You are on page 1of 27

NAMA KELOMPOK 5

Agstri Dwi Marsela G2A016088


Endah Titis Ningrum G2A016089
Hanifah Sahar Alafra G2A016090
Eka Sarima Hardiani G2A016092
Yoga Angga T. G2A016093
Fitrian Dewi W. G2A016094
Khairisa Islamiati U. G2A016095
Deddy Ramadhan G2A016098
Hipoglikemia
MENURUT MCNAUGHTON (2011) HIPOGLIKEMIA MERUPAKAN SUATU
KEGAGALAN DALAM MENCAPAI BATAS NORMAL KADAR GLUKOSA DARAH
DIBAWAH NORMAL YAITU <60 MG/DL.
HIPOGLIKEMIA ADALAH SUATU KEADAAN ABNORMAL, DIMANA KADAR
GLUKOSA DALAM DARAH <50/60 MG/DL (STANDARDS OF MEDICAL CARE IN
DIABETES, 2009; CRYER, 2005; SMELTZER& BARE,2003)

JADI KESIMPULANNYA, HIPOGLIKEMIA DIDEFINISIKAN SEBAGAI KEADAAN


DI MANA KADAR GLUKOSA PLASMA LEBIH RENDAH DARI 45 MG/DL– 50
MG/DL.
Prevalensi Hipoglikemia
 Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1 dengan angka kejadian 10-
30% psien per tahun dengan angka kematian 3-4% (Goldman and Shcafer
2012). Sedangkan DM tipe 2 angka kejadiannya 1,2% pasien per tahun.(Berber
et al 2013).
Etiologi
Dosis pemberian insulin yang kurang tepat, kurangnya asupan karbohidrat karena menunda atau
melewatkan makan, konsumsi alkohol, peningkatan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau
penurunan berat badan (Kedia, 2011).
Menurut Sabatine (2006) Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non Diabetes
dengan etiologi sebagai berikut :
 Pada Diabetes
1. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes
untuk menurunkan kadar gula darahnya (Overdose insulin)
2. Asupan makan yang lebih dari kurang (tertunda atau lupa, terlalu sedikit, output yang
berlebihan seperti adanya gejala muntah dan diare, serta diet yang berlebih).
3. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal (mis. Hipotiroid)
4. Aktivitas berlebih
5. Gagal ginjal
 Pada Non Diabetes
1. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati
2. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pancreas
3. Paska aktivitas
4. Konsumsi makanan yang sedikit kalori
5. Konsumsi alcohol
6. Paska melahirkan
7. Post gastrectomy
8. Penggunaan obat dalam jumlah yang berlebih (mis. Salisilat, sulfonamide)
 Faktor Resiko Hipoglikemia
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia pada penderita
diabetes (kedia 2011) yaitu :
1. Gangguan kesadaran hipoglikemi, merupakan faktor resiko utama, ketidaksadarantersebut
berarti ada ketidakmampuan untuk mendeteksi terjadinya hipoglikemia dan akibatnya,
indivdu cenderung kurang untuk memulai tindakan korektif cepat dan lebih cenderung
menderita episode parah.
2. Usia muda, karena kesadaran tentang tanda-tanda dan gejala yang lebih rendah
Klasifikasi
Hipoglikemia
Hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) dan Thompson (2011) diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL.
 Terjadi jika kadar glukosa darah menurun dan sistem saraf simpatik akan terangsang,
pelimpahan adrenalin ke darah menyebabkan gejala : tumor, kegelisahan, rasa lapar, dll.
2. Sedang (glukosa darah <50 mg/dL.
 Penurunan kadar glukosa dapat menyebakan sel2 otak tidak memperoleh bahan bakar untuk
bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi sistem saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan daya ingat, penglihatan ganda, peasaan ingin
pingsan.
3. Berat (glukosa darah < 35 mg/dL)
 Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain
untuk mengatasi hipoglikemia. Gejalanya : serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan
kehilangan kesadaran.
Patofisiologi
Menurut (Smeltzer & Bare, 2001)
Normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 60-120 mg/dl. agar dapat memberi sumber
energi bagi metabolisme sel. Pemasukan glukosa dari berbagai sumber seperti : pemasukan
makanan, pemecahan glikogen, glukoneogenesis memacu terjadinya respon insulin. Orang sehat
akan segera memproduksi Hormon insulin untuk menurunkan kembali kadar gula darah ke level
yang normal.
Pada orang Diabetes Melitus, terjadi defisiensi Insulin, sehingga Glukosa tidak bisa dimanfaatkan
oleh sel dan hanya beredar di pembuluh darah sehingga menimbulkan Hiperglikemia. Untuk
menurunkan kadar gula darah biasanya diberikan Insulin, namun karena dosis yang kurang tepat
bisa menimbulkan penurunan glukosa darah yang cepat.
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula, di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali, kedua factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium
dan kalium). Diuresis osmotic yang di tandai oleh urinaria berlebihan
(poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
penderita ketoasidosis diabetic yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter
air dan sampai 400 hingga mEq natrium, kalium serta klorida selama periode
waktu 24 jam.
Manifestasi klinik
Menurut Setyohadi (2012) respon terhadap penurunan kadar gula darah
(hipoglikemia) terdiri dari 2 fase, yaitu:
1. Fase 1 Adrenergik, gejala-gejala akibat aktivasi pusat autonom di
hipotalamus sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini
merupakan peringatan karena pada saat itu pasien masih sadar
sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi
hipoglikemi lanjut.Dengan gejala palpitasi, iritabile, kelemahan
umum, dilatasi pupil, pucart, keringat dingin.
2. Fase 2 Neuroglikopenia, gejala-gejala yang terjadi asebagai akibat
dari tidak adekwatnya suplay gula darah ke jaringan saraf, yaitu sakit
kepala, gelisah, tidak mampu konsentrasi, bicara tidak jelas,
gangguan penglihatan, kejang, coma. Hal ini sering tampak pada
kadar glukosa darah dibawah 45 – 50 mg/dl.
Penatalaksanaan
Menurut (Baughman, Diane C, 2000)
1. Anjurkan yang lazim adalah pemberian gula per oral 10-15 g: (a) 2-4 preparat yang dijual
bebas; (b) 130-180 cc jus buah atau soda reguler; (c) lifesaver atau gula-gula keras; (d) 2-3
sdt gula atau madu
2. Hindari penambahan gula dalam jus, bahkan jus yang tidakdimaniskan sekali pun, yang
meningkatkan tajam kada glukosa dan pasien dapat mengalami hiperglikemia nantinya.
3. Ulangi pengobatan jikagejala menetaplebih dari 10-15 menit.
4. Berikan makanan kecil yang mengandung protein dan zat tepung ( susuatau keju dan
kakers)setelah gejala menghilang.
5. Anjurkan untuk pasien diabetik untuk slalu membawa gula dalam bentuk sederhana
sepanjang waktu.
6. Jangan anjurkan makan makanan penutup tinggi kalori, tinggi lemak, untuk mengatasi
hiperglikemia. Kandungan kandungan tinggi lemat dapat melambatkan penyerapan
glukosa.
Penatalaksanaan
Hipoglikemia berat sbb :
1. Glukagon 1 mg subkutan atau intramuskular untuk pasien yang tidak mampu menelan
menelan, menolak pengobatan. Mungkin membutuhkan waktu 20 menit untuk memulihkan
kesadaran. Berikan gula sederhana disertai makan kecil jika sudah sadar.
2. Instruksikan pasien untuk mengingatkan dokter setelah mengalami hipoglikemia berat.
3. Diberikan dekstrosa 50% dalam air 25-50 ml (“D-50”) melalui intravena untuk pasien yang
tidak sadar atau tidak mampu menelan dalam lingkungan rumah sakit.
Pada hipoglikemia berat, membutuhkan bantuan eksternal (obat)
(Smeltzer, 2013):

