You are on page 1of 57

PEDOMAN KONSELING

PELAYANAN KEFARMASIAN
DI SARANA KESEHATAN
Konseling berasal dari kata counsel yang artinya
memberikan saran, melakukan diskusi dan pertukaran
pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan
berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan
seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan
dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh
keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah.
Konseling obat sebagai salah satu metode edukasi
pengobatan secara tatap muka atau wawancara, merupakan
salah satu bentuk pelayanan kefarmasian dalam usaha untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam
penggunaan obat.
Konseling wajib dilakukan untuk pasien-pasien geriatri,
pediatri dan pasien-pasien yang baru pulang dari rumah sakit
serta pasien-pasien yang menggunakan obat dalam jangka
waktu lama terutama dalam penggunaan obat-obat tertentu
seperti obat-obat cardiovasculer, diabetes, TBC, asthma, dan
oba-tobat untuk penyakit kronis lainnya.
Konseling obat diharapkan tidak hanya memberikan
informasi tentang obat tetapi sekaligus memberikan
pendidikan dan pemahaman tentang pengobatannya dan
memastikan bahwa pasien dapat menggunakan obat dengan
benar.
Pengertian
 Konseling obat : Kegiatan aktif apoteker dalam
memberikan penjelasan kepada pasien tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan obat dan proses pengobatan
 Pelayanan Informasi Obat : Kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen,
akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien,
masyarakat maupun pihak yang memerlukan di rumah sakit.
 Penggunaan Obat Rasional : Penggunaan obat yang
menganut pada tepat obat, tepat indikasi, tepat pasien, tepat
waktu dan waspada terhadap efek samping
 Penggunaan Obat yang salah (drug misuse) :
Kesalahan penggunaan obat oleh pasien yang disebabkan
karena ketidaktahuan pasien dalam penggunaan obat yang
benar. Penggunaan obat yang salah dapat berupa kesalahan
dalam waktu pemberian, kesalahan dalam cara memberikan,
terjadinya interaksi antara obat dan makanan ataupun obat
dengan obat.
 Pharmaceutical Care (Pelayanan
Kefarmasian): Bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
 Compliance (Kepatuhan) : Kepatuhan pasien dalam
mengikuti terapi obat yang diberikan, baik berupa kepatuhan
jadwal minum obat maupun cara penggunaan yang benar
 Drug Related Problem ( DRP ): Masalah terkait obat
adalah segala permasalahan yang berhubungan dengan
penggunaan obat yang menyebabkan menurunnya adherence.
 Swamedikasi : Pengobatan yang dilakukan pasien sendiri
tanpa berkonsultasi dengan dokter, penggunaan obat-obatan
tanpa resep dokter
 Adherence : Keterlibatan penuh pasien dalam
penyembuhan dirinya baik melalui kepatuhan atas instruksi
yang diberikan untuk terapi, maupun dalam ketaatan
melaksanakan anjuran lain dalam mendukung terapi.
Tujuan Konseling
Tujuan Umum
 Meningkatkan keberhasilan terapi
 Memaksimalkan efek terapi
 Meminimalkan resiko efek samping
 Meningkatkan cost effectiveness
 Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi
Tujuan Khusus :
 Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan
pasien
 Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
 Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya
 Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan
penyakitnya
 Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
 Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem
 Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya
sendiri dalam hal terapi
 Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
 Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien
Manfaat Konseling
1. Bagi pasien
 Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
 Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya
 Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri
 Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu
 Menurunkan kesalahan penggunaan obat
 Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
 Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
 Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan
2.Bagi Apoteker
 Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan
kesehatan.
 Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai
tanggung jawab profesi apoteker.
 Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena kesalahan
penggunaan obat ( Medication error )
 Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga
menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.
SASARAN KONSELING
Pemberian konseling ditujukan baik untuk pasien rawat
jalan maupun pasien rawat inap. Konseling dapat diberikan
kepada pasien langsung atau melalui perantara. Perantara
yang dimaksud disini adalah keluarga pasien, pendamping
pasien, perawat pasien, atau siapa saja yang bertanggung
jawab dalam perawatan pasien. Pemberian konseling melalui
perantara diberikan jika pasien tidak mampu mengenali obat-
obatan dan terapinya, pasien pediatrik, pasien geriatrik.
