You are on page 1of 53

ANALGESIK OPIAD,

ANTAGONIS OPIAD DAN


PSIKOTROPIKA
BARTOLOMEUS UMBU F. - 1608010010
CLARITHA K. L LENGGU - 1608010012
WIDYARTI BENU - 1608010006
MARIA MEGARIANI - 1608010014
ELSYE LALUPANDA - 1608010016
TARSISIUS RYANG TOBY - 1608010018
FRETRIEN J. SUPARDI - 1608010008
SINYO D. K PANDIE - 1608010020
NI KADEK NATALIA – 1608010024
ANALGETIK OPIOID

Analgesik opioid digunakan untuk meredakan atau


menghilangkan rasa nyeri, meskipun juga
memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik
yang lain.
MEKANISME NYERI

•Perubahan stimulus
Transmisi •Impuls tiba di korteks
mekanik, thermal, serebri, area sensorik
kimiawi  impuls listrik •Perjalanan impuls nyeri primer & sekunder (gyrus
di sepanjang sistem post centralis),
saraf dibandingkan dengan
pengalaman sensorik
sebelumnya
• Modulasi nyeri

Transduksi Persepsi
KLASIFIKASI ANALGESIK OPIOID

1. Agonis penuh (kuat)


2. Agonis parsial (agonis lemah sampai sedang)
3. Campuran agonis dan antagonis
4. Antagonis
Campuran
STRUKTUR Agonis Agonis Lemah
agonis- Antagonis
DASAR Kuat sampai sedang
antagonis
Morfin Kodein Nalorfin
Nalbufin
Fenantren Hidromorfon Oksikodon Nalokson
Buprenorfin
Oksimorfon Hidrokodon Naltrekson

Fenilheptilamin Metadon Propoksifen

Meperidin
Fenilpiperidin Difenoksilat
Fentanil

Morfinan Levorfanol Butorfanol

Benzomorfan Pentazosin
OBAT-OBATAN GOLONGAN ANALGESIK
OPIOID YANG BIASA DIGUNAKAN DALAM
ANASTESI

1.Morfin
Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada ssp dan organ yang
mengandung otot polos. Efek morfin memiliki 2 sifat
pada ssp yaitu depresi (analgesia, sedasi, perubahan
emosi, hipoventilasi alveolar) dan stimulasi
(parasimpatis, meosis, mual muntah, hiperaktif reflek
spinal, dan sekresi ADH)
Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tapi dapat
menembus kulit yang luka. Morfin bisa menembus
mukosa, dan mempengaruhi janin.
Ekskresi morfin melalui ginjal dan sebagian ditemukan
di tinja dan keringat

Indikasi
Untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat
yang tidak dapat diobati oleh obat analgesik non-
opioid
Efek samping
Depresi pernafasan, nausea, vomitis, pusing, mental
berkabut, disporia, pruritus, konstipasi, retensi urin
dan hipotensi

Dosis dan sediaan


Tersedia dalam bentuk tablet, injeksi, suppositoria
Morfin oral : diberikan tiap 4 jam (bentuk larutan)
Dosis anjuran : 0,1-0,2 mg/kgBB (Nyeri sedang)
1-2 mg intravena (Nyeri Hebat)
2. Petidin (Meperidin)
Farmakodinamik
Menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi
nafas, dan efek sentral lainnya. Waktu paruh 5 jam
efektivitas lebih rendah dari morfin lebih tinggi dari
kodein. Lebih efektif pada nyeri neuropatik.

Farmakokinetik
Absorpsi petidin dengan cara pemberian apapun
berlangsung dengan baik tetapi kecepatan absorpsi
mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.
Metabolisme petidin terutama dalam hati. Dapat
menurunkan aliran darah, kecepatan metabolik otak
dan tekanan intrakranial.
Indikasi
Menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat
pre-anastetik.

Dosis dan sediaan


Tablet : 50 mg dan 100 mg
Suntikan : 10, 25, 50, 75, 100 mg/ml
Lar. Oral : 50 mg/ml
bayi dan anak : 1-1,8 mg/kgBB

Efek Samping
Pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mulut kering,
gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, dan sedasi
3. Fentanil
Farmakodinamik
Fentanil (dan opioid lain) menigkatkan aksi
anestes=tetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaaan itu
sebagian disebabkan oleh sifat anestesis lokal yang
lemah dan efeknya terhadap reseptor opioid pada
terminal saraf tepi

Farmakoinetik
Setelah suntikan IV ambilan dan distribusinya secara
kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi
terbesear dirusak paru ketika pertama kali
melewatinya. Fentanil di metabolisisr oleh hati dan sisa
metabolismmenya dikeluarkan lewat urin
Indikasi
Efek depresi lebih banyak dari pada efek anelgesi

