You are on page 1of 95

GANGGUAN

PERKEMBANGAN DIDAPAT
PADA SISTEM PENCERNAAN
ATAS DAN BAWAH

dr. Budi Pratama Arnofyan, SpB, SpBA


Sub Divisi Bedah Anak – SMF Ilmu Bedah RSMDJ/FK Unand
Traktus gastrointestinal
ESOFAGUS
Atresia Esofagus
Epidemiologi

• Atresia esofagus adalah malformasi bawaan yang umum terjadi.


• dengan angka kejadian berkisar pada 1 dari 2500-3000 kelahiran hidup
• Terjadi 2-3 kali lebih banyak pada kehamilan kembar
• 50 % diantara nya dengan multiple kongenital anomali
Diagnosis

• Diagnosis atresia esofagus bisa diketahui pada masa prenatal dengan


pemeriksaan USG janin setelah minggu ke-18 kehamilan
• dicurigai bila ditemukan adanya gelembung lambung janin yang berukuran kecil
atau tidak ada sama sekali
• Bayi dengan atresia esofagus tidak bisa menelan saliva, sehingga terlihat adanya
saliva yang berlebihan
• Pada bayi baru lahir, dari ibu dengan polihidramnion, harus dilakukan pemasangan
pipa Nasogastrik segera setelah lahir
Diagnosis
• Pada bayi dengan atresia
esofagus, NGT tidak akan bisa
masuk sejauh 9 cm-10 cm
Diagnosis
• Adanya malformasi pada organ-organ yang lain bisa memberikan petunjuk
sebagai kemungkinan penyebab terjadinya atresia esofagus
• VACTERL, yang terdiri dari Vertebral, Anorectal, Cardiac, Tracheoesophageal,
Renal dan Limb.
Klasifikasi
• Klasifikasi paling tua ditemukan oleh Vogt pada tahun 1929
• Kemudian Ladd ( 1944 ) dan Gross (1953) memodifikasi klasifikasi tersebut
Kategorisasi resiko

1962, David Waterston


Group A :
berat lahir > 2,4 kg dan kondisi baik.
Group B :
1. berat lahir 1,8-2,4 kg dan kondisi baik
2. berat lahir > 2,4 kg, pneumonia sedang
dan ada kelainan kongenital.
Group C :
1. berat lahir < 1,8 kg.
2. berat lahir > 1,8 kg, pneumonia berat dan
kelainan kongenital berat.
Tata laksana : referal
Setelah diagnosis tegak, rujuk ke instansi spesialisasi bedah anak
Bayi harus dimasukkan pada inkubator portabel dan tanda –tanda vital selalu
dimonitor
Kateter hisap ukuran 10 F dipasang pada kantung atas esofagus
Bayi preterm dengan distres pernafasan membutuhkan pemasangan pipa
endotracheal dan ventilasi mekanik

Tata laksana : emergensi


• Semua bayi dengan atresia esofagus harus diperiksa Echocardiogram
• Sejak 1964, anjuran ligasi TEF transpleural emergensi menjadi prosedur pilihan
• gastrostomi emergensi untuk mencegah over distensi dan ruptur lambung
• Jejenostomi feeding untuk akses nutrisi enteral, bersamaan dengan gastrostomi
Tata laksana : definitif

• Bayi diletakkan miring pada sisi letak lengkung aortanya, dengan lengan
extensi diatas kepala, terbaring pada telinga
Tata laksana : definitif

• Insisi 1 cm dibawah scapula melengkung • Pemaparan segmen esofagus


sepanjang 5-6 cm • v.azygos adalah struktur pertama yang
• Pendekatan Extrapleura nampak pada mediastinum.
• Esofagus distal terlihat mengembang saat
inspirasi
Tata laksana : definitif

• Esofagus distal dipisahkan, • Jahitan penanda dilakukan pada sisi


sling karet lembut dimasukkan lateral esofagus distal
• Esofagus distal dipisahkan sampai level
TEF, sisi atas dan bawah fistel ditandai
dengan jahitan traksi
Tata laksana : definitif

• Kantung esofagus atas diidentifikasi dengan • Anastomose antara esofagus proximal dan distal
memberi tekanan pada pipa nasoesofageal1. dikerjakan dengan teknik ujung-dengan-ujung,
• Kantung proksimal dimobilisasi untuk dengan jahitan terputus, ketebalan penuh,
mencapai anastomose bebas ketegangan benang halus ukuran 5.0
Tata laksana : post operatif