Konseling Pasien Rawat Jalan
Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat
diberikan pada saat pasien mengambil obat di apotik,
puskesmas dan di sarana kesehatan lain. Kegiatan ini bisa
dilakukan di counter pada saat penyerahan obat tetapi lebih
efektif bila dilakukan di ruang khusus yang disediakan untuk
konseling. Pemilihan tempat konseling tergantung dari
kebutuhan dan tingkat kerahasian / kerumitan akan hal-hal
yang perlu dikonselingkan ke pasien.
Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang :
1. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang.
(Diabetes,TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll )
2. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara
pemakaian yang khusus Misal : suppositoria, enema, inhaler, injeksi insulin dll.
3. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal : insulin dll
4. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit, misalnya :
pemakaian kortikosteroid dengan tapering down.
5. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya : geriatrik,
pediatri.
6. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit (digoxin, phenytoin, dll)
7. Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak (polifarmasi)
Konseling Pasien Rawat Inap
Konseling pada pasien rawat inap, diberikan pada saat
pasien akan melanjutkan terapi dirumah. Pemberian
konseling harus lengkap seperti pemberian konseling pada
rawat jalan, karena setelah pulang dari rumah sakit pasien
harus mengelola sendiri terapi obat dirumah.
Selain pemberian konseling pada saat akan pulang,
konseling pada pasien rawat inap juga diberikan pada kondisi
sebagai berikut :
 Pasien dengan tingkat kepatuhan dalam minum obat rendah.
Kadang-kadang dijumpai pasien yang masih dalam perawatan
tidak meminum obat yang disiapkan pada waktu yang sesuai
atau bahkan tidak diminum sama sekali.
 Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan terapi,
perubahan regimen terapi, maupun perubahan rute
pemberian.
Masalah dalam konseling
Beberapa penyebab dari ketidak patuhan pasien dalam
penggunaan obat dapat disebabkan karena faktor pasien sendiri
maupun faktor-faktor yang lain, yaitu:
1. Faktor Penyakit
a. Keparahan atau stadium penyakit, kadang orang yang merasa
sudah lebih baik kondisinya tidak mau meneruskan pengobatan.
b. Lamanya terapi berlangsung, semakin lama waktu yang
diberikan untuk terapi, tingkat kepatuhan semakin rendah.
2. Faktor Terapi
a. Regimen pengobatan yang kompleks baik jumlah obat
maupun jadwal penggunaan obat.
b. Kesulitan dalam penggunaan obat, misalnya kesulitan
menelan obat karena ukuran tablet yang besar.
c. Efek samping yang ditimbulkan, misalnya : mual,
konstipasi, dll.
d. Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai dengan jadwal
penggunaan obat
3. Faktor Pasien
a. Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan dari
penyakit dan hasil yang didapat jika tidak diobati.
b. Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak begitu
efektif
c. Motivasi ingin sembuh
d. Kepribadian / perilaku, misalnya orang yang terbiasa
hidup teratur dan disiplin akan lebih patuh menjalani terapi
e. Dukungan lingkungan sekitar / keluarga.
f. Sosio-demografi pasien : umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dll
4. Faktor Komunikasi
a. Pengetahuan yang kurang tentang obat dan kesehatan
b. Kurang mendapat instruksi yang jelas tentang
pengobatannya.
c. Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk mengubah gaya
hidupnya.
d. Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan tenaga ahli
kesehatan.
e. Apoteker tidak melibatkan pasien dalam pengambilan
keputusan.
Cara pendekatan dalam meningkatkan kepatuhan
1. Berkomunikasi dengan pasien
2. Informasi yang tepat
3. Strategi untuk mencegah ketidakpatuhan
Berkomunikasi dengan pasien
- Kepuasaan pasien dalam berkomunikasi
- Cara berkomunikasi yang baik menumbuhkan pengertian
betapa pentingnya pengobatan ini
- Berkomunikasi secara alamiah ikut melibatkan pasien
(ikut berpartisipasi) dalam berinteraksi dan keputusan atau
pemecahan masalah dibuat oleh pasien sendiri.