1. Dekstrosa
 Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosaoral karena
pingsan, kejang, atauperubahan status mental. Pada keadaan darurat
dapat pemberian dekstorsa dalam air pada konsentrasi 50% adalah
dosis biasanya diberikan kepada orang dewasa, sedangkan
konsentrasi 25% biasanya diberikan kepada anak – anak.
2. Glukagon
 Sebagai hormon kontra – regulasi utama terhadap insulin, glukagon
adalah pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk
hipoglikemia berat. Tidak seperti dekstrosa, yang harus diberikan
secara IV dengan perawatan kesehatan yang berkualitas profesional,
glukagon dapat diberikan oleh subcutan atau intramuskular.
Pengkajian fokus (Carpenito,
2007)
1. Pengkajian Primer (Primary Survey)

Pemeriksaan fisik berdasarkan prinsip ABCD


a) A (Airway)
 Jalan nafas lancar tidak terdapat sumbatan
b) B (Breathing)
 Kaji pernafasan klien dengan cara Look, Listen and Feel
- Look : terjadi pergerakan naik turun di dada
- Listen : tidak terdengar suara nafas tambahan
- Feel : hembusan nafas klien terasa
c) C (Circulation)
 Detak jantung meningkat serta akral dingin dan pucat
d) D (Disability
Kesadaran menurun dan pasien sempat pingsan karena otak kekurangan suplai glukosa. Untuk
menilai kesadaran kita juga dapat menggunakan metode AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unresponsive) dengan cara :
-A : Korban sadar
-V : pasien merespon
- P : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan
bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat juga dengan menekan
bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
-U : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi
- maka, pasien berada dalam keadaan unresponsive
- E (Exposure)
 Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh, hipoglikemia lebih sering
terjadi pada klien dengan riwayat diabetes mellitus kita harus mengkaji apakah ada
luka/infeksi pada tubuh klien
Pemeriksaan fisik Review of System (ROS) sbb :
a. a. Pernafasan (B1)
b. b. Kardiovaskuler (B2)
c. Palpitasi, Akral dingin dan pucat, berkeringat meski suhu normal
d. c. Persyarafan (B3)
e. Pusing, penglihatan kabur, parestesia bibir dan jari, kejang, penurunan
kesadaran-koma
f. d. Perkemihan (B4)
g. Poliuria pada kasus hipoglikemi akibat diabetes mellitus
h. e. Pencernaan (B5)
i. Rasa lapar timbul akibat efek pelepasan epinefrin(adrenalin)
j. f. Muskuloskeletal dan integument (B6)
k. Kelemahan dan mudah capek saat melakukan aktivitas
Diagnosa Keperawatan

a. Intoleransi Aktivitas b.d kurangnya suplai O2 ke kortek serebri ditandai dengan


kelemahan.
b. Resiko Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d peningkatan hormon adrenal
ditandai dengan banyaknya keringat.
c. Penurunan Curah Jantung b.d respon vegetative otak.
Fokus Intervensi dan
Rasional
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)
a. Intoleransi Aktivitas b.d kurangnya suplai O2 ke kortek serebri ditandai dengan
kelemahan.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria Hasil :
 Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%).
 TTV dalam batas normal.
 Tidak nampak kelelahan.
 Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal.
 Tidak ada penurunan nafsu makan.
Intervensi Rasional

 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan , monitoring program o Mengkaji setiap aspek klien terhadap terapi latihan yang direncanakan.
aktivitasi klien. o Aktivitas yang teralau berat dan tidak sesuai dengan kondisi klian dapat
 Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi. memperburuk toleransi terhadap latihan.
 Bantu klien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara teratur. o Melatih kekuatan dan irama jantung selama aktivitas.
 Monitor status emosional, fisikdan social serta spiritual klien terhadap o Mengetahui setiap perkembangan yang muncul segera setelah terapi
latihan/aktivitas. aktivitas.
 Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas yang cukup berat seperti berjalan jauh, o Mencegah timbulnya sesak akibat aktivitas fisik yang terlalu berat.
berlari, mengangkat beban berat, dll. o Memfasilitasi waktu istirahat klien untuk memperbaiki kondisi klien.
 Batasi jumlah pengunjung.
b. Resiko Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d peningkatan hormon adrenal ditandai dengan
banyaknya keringat.
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi/seimbang.
Kriteria Hasil :
 Turgor kulit elastic ( skala 5 )
 Intake dan output cairan seimbang ( skala 5 )
 Membrane mucus lembab ( skala 5 )
 TTV Normal.
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi
Intervensi Rasional