• Bila anastomosis tegang, bantu dengan muscle relaxant


• Feeding via NGT trans-anastomosis mulai hari kedua
• Evaluasi integritas anastomosis dilakukan dengan kontras larut-air
Komplikasi : Dini
• Kebocoran
angka kejadian 20%, bisa terjadi tension pneumothorax
• Striktur anastomosis
angka kejadian 30%, dilakukan dilatasi dengan endoskopi atau dilatasi balon
• Fistel rekurens
angka kejadian 10%, ditutup dengan jahit primer atau flap dari pericard atau pleura

Komplikasi : Lanjut
• Gastroesofageal reflux
angka kejadia 40 %, terapi dengan medikamentosa atau bedah
• Trakeomalacia
angka kejadian 10%, terapi dengan aortopexy
• Dismotilitas esofagus
angka kejadian 60%, terjadi karena abnormalitas inervasi intrinsik, terapi dengan pola makan berkala
GASTER
Hipertrofi Stenosis Pilorus
STENOSIS PYLORUS
HIPERTROFI
Stenosis Pylorus Hipertrofi
• Suatu kelainan yang terjadi pada otot pylorus yang
mengalami hipertrofi pada lapisan sirkuler sehingga
menyebabkan penyempitan pada pylorus
• Pertama kali dikemukakan oleh Hirschsprung pada
1888 → congenital hypertrophic pyloric stenosis
• Pada1912, Ramstedt dan Borgward →
extramucosal muscle-splitting operation
Insiden
• Terjadi pada 1 : 300 kelahiran
• manifestasi terlihat jelas pada pada umur 3-6 minggu
• Perbandingan laki-laki dengan perempuan 4:1
• Terjadi pada 30 % dari seluruh pasien dg muntah
nonbilious sebelum usia 1 tahun
• Sering pada ras kulit putih dan jarang pada ras Asia
atau Afrika
Patofisiologi
• Belum diketahui patofisiologi atau penyebabnya
secara jelas
• Terjadi hipertrofi pada otot pylorus yang
menyebabkan penyempitan pada lumen pylorus
• Beberapa teori yang telah dikemukakan
• Compensatory work hypertrophy
• Neurologic degeneration or immaturity
• Abnormal endocrine signal
Manifestasi klinis
• Gejala klinis
• muntah proyekil non bilious
• Timbul 30-60 menit setelah makan dan minum
• Setelah muntah kelihatan selalu masih lapar dan
rakus bila diberikan minuman
• Kadang didapatkan bahan muntahan bercampur
darah yang dapat terjadi karena gastritis atau
esophageal trauma
•Pada pemeriksaan fisik
• Tampak peristaltik lambung tepat
sebelum muntah (gastric wave)
• Pada palpasi dapat ditemukan massa di
kanan atas umbilikus, padat, mobil dg
ukuran ± 2 cm (olive mass)
•Pemeriksaan penunjang
•USG
• Penebalan pylorus dg
central sonolucent area
• Diameter pylorus > 14 mm
• Penebalan mucosa > 4
mm
• Panjang > 16 mm
•Barium intake
• Lambung besar
• Evakuasi lambung lambat
• Pilorus channel sempit
• String sign
• Shoulder sign
Gangguan elektrolit
• Muntah → kehilangan H dan Cl sehingga terjadi hipokloremia dan alkalosis
metabolik
• Kehilangan kalium melalui urin sebagai kompensasi absorpsi Natrium di
ginjal yang meningkat
• Alkalosis makin meningkat oleh karena kadar clorida menurun dan HCO3 di
absorpsi oleh ginjal bersama Na
Terapi
•Pre op
• Replacement cairan dan elektrolit → koreksi
hipokloremik alkalosis
• Pasang NG tube
• Posisi ½ duduk
• Operasi
• Piloromyotomi Fredet and Ramstedt
• Insisi transversal di quadran superior dekstra diatas m.
Rectus abdominis
• Insisi serosa pada daerah avaskuler di permukaan superior-
anterior ke arah proksimal ke antrum sampai ± 4 mm dari
ujung distal otot pilorus yang teraba
• Serat otot di pisah sampai mukosa bulging, tidak sampai
ujung distal untuk mencegah perforasi
• Post op
• MSS D5 % 8 jam → diganti susu → volume
ditingkatkan sampai 24-36 jam
• Diet bebas setelah 2-3 hari post op
• Jika mukosa perforasi : repair, pasang NG tube
drainase, feeding setelah 24 jam
• Bila muntah tetap > 7 hari curiga piloromyotomi
inkomplit → piloromyotomi ulang setelah 2-3
minggu
Non operatif
•Dg sulfas atropin iv
• Dosis awal 0,4 mg/kg bb/ hari
• Ditingkatkan 0,1 mg/kg bb/hari tiap 8 hari
sampai muntah mereda
• Dilanjutkan atropin oral selama 2 minggu
• Evaluasi ulang dengan keadaan klinis dan USG
MALROTASI DAN
VOLVULUS MIDGUT
Malrotasi
• Malrotasi merupakan merupakan suatu kelainan kelainan rotasi / perputaran
perputaran dan fiksasi fiksasi pada perkembangan perkembangan dari Midgut.
• Penyebab: mutasi genetik Gen BCL6 dan FOXF1
• Bentuk-bentuk dari Malrotasi Malrotasi :
• Nonrotasi
• Rotasi Inkomplit
• Rotasi Terbalik
• Hernia Paraduodenal Mesokolika
Gambaran Klinis
• Terjadi pada beberapa minggu awal kehidupan
• Muntah billous
• BAB berdarah
• Distensi abdomen
• Nyeri perut