- Komunikasi yang terbuka dan intensif
- Metode dalam berkomunikasi: verbal dan non verbal
Informasi yang tepat
- Informasi berkaitan obat : kebenaran, instruksi yang lengkap
termasuk berapa banyak, kapan, berapa lama penggunaan
obatnya dan bagaimana jika obat lupa diminum.
- Informasi tentang penyakit, kapan dan bagaimana pemakaian
obat akan berguna.
- Informasi tentang efek samping
Strategi untuk mencegah ketidak patuhan
- Apoteker bekerjasama dengan dokter untuk mempermudah
jadwal pengobatan dengan menurunkan jumlah obat,
menurunkan interval dosis perhari dan penyesuaian regimen
dosis untuk penggunaan terbaik pasien sehari-hari.
- Menyediakan alat bantu pengingat dan pengaturan
penggunaan obat, misalnya alarm, chart.
- Mengingatkan pasien dengan telepon atau surat untuk
pembelian (refill) obat kembali.
- Mengembangkan pengertian dan sikap mendukung di pihak
keluarga pasien dalam mengingatkan penggunaan obat.
Metode pemberian motivasi dalam menangani
ketidakpatuhan
1. Jelaskan keuntungan dari penggunaan obat
2. Tingkatkan kewaspadaan pasien dari gejala penyakit yang
diperlihatkan dan membutuhkan pengobatan.
3. Jelaskan bahwa pasien harus dapat mengevalusai dirinya
sendiri
4. Bantu pasien untuk mengembangkan kepercayaan dirinya
Strategi komunikasi yang dapat dipakai oleh
apoteker dalam melaksanakan
konseling adalah sebagai berikut :
 Membantu dengan cara bersahabat :
Pasien yang pasif akan mempersulit apoteker untuk
membuat kesepakatan dan memberikan bantuan pengobatan.
Sangat penting bagi apoteker untuk menciptakan suasana yang
bersahabat dengan pasien, ini akan mempengaruhi suasana hati
pasien dan pasien menjadi percaya kepada apoteker. Apoteker
dapat memulai konseling dengan menyapa pasien dengan namanya,
memperkenalkan diri, memberikan sedikit waktu untuk
pembicaraan umum sebelum memulai pembicaraan tentang
pengobatan. Selama konseling berlangsung maka apoteker harus
mendengarkan dengan sungguh-sungguh setiap perkataan pasien.
Selain itu apoteker juga harus memperhatikan bahasa tubuhnya
agar pasien merasa lebih dihargai.
 Menunjukkan rasa empati pada pasien
Sangat penting adanya perasaan empati pada pasien
selama sesi konseling dilakukan. Ketika apoteker
menunjukkan rasa empati maka pasien akan merasa apoteker
peduli kepadanya. Penting bagi apoteker untuk tahu tentang
kebutuhan pasien, ketertarikan pasien, motivasi, tingkat
pendidikan agar dapat disesuaikan dengan informasi yang
akan diberikan oleh apoteker. Menunjukkan rasa empati
berarti bahwa komunikasi berjalan dengan baik.
 Kemampuan nonverbal dalam berkomunikasi
Ada beberapa kemampuan nonverbal yang sangat membantu keberhasilan konseling antara
apoteker dan pasien, yaitu :
1. Senyum dan wajah yang bersahabat, apoteker harus menunjukan perasaan yang bahagia saat akan
melakukan konseling, karena ekspresi wajah apoteker akan mempengaruhi suasana hati pasien.
2. Kontak mata, kontak mata langsung boleh terjadi 50% sampai 75% selama sesi konseling.
3. Gerakan tubuh, harus dilakukan seefektif mungkin. Jika terlalu berlebihan kadang akan
mempengaruhi mood pasien. Sentuhan pada pasien juga kadang dibutuhkan untuk membuatnya
merasa tenang.