 Identifikasi kemungkinan o Mengetahui penyebab untuk


penyebab ketidak seimbangan menentukan intervensi penyelesaian
elektrolit o Mengetahui keadaan umum pasien.
 Monitor adany a kehilangan o Evaluasi intervensi
cairan dan elektrolit o Mengetahui keadaan umum pasien
 Monitor keakuratan intake dan o rehidrasi optimal
output cairan o mengurangi risiko kekurangan
 Monitor vital signs volume cairan semakin bertambah
 Monitor pemberian terapi IV
 Monitor adanya mual, muntah
dan diare
C. Penurunan Curah Jantung b.d respon vegetative otak.
Tujuan : menunjukkan curah jantung yang memuaskan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
 TTV ( TD 120/80 mmHg, Nadi 60-100 x/menit ) dalam batas normal.
 Kesadaran Composmentis.
 CRT < 2 detik.
 Sp O2 95-100 %
Intervensi Rasional

 Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan o Agar pasien lebih kooperatif
 Berikan waktu istirahat yang cukup/adekuat. o Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hypertensi
 Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi o Pembatasan ini dapat menangani retensi cairan dengan respon hypertensive, dengan demikian menurunkan
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuretic beban kerja jantung
 Observasi: Nadi ( irama, frekuensi ), Tekanan Darah. o Diuretik meningkatkan aliran urine dan menghalangi reabsorsi dari sodium/klorida didalam tubulus ginjal.
o Tachycardia merupakan tanda kompensasi jantung terhadap penurunan kontraktilitas jantung. Mengetahui
fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
Pengakajian Berdasarkan
Fokus
 Pengakajian Berdasarkan Fokus

 Anamnesa
1. Identitas
 Nama : Tn. N
 Umur : 40 tahun
 Jenis kelamin : laki-laki
2. Keluhan Utama
 pasien mengeluh pusing, pandangan kabur, badan dingin dan sering pingsan
3. Riwayat penyakit saat ini
 Pasien dibawa ke UGD lalu diberikan tindakan GDS
4. Riwayat penyakit dahulu
 Diabetes Mielitus
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual
 Pasien merasa lelah karena sebelum makan harus disunti insulin

 Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan GDS diperoleh hasil 40 mg/dl

 Pathways secara kasus


 Diagnosa Keperawatan
a) Intoleransi Aktivitas b.d kurangnya suplai O2 ke kortek serebri ditandai
dengan kelemahan
Intervensi dan Rasional
Intoleransi Aktivitas b.d kurangnya suplai O2 ke kortek serebri ditandai dengan kelemahan.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria Hasil :
 Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%).
Intervensi Rasional
 TTV dalam batas normal.  Kolaborasi dengan tim kesehatan o Mengkaji setiap aspek klien
lain untuk merencanakan , terhadap terapi latihan yang
 Tidak nampak kelelahan. monitoring program aktivitasi klien. direncanakan.
 Bantu klien memilih aktivitas yang o Aktivitas yang teralau berat dan
 Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal.
sesuai dengan kondisi. tidak sesuai dengan kondisi klian

 Tidak ada penurunan nafsu makan.  Bantu klien untuk melakukan dapat memperburuk toleransi
aktivitas/latihan fisik secara teratur. terhadap latihan.
 Monitor status emosional, fisikdan o Melatih kekuatan dan irama
social serta spiritual klien terhadap jantung selama aktivitas.
latihan/aktivitas. o Mengetahui setiap perkembangan
 Anjurkan klien untuk membatasi yang muncul segera setelah terapi
aktivitas yang cukup berat seperti aktivitas.
berjalan jauh, berlari, mengangkat o Mencegah timbulnya sesak akibat
beban berat, dll. aktivitas fisik yang terlalu berat.
 Batasi jumlah pengunjung. o Memfasilitasi waktu istirahat klien
untuk memperbaiki kondisi klien.

You might also like