• Pemeriksaan penunjang: foto polos abdomen


• Tatalaksana: Ladd’s procedure
OBSTRUKSI
DUODENUM
Obstruksi Duodenum
• Diagnosis obstruksi duodenum ditegakkan setelah menyingkirkan malrotasi dan
volvulus midgut
• Penyebab:
• duodenal atresia
• duodenal web
• Stenosis
• annular pancreas
• duodenal duplication cyst
Gambaran Klinis
• Muntah bilous jika sumbatan di bawah Papilla vater dan non bilous jika sumbatan
di atas Papilla vater
• Distensi abdomen (jarang)

• Radiologi: double bubble sign


• Tatalaksana: Pembedahan
MALFORMASI
ANOREKTAL /
ATRESIA ANI
ATRESIA ANI / RECTI
• Pada yi baru lahir, anus harus diperhatikan apakah ada/tidak; apakah bayi melepaskan meconium pada
24 jam pertama. Kalau tidak, pasti ada sesuatu yang tidak beres dan ketidak beresan tersebut bersifat
chirrurgis
INSIDENSI
Sering terjadi, 1 : 3000 kelahiran hidup. Ratio pria: wanita: 3:2
PATOFISIOLOGI
Kegagalan pembentukan septum urorectal secara komplit
Kelainan dapat dibedakan :
1. Atresia anorectal tinggi ( di atas m. Levator ani )
2. Atresia anorectal intermediate ( setinggi m. Levator ani )
3. Atresia anorectal rendah ( di bawah m. Levator ani
Tetapi sering letak tinggi dan intermediate dianggap sebagai letak tinggi
A=Membran anal 1: udara di rektum 2 sacrum
B=Atresia ani letak rendah ( mungkin dg fistula ke perineum anterior )
C= atresia ani letak tinggi ( mungkin dengan fistula ke uretra/buli-buli
D= atresia rectum = 1: udara di rectum2 sacrum 3 atresia rectum 4 anus
ATRESIA ANI PADA PEREMPUAN

• 80 % atresia anorectal letak rendah


• 20% atresia anorectal letak tinggi
Dari jumlah tersebut 90% dengan fistula ke vagina atau perineum yaitu :
1. Fistula rectoperinealis
2. Fistula rectovaginalis
ATRESIA ANI PADA LAKI-LAKI

• Pada umumnya atresia anorectal letak tinggi


• Sebanyak 70 % dengan fistula ke tractus urinarius, yaitu :
1. Fistula rectoperinealis
2. Fistula rectourethralis : bisa di atas/ dibawah pars membranacea urethra
3. Fistula rectovesicalis
ATRESIA ANI PADA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI
SIMPTOM DAN DIAGNOSIS

1. Kembung pada bayi yang cepat terjadi ( 8-24 jam setelah lahir)
2. Diperiksa ada tidaknya anus. Masukkan sonde dari lubang anus ke arah
belakang, bila ada hambatan dapat dirasakan tebal tipisnya jaringan
3. Juga dilihat ada tidaknya fistula
• Pada laki-laki fistula rectourethralis dan fistula rectovesicalis terjadi
pada atresia anorectal letak tinggi
• Khas pada fistula rectourethralis, meconium keluar dari ujung penis,
spontan sedikit demi sedikit
• Pada fistula rectovesicalis : meconium keluar bersama urine. Bila tidak
ada meconium dalam urine maupun pada urethra, berarti tidak ada
fistula pada atresia tersebut
• Pada atresia anorectal letak rendah, dicurigai apabila didapatkan tidak
adanya lubang anus , atau pada adanya fistula ke perineum
RADIOLOGI