4. Jarak antara apoteker dan pasien, jarak yang terlalu jauh membuat komunikasi menjadi tidak
efektif, begitu juga dengan jarak yang terlalu dekat. Sehinggga posisi dan jarak duduk antara
apoteker dan pasien diatur agar pasien merasa nyaman.
5. Intonasi Suara, selama komunikasi berlangsung intonasi suara apoteker harus diperhatikan. Suara
yang terlalu pelan atau keras membuat komunikasi menjadi tidak efektif. Begitu juga dengan
penekanan-penekanan kalimat yang dilakukan.
6. Penampilan apoteker yang bersih dan rapih membuat pasien merasa lebih nyaman.
PROSES KONSELING
 Penentuan Prioritas Pasien
Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian sehari-hari, pemberian konseling
tidak dapat diberikan pada semua pasien mengingat waktu pemberian konseling
yang cukup lama. Oleh sebab itu diperlukan seleksi pasien yang perlu diberikan
konseling. Seleksi pasien dilakukan dengan penentuan prioritas pasien-pasien yang
dianggap perlu mendapatkan konseling. Prioritas pasien yang perlu mendapat
konseling :
- Pasien dengan populasi khusus ( pasien geriatri, pasien pediatri, dll)
- Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, Epilepsi, diabetes, dll)
- Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
- (Penggunaan kortikosteroid dengan ”tappering down” atau ”tappering off ” )
- Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit (digoxin,
phenytoin, dll )
- Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah.
 Persiapan Dalam Melakukan Konseling
Untuk menerapkan suatu konseling yang baik maka Apoteker
harus memiliki persiapan. Apoteker sebaiknya melihat dahulu
data rekam medik pasien. Ini penting agar apoteker dapat
mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi seperti
interaksi obat maupun kemungkinanan alergi pada obat-
obatan tertentu. Selain itu apoteker juga harus
mempersiapkan diri dengan informasi – informasi terbaru
yan berhubungan dengan pengobatan yang diterima oleh
pasien.
 Pertanyaan Dalam Konseling
Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor yang penting
dalam mewujudkan keberhasilan komunikasi. Pertanyaan
yang digunakan sebaiknya adalah open-ended questions.
Dengan pertanyaan model ini memungkinkan apoteker
memperoleh beberapa informasi yang dibutuhkan dari satu
pertanyaan saja. Pertanyaan dengan jawaban ”ya” atau ”tidak",
sebaiknya dihindari. Begitu juga dengan pertanyaan yang
berasal dari pendapat Apoteker. Open-ended questions akan
menghasilkan respon yang memuaskan sebab pertanyaan ini
akan memberikan informasi yang maksimal. Kata tanya
sebaiknya dimulai dengan ”bagaimana” atau ”mengapa”.
 Tahapan Konseling
1. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat menciptakan
hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan
informasi kepada Apoteker. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih
dahulu sebelum memulai sesi konseling. Selain itu apoteker harus mengetahui
identitas pasien (terutama nama) sehingga pasien merasa lebih dihargai.
Hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat menghasilkan
pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker dapat memberikan
pendapat tentang cuaca hari ini maupun bertanya tentang keluarga pasien.
Apoteker harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling serta
memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan berlangsung. Jika
pasien terlihat keberatan dengan lamanya waktu pembicaraan, maka apoteker
dapat bertanya apakah konseling boleh dilakukan melalui telepon atau dapat
bertanya alternatif waktu/hari lain untuk melakukan konseling yang efektif.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi
masalah
Pada sesi ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi
dari pasien tentang masalah potensial yang mungkin terjadi
selama pengobatan. Pasien bisa merupakan pasien baru
ataupun pasien yang meneruskan pengobatan.
a. Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus mengumpulkan
informasi dasar tentang pasien dan tentang sejarah
pengobatan yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
b. Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan
Pasien yang sudah pernah mendapatkan konseling
sebelumnya, sehingga Apoteker hanya bertugas untuk
memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi maupun
pengobatan baru yang diterima oleh pasien baik yang
diresepkan maupun yang tidak diresepkan.
