy, fetal Doppler,
breast pump, Umbilical cord clem nylon, MOM (Mobile Obstetrik
Monitoring), dan simpus KIA dll.
Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang
dilakukan oleh Tenaga kesehatan harus mendapatkan
persetujuan.
Persetujuan diberikan setelah mendapat penjelasan secara
cukup dan patut. Meliputi: Tata cara tindakan pelayanan,
Tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan, Alternative
tindakan lain, Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
dan Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Persetujuan diberikan, baik secara tertulis maupun lisan.
Persetujuan tindakan beresiko harus dengan persetuan
tertulis
UU ini menunjukkan semakin terbuka luas peluang bagi pasien
untuk mendapatkan informasi medis yang sejelas-jelasnya
tentang penyakitnya dan sekaligus mempertegas kewajiban
seorang tenaga kesehatan untuk memberikan informasi
medis yang benar, akurat dan berimbang tentang rencana
sebuah tindakan medic yang akan dilakukan, pengobatan
maupun perawatan yang akan diterima oleh pasien. Karena
pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan
dilakukan terhadapa dirinya dengan segala resikonya, maka
inform consent merupakan syarat dan hak pasien yang harus
dipenuhi sebelum dirinya menjalani suatu upaya medis yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap dirinya.
dalam memberikan pelayanan kesehatan jika tenaga kesehatan
melanggar hak asasi manusia akan dijatuhkan sanksi diantaranya
ada Hukum Perdata yaitu suatu tindakan medis yang dilakukan
oleh pelaksana jasa medis(bidan) tanpa adanya persetujuan dari
pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien
dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan,
maka bidan sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena
pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga tenaga
kesehatan(bidan) harus menghormatinya.
Pada pasal 70 tentang rekam medik sesuai juga Peraturan
Menteri Kesehatan no. 269 Tahun 2008 tentang Rekam
Medis yang menyebutkan bahwa meskipun informasi
tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga
kerahasiaannya oleh klinisi, petugas pengelola dan
pimpinan sarana kesehatan, namun informasi ini dapat
dibuka antara lain untuk memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum atas perintah pengadilan dan memenuhi
permintaan institusi/lembaga sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Permintaan tersebut harus
disampaikan secara tertulis kepada pimpinan RS.
Saat ini tenaga kesehatan harus memiliki STR dan SIP
(bagi yang menjalankan praktik)
Pada tahun 2020 Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan
di bawah Diploma Tiga sudah tidak mendapatkan
kewenangan untuk praktik sebagai tenaga kesehatan.
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia dan Komite
Farmasi Nasional sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan tetap melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai terbentuknya
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
U U I N I B E R L A K U D A R I TA H U N 2 0 1 4
HINGGA SEKARANG
TERIMAKASIH


You might also like