• Plain foto abdomen setelah 18 – 24 jam, biar bayi menelan udara dahulu. Udara minimal
memerlukan waktu 18 jam untuk mencapai atresia ani letak tinggi dan 24 jam bila letak
atresianya rendah, sehingga untuk amannya ditunggu sampai 24 jam

METODE

1. WANGENSTEEN-RICE
Anak dijungkirkan 2- 3 menit, baru dilakukan Ro foto dengan arah AP lateral. Posisi AP
saja bisa menyesatkan, misalnya bila ususnya melengkung

2. KNEE CHEST POSITION


Arah sinar horisontal, hanya memerlukan 1 foto
TEKNIK RADIOLOGI
A. WANGENSTEEN RICE B. KNEE CHEST POSITION
PENANGANAN

1. KONSERVATIF

Sudah dapat dilakukan tanpa perlu menunggu Ro foto, berupa :

1. NGT : mencegah timbulnya kembung dan aspirasi

2. INFUS : Usia kurang dari 1 minggu D5 1/5 S


Usia 1 minggu – 1 tahun : D5 ¼ S
Usia 1 th – 6-10 tahun : D 5 ½ S
Usia lebih dari 10 tahun D5 normosalin
2. OPERATIF

• Tergantung tingkatnya. Pada atresia ani letak tinggi dan intermediate dilakukan
transversocolostomi kanan sampai anak usia 1 – 1 ½ tahun baru dilakukan operasi
definitif
• Pada atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti

Pada wanita bila ada fistula rectoperinealis dan letak diujung anus, maka dilakukan cut back
anoplasty, dan biasanya diikuti dilatasi dengan bougie setelah 2 minggu agar tidak ada
striktura
Terapi dianggap berhasil ( goal ) bila sudah ada:
1. Normal bowel control ( kontrol buang air besar normal )
2. Continence / lancar buang air besar
HIRSPRUNG DISEASE
HIRSCPHRUNG DISEASE / MEGACOLON CONGENITAL

• Merupakan kelainan obstruksi intestinal non mekanik


• Insidensi : 1 : 1000 kelahiran hidup ( USA 1: 3000 ) 5 % familal
Ratio pria : wanita 4 : 1
KAUSA & PATOLOGI

• Hal ini disebabkan tidak adanya sel ganglion dalam Pleksus Saraf
Parasimpatis AUERBACH / Myenteric plexus dan MEISSNER / Sub
mucosal plexus
• Lokasi aganglionisis ini adalah 75%-80% di rectosigmoid dan 5 – 11 % di
seluruh colon
• Serabut serabut saraf membesar, bercabang kasar, tak bermyelin.
Acethylcholinesterase berlebihan menimbulkan kontraksi otot sirkuler usus
sehingga terjadi penyempitan lumen, sebagai kompensasinya otot-otot
colon bagian proksimal akan hipertrofi dan bila berlanjut akanterjadi
dilatasi pada bagian proksimal , menjadi MEGACOLON
Pleksus auerbach dan pleksus Meissner
GEJALA

1. Bayi lahir normal, dalam 1-2 x 24 jam, tidak mengeluarkan meconium,


makin lama makin kembung
2. Konstipasi, perut kembung
3. Feses sedikit dan bau khas
Untuk mengeluarkan feses dapat dengan memasukkan sabun ( disadah
) . Pada rectal toucher segera setelah jari tangan ditarik akan disusul
dengan keluarnya gas dan feses akibat dari adanya tekanan yang tinggi
pada bagian proksimal daerah aganglionosis dan adanya jalan keluar

DIAGNOSIS

1. Adanya dekompresi pada rectal toucher


2. Ro foto tampak zona transisi
3. biopsi
ANATOMI COLON
GEJALA DAN RO FOTO ABDOMEN MEGACOLON
KOMPLIKASI
1. ENTEROKOLITIS
2. PERFORASI

PENANGANAN
A. LIFE SAVING
COLOSTOMI ( SIGMOIDOSTOMI ) untuk menghindari komplikasi dan
kemungkinan anak buang air besar dengan lancar. Ditunggu 3 – 6 bulan
dimana mungkin usus yang membesar bisa mengecil kembali baru diadakan
operasi definitif