c. Mendiskusikan Resep yang baru diterima
 Apoteker harus bertanya apakah pasien pernah menerima pengobatan
sebelumnya. Apoteker harus bertanya pengobatan tersebut diterima pasien dari
mana, apakah dari Apoteker juga, atau dari psikiater dan lain sebagainya. Jika
pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya maka dapat di tanyakan
tentang isi topik konseling yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
 Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang penjelasan apa yang telah
diterima oleh pasien . Ini penting untuk mempersingkat waktu konseling dan
untuk menghindari pasien mendapatkan informasi yang sama yang bisa
membuatnya merasa bosan atau bahkan informasi yang berlawanan yang
membuat pasien bingung. Diskusi ini juga harus dilakukan dengan katakata yang
mudah diterima oleh pasien sesuai denga tingkat sosial - ekonomi pasien.
 Regimen pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna obat dan berapa
lama pengobatan ini akan diterimanya. Pada tahap ini Apoteker juga harus
melihat
 Kesuksesan pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan tentang keadaan yang
akan diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui dengan baik.
d. Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan
 Kegunaan pengobatan, Apoteker diharapkan memberikan
penjelasan tentang guna pengobatan yang diterima oleh pasien
serta bertanya tentang kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh
pasien selama menerima pengobatan.
 Efektifitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas dari
pengobatan yang diterima oleh pasien. Apoteker harus bertanya
pada pasien apakah pengobatan yang diterima telah membantu
keadaan pasien menjadi lebih baik.
 Efek samping pengobatan, Apoteker harus mengetahui dengan
pasti efek samping pengobatan dan kemungkinan terjadinya efek
samping kepada pasien tersebut. Pasien sebaiknya diberitahukan
kemungkinan tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat
melakukan tindakan preventif terhadap keadaan tersebut.
3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan
mempelajarinya.
Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus
didiskusikan dengan pasien. Apoteker juga harus mencatat
terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima
oleh pasien. Baik pasien yang menerima resep yang sama
maupun pasien yang menerima resep baru, keduanya harus
diajak terlibat untuk mempelajari keadaan yang
memungkinkan tercipta masalah. Sehingga masalah terhadap
pengobatan dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang
diperoleh.
Apoteker harus memastikan apakah informasi yang
diberikan selama konseling dapat dipahami dengan baik oleh
pasien dengan cara meminta kembali pasien untuk mengulang
informasi yang sudah diterima. Dengan cara ini pula dapat
diidentifikasi adanya penerimaan informasi yang salah
sehingga dapat dilakukan tindakan pembetulan.
5. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk Apoteker bertanya
kepada pasien apakah ada hal-hal yang masih ingin ditanyakan
maupun yang tidak dimengerti oleh pasien. Mengulang pernyataan
dan mempertegasnya merupakan hal yang sangat penting sebelum
penutupkan sesi diskusi, pesan yang diterima lebih dari satu kali
dan diberi penekanan biasanya akan diingat oleh pasien.
6. Follow-up diskusi
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien mendapatkan
Apoteker yang berbeda pada sesi konseling selanjutnya. Oleh
sebab itu dokumentasi kegiatan konseling perlu dilakukan agar
perkembangan pasien dapat terus dipantau.
Aspek konseling yang harus
disampaikan kepada pasien
1. Deskripsi dan kekuatan obat
Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien
mengenai:
 Bentuk sedian dan cara pemakaiannya
 Nama dan zat aktif yang terkandung didalamnya
 Kekuatan obat (mg/g)
2. Jadwal dan cara penggunaan
Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus
seperti ”minum obat sebelum makan”, ”jangan diminum
bersama susu” dan lain sebagainya. Kepatuhan pasien
tergantung pada pemahaman dan perilaku sosial ekomoninya.
3. Mekanisme kerja obat
Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit/gejala
yang sedang diobati sehingga Apoteker dapat memilih
mekanisme mana yang harus dijelaskan, ini disebabkan karena
banyak obat yang multi-indikasi. Penjelasan harus sederhana
dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien
4. Dampak gaya hidup
Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah
gaya hidup. Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan
pada pasien mengenai manfaat perubahan gaya hidup untuk
meningkatkan kepatuhan pasien.