B. OPERASI DEFINITIF
• Cara Swenson
• Cara Duhamel
• Cara Soave
• Cara Renbein
COLOSTOMI ( SIGMOIDOSTOMI )
CARA SWENSON CARA DUHAMEL
Sigmoid yg membesar dibuang anastomose side to side
rektum ditarik keluar,colon desenden kebaikan cara ini relatif
mudah,
ditarik juga keluar dan dilakukan perdarahan tidak banyak & tidak
anastomoses end to end dengan mengganggu pleksus, sehingga
rektum lalu dimasukkan kembali pasca bedah penderita masih
Cara ini sulit karena harus memiliki rasa ingin buang air besar
membebaskan colon dari jaringan
sekitarnya dala ruang pelvis yang
sempit sehingga bisa terjadi banyak
perdarahan
OMPHALOKEL
OMFALOKEL
Termasuk dalam Hernia Umbilikalis
Ada 3 macam Hernia umbilikalis
1. Hernia umbilicalis intra uterin : Hernia umbilikalis fetalis ( OMPHALOCELE )
2. Hernia umbilicalis infantilis
3. Hernia umbilicalis dewasa/adulthood

HERNIA UMBILICALIS FETALIS ( OMPHALOCELE )

• Dalam keadaan normal, pertumbuhan janin intrauterin, terjadi perputaran usus menuju posisi viscera seperti orang
dewasa
• Dalam proses tersebut usus sempat menonjol ke umbilikus mulai minggu ke 6 dan berbalik lagi pada minggu ke 10 -121,
tumbuh dan menyelesaikan rotasinya
• Kegagalan viscera untuk kembali secara lengkap ke rongga abdomen, menyebabkan dinding ventral perut fetus tak
terbentuk.
• Hal ini disebabkan rongga abdomen tak cukup besar untuk menampung viscera yang mononjol k eumbilikus (
ketidaksesuaian volume usus dan volume rongga abdomen )
• Pada bayi dengan omphalocele, viscera yang terletak pada umbilicus tak dilapisi kulit, namun hanya
dilapisi membran transluscent yang terdiri dari membran amnion tak dilapisi peritoneum
• Yang dikhawatirkan adalah karena terkena udara maka membran tersebut cepat kering, terjadi
nekrose sehingga membahayakan penderita
• Karenanya perlu segera dilakukan tindakan operatif dengan cara: sebagian usus dipotong dan dinding
perut dirapatkan
INTRAUTERINE OMPHALOCELE
OMPHALOCELE GASTROSCHIZIS
Pertolongan pertama saat lahir

1. Kantong omfalokel dibungkus kasa steril yang dibasahi betadin atau kasa steril ditetesi Na Cl 0,9
% , selanjutnya dibungkus dengan plastik (oklusif plastik dressing wrap atau plastik bowel bag)
mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta mencegah angulasi sistem usus yang dapat
mengganggu suplai aliran darah.
2. Bayi dijaga agar tetap hangat dan diberi oksigen
3. Posisikan senyaman mungkin untuk menghindari bayi menangis dan air swalowing . Posisi kepala
sebaiknya lebih tinggi untuk memeperlancar drainase
4. Pasang NGT untuk mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus, mencegah aspirasi, muntah
dan mengurangi tekanan intra abdominal .NGT diisap-isap tiap 30 menit
5. Pasang rectal tube untuk irigasi dan dikompresi sistem usus
6. Pasang cairan intravena di ekstremitas atas untuk pemberian cairan
dan nutrisi untuk menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga
kehilangan protein karena gangguan sistem usus
7. Antibiotika broad spectrum
8. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain
9. Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu
inkubator hangat dan ditambah oksigen.
PLASTIC BOWEL BAG OCCLUSIF PLASTIC DRESSING WRAP
HERNIA
DIAGFRAGMATIKA
HERNIA DIAFRAGMATIKA

• Hernia diafragmatika termasuk hernia interna yang mempunyai insidensi kecil sekali
• Hernia diafragmatika adalah penonjolan isi abdomen ke dalam rongga thoraks melalui suatu pintu pada diafragma

PEMBAGIAN MENURUT PENYEBAB

1. HERNIA DIAFRAGMATIKA TRAUMATIKA


Merupakan aquisital, yaitu karena pukulan, tembakan,tusukan menyebabkan diafragma menjadi lemah atau berlubang
sehingga rongga abdomen menuju rongga thoraks
2. HERNIA DAFRAGMATIKA NON TRAUMATIKA
• Kongenital
• aquisital
HERNIA DAFRAGMATIKA KONGENITAL
Yang sering terjadi adalah tidak menutupnya diafragma secara sempurna selama
pertumbuhan janin, sehingga usus bisa masuk ke rongga thoraks

Tanda-tanda hernia diafragmatika meliputi:

1. Penurunan suara nafas kiri anak


2. Bunyi jantung pada sisi kanan
3. Gawat nafas berat pada saat lahir

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, yaitu:


1. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
2. tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
3. bising usus terdengar di dada
4. perut teraba kosong.
5. Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada.
Foto Thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah thoraks.
Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis
diafragmatika dengan eventerasi.
HERNIA MORGAGNI

• Merupakan celah antara perlekatan diafragma pada costae dan sternum dimana
biasa dilalui oleh basa epigastrica superior
• Dikarenakan pertumbuhan otot yang kurang disekitar foramen Morgagni
• Pada bayi, terbentuk kantung peritoneum yang berisi hepar atau usus
• Isi hernia : umumnya lemak preperitoneal
Hernia Bochdalek

• Enam kali lebih sering terjadi di bagian sebelah kiri


• Foramen Bochdalek merupakan celah dibentuk oleh serabut-serabut
diafragma yang paling saling bersimpangan, yaitu paralumbalis dan pars
costalis diafragma
• Akibatnya terjadi hubungan bebas kedua rongga tanpa kantung hernia (
baik peritoneum ataupun pleura )
• Dengan demikian hemithoraks dipenuhi oleh viscera abdomen dan tidak
hanya terjadi kolaps pulmo homolateral tetapi juga terjadi pergeseran
jantung dan struktur mediastinal ke sisi yang berlawanan dan dengan
demikian menekan pulmo yang berlawanan pula
• Keadaan ini cukup gawat dan perlu dikoreksi segera
Hernia morgagni Hernia Bochdalek
OBSTRUKSI BILIARIS
• Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi berbagai substansi
yang seharusnya diekskresikan ke dalam duodenum, sehingga menyebabkan tertahannya
bahan-bahan atau substansi tersebut di dalam hati dan menimbulkan kerusakan sel-sel hati.

• Pada dasarnya retensi asam empedu akan merusak membran biologis tubuh. Retensi asam
empedu hidrofobik akan menyebabkan pengendapan asam empedu ini di membran sel
sehingga mengganggu membrane fluidity dan fungsinya. Kerusakan yang disebabkan asam
empedu terhadap membran sel hati merupakan faktor utama timbulnya kolestasis. Di lain
pihak retensi kolesterol menyebabkan peningkatan kolesterol di dalam membran sel sehingga
mengurangi fungsi membran. Kondisi ini memperberat gangguan fungsi embran dan akhirnya
menyebabkan kegagalan total sekresi empedu

• Parameter yang paling banyak digunakan adalah kadar bilirubin direk serum ≥ 1,5 mg / dl atau
15 % dari bilirubin total
METABOLISME BILIRUBIN

• Sebanyak 80-85% bilirubin berasal dari hemolisis eritrosit tua. Hemoglobin yang berasal dari
hemolisis eritrosit oleh makrofag di dalam limpa, hati dan RES lainnya mengalami pemecahan
menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen globin mengalami degradasi menjadi
asam amino dan digunakan untuk pembentukan protein lainnya. Sedangkan unsur heme
selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin dengan melepaskan zat besi
dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak
terkonjugasi.
• Dalam keadaan normal bilirubin dibersihkan dengan cepat dan efisien dari peredaran darah oleh sel-
sel hati. Bilirubin tidak terkonjugasi secara bertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit).
Dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi, dikonjugasi dengan asam glukuronat dengan
bantuan enzim UDP glukuronil transferase untuk membentuk monoglukuronida dan kemudian
menjadi diglukuronida (bilirubin terkonjugasi). Konjugasi harus dilakukan supaya bilirubin dapat
diekskresi melalu membran kanalikular ke dalam empedu.
• Sesudah dilepas ke dalam saluran cerna bilirubin terkonjugasi diaktifasi oleh enzim bakteri dalam
usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin), atau
diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu.
Urobilinogen dapat larut dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal.
• Bilirubin dibagi dua jenis, yaitu bilirubin tidak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Bilirubin
tidak terkonjugasi (indirek) adalah suatu zat lipofilik, larut dalam lemak, hampir tidak larut dalam
air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Karena sifat lipofiliknya maka dalam
darah bilirubin ini berikatan dengan albumin, sehingga dapat larut dalam darah. Sedangkan
Bilirubin terkonjugasi (direk)bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air, dapat pula
dikeluarkan melalui ginjal, namun dalam keadaan normal tidak dapat dideteksi dalam urin.