5. Penyimpanan
Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat
terutama obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar,
adanya cahaya dan lain sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya
jauh dari jangkauan anak-anak.
6. Efek potensial yang tidak diinginkan
Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya
toksisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan
terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin,
yang menyebabkan kekeringan pada mukosa mulut, dan lain
sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan gejala
keracunan.
DOKUMENTASI
Pendokumentasian adalah hal yang perlu dilakukan
dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Pendokumentasian
berguna untuk evaluasi kegiatan dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan.
Dalam pelayanan konseling obat kegiatan pendokumentasian
sangat diperlukan.
Tujuan pendokumentasian pelayanan konseling obat adalah :
1. Mendapatkan data / profil pasien
2. Mengetahui riwayat penyakit pasien
3. Memantau kepatuhan pasien dalam berobat
4. Mengevaluasi pemahaman pasien tentang pengobatan
5. Menyediakan data jika terjadi tuntutan pada kesalahan penggunaan
obat
6. Menyediakan data untuk evaluasi kegiatan kefarmasian.
7. Menyediakan data untuk evaluasi terapi
Pendokumentasian dapat berupa kartu konseling yang
berisi data pasien dan kegiatan konseling yang dilakukan dan
buku besar pencatatan kegiatan untuk mencatat volume
kegiatan. Dalam pendokumentasian perlu dicantumkan
petugas yang melaksanakan konseling.
EVALUASI KEGIATAN PELAYANAN
Bertujuan untuk melihat kapasitas pelayanan dan meningkatkan
kinerja petugas yang memberikan konseling (konselor).
Hal-hal yang didapatkan dalam evaluasi adalah :
a. Kapasitas kegiatan ( jumlah pasien, jumlah kasus, dll )
b. Macam kegiatan konseling ( rujukan dokter, pasien aktif bertanya,
kelompok pasien tertentu, dll )
c. Untuk pengobatan penyakit kronis, perlu dihitung jumlah pasien yang
rutin berobat dan jumlah pasien drop out pengobatan
d. Proses perubahan perilaku pasien sebagai hasil dari konseling
e. Pendapat pasien tentang kegiatan konseling (dlm bentuk kuisioner)
f. Pendapat pasien tentang petugas konseling ( konselor ) / kuisioner
g.Waktu tunggu / lamanya pelayanan konseling
h. Infrastruktur dalam kegiatan konseling (kebijakan, protap, SDM dll)
EVALUASI KEPATUHAN PASIEN DALAM
PENGOBATAN.
Kegiatan ini lebih bersifat pengamatan pada masing-
masing pasien. Dengan mempunyai dokumen yang berisi
riwayat pengobatan pasien, apoteker yang memberikan
konseling dapat melakukan pengamatan apakah pasien patuh
dalam menjalani pengobatan. Apoteker dapat mengambil
tindakan untuk memperbaiki kepatuhan pasien dalam
melaksanakan pengobatan. Kegiatan ini Sangat bermanfaat
pada pengobatan penyakit kronis.
Beberapa pengamatan yang dapat dilakukan adalah :
a. Menghitung waktu pengulangan pemberian / perolehan
obat (refill)
b. Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat
pengulangan pemberian / perolehan obat ( refill )
c. Mewawancara pemahaman pasien tentang cara penggunaan
obat (dosis, cara minum obat, waktu minum obat, dll )
d. Menanyakan kepada pasien apakah gejala penyakit yang
timbul berkurang atau hilang, atau ada perbaikan dari kondisi
sebelumnya.
Hasil evaluasi pada masing-masing pasien dapat
digunakan sebagai data keberhasilan kegiatan konseling obat,
oleh karena itu pada kartu konseling harus memuat data-data
yang dapat dipakai untuk mengukur efektivitas kegiatan
konseling.
 Contoh Kegiatan Konseling
Seorang pasien wanita 21 tahun terdiagnosa menderita infeksi
saluran pernapasan.
Mendapatkan antibiotik cephradine tiga kali sehari selama 7
hari.
Apoteker memberikan konseling pada saat menyerahkan obat
:

You might also like