Patofisiologi Ikterus

• Ikterus terjadi karena adanya hiperbilirubinemia, yaitu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah sangat tinggi yang dapat disebabkan peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi atau
peningkatan bilirubin terkonjugasi ataupun keduannya. Hiperbilirubinemia dan ikterus dapat timbul
sebagai
1. hasil dari produksi bilirubin yang meningkat
2. penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati
3. gangguan konjugasi bilirubin
4. gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi.
Metabolisme bilirubin
Kolestasis secara klinis dibedakan :

1. Kolestasis intrahepatik
2. Kolrstasis ekstrahepatik, terutama atresia bilier

INSIDENSI ATRESIA BILIER


1: 10.000-15.000 kelahiran hidup

FAKTOR PROGNOSIS ATRESIA BILIER


• Waktu dilaksanakannya operasi Kasai
• Jika operasi Kasai dilaksanakan sebelum usia 8 minggu, angka bebas
ikterus mencapai 80 %
• Bila operasi setelah usia 12 minggu, angka bebas ikterus menurun
menjadi sekitar 20 % karena umumnya sudah terjadi sirosis bilier yang
irreversible
Anatomi sistem bilier Atresia bilier
Terdapat 3 tipe Atresia Bilier :

1. Type I : atresia pada common bile duct


2. Type II : atresia pada common hepatic duct
3. Tipe III : atresia pada left and right hepatic duct.
LANGKAH DIAGNOSTIK
• ANAMNESIS
1. Riwayat kehamilan dan kelahiran : Infeksi pada saat kehamilan atau saat melahirkan,
pertumbuhan janin ( Kolestatik inrtahepatik umumnya menyebabkan pertumbuhan
janin yang agak terlambat )
2. Riwayat keluarga : Hepatitis B, Hepatitis C, perkawinan antar keluarga
3. Warna urin : kuning tua / gelap
4. tinja pucat / dempul

• PEMERIKSAAN FISIK

1. Kulit ikterus, mata ikterik.

Ikterus fisiologis sering ditemukan pada 2 minggu pertama kehidupan . Ikterus


ringan muncul 24 jam pertama kehidupan dan menghilang sebelum usia 14 hari tidak
mememrlukan pemeriksaan dan terapi
Ikterus pada bayi yang menetap > 2 minggu tidak dianggap fisiologis,
khususnya jika fraksi utama adalah bilirubin terkonjugasi/direk. Bayi
dengan atresia bilier biasanya kelihatan normal pada saat lahir, menjadi
ikterus klinis pada usia 3-6 minggu. Warna feses mungkin saja normal
atau awalnya kuning, namun berubah menjadi kuning pucat atau warna
tanah liat. Warna urine menjadi gelap atau seperti teh.

2. Abdomen :
• hepatomegali atau hati yang sudah mengecil, konsistensi hati kenyal
atau sedah mengeras
• Splenomegali
• Vena kolateral, asites
3. Spider angiomata, eritema palmaris , oedem
4. Lain-lain : jari tabuh, foetor hepaticus
Jari tabuh spider angiomata eritema palmaris
PEMERIKSAAN PENUNJANG ATRESIA BILIER

1. Laboratorium : hiperbilirubinemia, biasanya 6-12 mg/dL, dengan 50%


terkonjugasi.
2. SGOT SGPT meningkat 2-3 kali nilai normal.

3. Ultrasonografi bisa menampakkan kandung empedu yang kecil atau


tidak terlihat. Duktus bilier tidak terlihat dan hepar mungkin
mengalami peningkatan echogenicity.

• Biopsi hati menunjukan suatu proliferasi saluran empedu, inflamasi portal


dan periportal. Adanya fibrosis yang menyebar antar percabangan portal
menandakan timbulnya sirosis dini
Prosedur Kasai
Satu-satunya terapi yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia bilier adalah pembedahan.
Prosedur satu-satunya yang memberikan keberhasilan jangka-panjang adalah portoenterostomi
(Prosedur Kasai) dan transplantasi hati.
• Prosedur Kasai : Hepar dibebaskan dengan memotong ligamen, dilakukan diseksi
portal hepatis, dilakukan bypass porto jejunostomi, yakni jejenum dipotong 20 cm
dari ligamentum Treitz, dilakukan anastomosis bagian distal jejenum ke portal
hepatis. Kemudian dilakukan anastomosis roux-en Y jejuno-jejunostomi 40 cm dari
jarak portal hepatis. Lama operasi 5 jam 30 menit.

PEMANTAUAN/ MONITORING

• Keberhasilan terapi dilihat dari : progresivitas secara klinis seperti keadaan


ikterus ( berkurang, tetap, makin kuning ) besarnya hati, limpa, asites,
vena kolateral
• Pemeriksaan laboratoris seperti kadar bilirubin, direk indirek, SGOT SGPT
• Pencitraan /USG
• Tumbuh kembang: Pertumbuhan pasien dengan kolestatik intrahepatik
menunjukkan perlambatan sejak awal, sedang pasien dengan kolestatik
ekstrahepatik umumnya akan tumbuh dengan baik pada awalnya, tetapi
kemudian akan mengalami gangguan pertumbuhan sesuai dengan
berlanjutnya penyakit. Pasien dengan kolestasis perlu dipantau
pertumbuhannya dengan membuat kurva pertumbuhan berat badan dan
tinggi badan bayi / anak
SPINA BIFIDA
SPINA BIFIDA

• Istilah SPINA BIFIDA mencakup serangkaian kelainan bertebra dan tuba neuralis
• Terjadi karena kegagalan ‘lengkung/arcus vertebra posterior’ untuk menutup sempurna
• Paling sering terjadi di daerah lumbosakral
Spina bifida occulta
• bentuk spina bifida yang paling sering terjadi
• Prevalensi sesungguhnya tidak jelas
• Adanya defek pada tulang belakang terlihat pada 5 % pemeriksaan x-ray
• Sumsum tulang belakang biasanya normal
• Gejala klinis hanya berupa adanya sekumpulan rambut yang tumbuh diatas kulit yang
berlekuk di tempat terjadinya defek ( tulang belakang)
• Defek neurologis jarang terjadi, kadang ada sedikit gangguan neurologis seperti
mengompol atau inkontinensia
SPINA BIFIDA MENINGOCELE MYELOMENINGOCELE
MENINGOCELE/ENCEFALOKEL
• Jika selaput otak/ meninges menonjol keluar melalui defek/celah maka disebut kelainan
meningocele atau myelomeningocel.Selaput otak menyembul keluar karena adanya
suatu lubang pada tulang tengkorak
• Biasanya di daerah oksipital, dahi, antara hidung dan dahi
• Meningocele tidak berisi elemen saraf tulang belakang
• Myelomeningocele berisi dan jaras-jaras saraf tulang belakang. Meningokel isi cairan
serebrospinal, ensefalokel : isi korteks serebri, otak kecil
• Jika tak ada kelainan neurologis dan tertutup kulit yang cukup tebal, operasi
dapat ditunda
• Jika terjadi kebocoran cairan otak, kulit yang menutup tipis bahaya/ risiko
meningitis perlu operasi segera
• Dapat disertai dengan pergeseran ke arah caudal medulla dan otak kecil/serebelum
• Dapat disertai dengan hidrosefalus ( Malformasi Arnold-Chiari )
• Sering didapatkan juga kelainan lain seperti talipes and dislokasi sendi panggul
meningomielokel
GEJALA KLINIS MENINGOCELE/MIELOMENINGOCELE

• Terjadi pada 2-3 per 1000 kelahiran hidup


• Dapat dideteksi sebelum lahir dengan kenaikan serum alpha-fetoprotein
• Defek spinal kelihatan nyata
• Dapat menyebabkan gejala ( dalam tingkat keparahan yang bervariasi ):
• Kelemahan anggota gerak
• Hilangnya perasa sensorik
• Dislokasi sendi dan kontraktur
• Gangguan berkemih

• Sepertiga penderita Meningomielocele mengalami paralisis total dan kehilangan indra perasa dibawah
level defek
• Sepertiga kasus bagian bawah defek masih berfungsi baik
• Sepertiganya lagi fungsi bawah defek tidak sempurna
• 90% penderita mengalami gangguan berkemih
TERIMA KASIH

You might also like