Dosis dan sediaan


Dosis 1-3 ML/Kg badan, analgesinya hanya
berlangsung 30 menit jadi hanya dipergunakan untuk
anelgesia pembedahan dan bukan pasca bedah.
Dosisi besar 50 – 150 mg/Kg BB untuk induksi dan
pemeliharaan anestesia dengan kombinasi
benzodioazepam dan inhalasi dosis rendah pada
bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah
suntikan 50 ml/Kg BB

Efek samping
Kekakuan otot punggung
OBAT ANTAGONIS OPIOID

merupakan turunan morfin dengan gugusan


pengganti pada posisi N17. Afinitas agen agen ini
relative tinggi untuk berikatan dengan reseptor tipe
u, tetapi rendah untuk berikatan dengan reseptor
lain .
GOLONGAN

• Nalakson
Nama Generik
Naloxone
Nama Dagang
Narcan

• Naltrekson
Nama Generik
Naltrexone
Nama Dagang
Nalorex
• Nalmefene
FARMAKO KINETIK

• Nalakson Biasanya di berikan melalui suntikan dan


memepunyai durasi kerja yang singkat (1 – 2 jam). pada
agonis opioid dengan gugusan hidroksio bebas. Obat ini
dimetabolisme di hati, terutama dengan glukoronidasi.
Waktu paruhnya kira-kira 1 jam dengan masa kerja 1-4
jam.

• Naltrekson diabsorbsi dengan baik pada pemberian oral


tetapi dapat mengalami metabolisme lintas pertama.
Naltrekson efektif setelah pemberian PO, kadar
puncaknya dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2
jam, waktu paruhnya sekitar 3 jam dan masa kerjanya
mendekati 24 jam. Metabolitnya, 6-naltreksol,
merupakan antagonis opioid yang lemah dan masa
kerjanya panjang.
FARMAKO DINAMIK
• Nalokson menurunkan ambang nyeri pada mereka yang
biasanya ambang nyerinya tinggi; mengantagonis efek
analgetik plasebo; Namun, masih perlu pembuktian lebih
lanjut efek nalokson ini sebab banyak faktor fisiologi yang
berperan dalam analgesia di atas.

• Bila diberikan tanpa ada suatu obat agonis, antagonis


opioid hampir inert pada dosis yang mengahasilkan
antagonis yang jelas terhadap efek-efek agonis. Jika
diberikan secara intravena pada subjek yang
mendapatkan terapi morfin, antagonis opioid akan
secara lengkap dan dramatis merendahkan semua efek
opioid dalam tempo 1-3 menit.
NALOKSON

• Bentuk Sediaan, Dosis, dan Aturan Pakai


Bentuk sediaan : injeksi, larutan (sebagai HCl): 0,4 mg/mL (1
mL, 10 mL) Narcan* 0,4 mg/mL(1 mL) (DSC)
Dosis dan aturan pakai:
Injeksi I.V., 0.4-2 mg diulang tiap 2-3 menit hingga
maksimal 10 mg jika fungsi pernafasan tidak meningkat;
anak-anak 10 μg /kg, dosis berikutnya 100 μg /kg bila tidak
ada respon.
Injeksi S.C atau I.M. dosis dewasa dan anak-anak sama
seperti dosis I.V, tetapi digunakan jika tidak memungkinkan
menggunakan rute I.V (onset lebih lambat).
Infus I.V. menggunakan pompa infus, 4 mg dilarutkan
dalam 200 ml larutan infus I.V (tanpa konsentrasi), kecepatan
diatur sesuai dengan respon (kecepatan awal diatur pada
60% dosis awal injeksi I.V (lihat atas) dan di infus lebih dari 1
jam)
• Indikasi

1. Pembalikan sebagian atau keseluruhan overdosis opioid


depresion dan acute opioid, termasuk penekanan
pernafasan, yang dipicu oleh opioid alami maupun
sintetik, termasuk propoxyphene, methadone, dan
campuran agonis-antagonis analgesik, nalbuphine,
pentazocine, dan butorphanol.
2. Diagnosis dengan dugaan opioid tolerance atau
overdosis opioid akut.
3. Agen tambahan untuk meningkatkan tekanan darah
pada septic shock (keracunan).

• Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap naloxone atau komponen pada
formulasi.
• Efek Samping
Frekuensinya tidak tetap.
Cardiovascular: hiper-hipotensi, takikardi, aritmia
ventrikular, cardiac arrest.
Sistem Saraf Pusat: mudah marah, gelisah,
penarikan diri terhadap narkotik, resah, seizure.
Gastrointestinal: mual, muntah, diare.
Neuromuscular & skeletal: gemetar
Pernafasan: dispnea, pembangkakan paru-paru,
ingusan, bersin-bersin.
Miscellaneous: diaforesis.
NALTREKSON

• Bentuk Sediaan, Dosis, dan Aturan Pakai


Bentuk sediaan : Nalorex: Tablet naltrexon
hidroklorida 50 mg.
Dosis dan aturan pakai: tidak diberikan hingga
pasien bebas terhadap opioid 7-10 hari melalui
analisis urine.
Dosis awal 25 mg kemudian menjadi 50 mg per hari;
total dosis mingguan dapat dibagi dan diberikan 3
hari dalam seminggu untuk meningkatkan ketaatan
pasien (misal 100 mg pada senin dan rabu,dan 150
mg pada jumat). Naltrexone tidak
direkomendasikan untuk anak-anak.
• Indikasi
Terapi tambahan untuk mencegah kambuh pada
detoksifikasi pasien dengan riwayat
ketergantungan opioid (masih terdapat opioid-free
setidaknya selama 7-10 hari).
• Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap Naltrexone maupun
komponen yang ada pada formulasi,
ketergantungan narkotik atau sedang
menggunakan opioid analgesik; opioid withdrawal
akut, kegagalan memberikan Narcan* atau positif
mengandung opioid pada urin, hepatitis akut,
kerusakan liver
EFEK SAMPING

• Mual, muntah, nyeri abdominal; gelisah, gugup, sulit


tidur, pusing, pengurangan energi; nyeri otot; diare,
konstipasi, peningkatan rasa haus, nyeri dada,
peningkatan jumlah keringat dan lakrimasi; mudah
marah,ejakulasi dini, abnormalitas fungsi liver;
dilaporkan juga terjadi trombositopenia idiopati
yang bersifat reversibel.
NALMEFENE

• Mekanisme kerja : berikatan dengan semua reseptor


dan mengurangi efek agonis opioid pada reseptor
tersebut.
• Farmakokinetik : Seperti nalokson, nalmefen digunakan
pada kelebihan dosis opioid tetapi waktu paruhnya
lebih lama (8-10 jam)
• Penggunaan: mengurangi depresi pernapasan dan
overdosis opioid.
• Dosis : dosis awal adalah 0,5 mg/70 kg intravena
parenteral, dosis kedua adlaha 1 mg/70 kg 2-5 menit
kemudian; dosis maksimum adalah 1,5 mg/70 kg.
• Efek terapi : secara penuh atau parsial menurunkan efek
opioid.
• Kontra indikasi : • Efek samping :
hipersensitivitas terhadap nausea,
antagonis opioid, muntah,
pasien dengan penyakit takikardi,
jantung, hipertensi,
ibu hamil, kembalinya nyeri
ibu menyusui. postoperatif,
demam
pusing.
BENTUK SEDIAAN

Alvimopan (Entereg)
• Oral : kapsul 12 mg
Metilnaltrekson (Relistor)
• Parentera : 12 mg/0,6 ml untuk injeksi
Nalmefen (Revex)
• Parenteral : 0,1, 1 mg/ml untuk injeksi
Nalokson (generik, Narcan)
• Parenteral : 0,4, 1 mg/ml; 0,02 mg/ml (untuk pemakaian
pada neonatus) untuk injeksi.
Naltrekson (generik, ReVia, Depade)
• Oral : tablet 50 mg
• Parenteral : suspensi 380 mg untuk injeksi.
3. PSIKOTROPIKA

• Definisi
Obat yang bekerja pada atau mempengaruhi
fungsi psikik, kelakuan atau pengalaman (WHO)
PATOFISIOLOGI SKIZOFRENIA

• Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan


ambilan glukosa, terutama di korteks prefrontalis, dan pada
pasien tipe II (negativisme) terdapat penurunan sejumlah
neuron (penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu,
migrasi neuron abnormal selama perkembangan otak secara
patofisologis sangat bermakna.
• Makna patofisologis khusus dikaitkan dengan dopamin.
Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan
dapat menimbulkan gejala skizofrenia
• Penurunan reseptor D2 yang ditemukan pada korteks
prefrontalis dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan
dengan gejala negatif skizofrenia seperti kurangnya emosi.
Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat
pelepasan dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan
dopamin yang meningkat dan ini tidak memiliki efek
patogenetik.
PENGGOLONGAN

Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dibagi


menjadi 4 golongan:
I. Antipsikosis (major tranquilizer, neuroleptik)
II. Antiansietas (antineurosis, minor
tranquilizer)
III. Antidepresin
IV. Psikotogenik (psikotomimetik, psikodisleptik,
halusinogenik)
I. ANTIPSIKOTIK (KLORPROMAZIN DAN
DERIVAT FENOTIAZIN)
Mekanisme kerja
Antipsikotik menghambat dopamin pada otak
sehingga memulihkan gejala psikotik dan
menghambat daerah pemicu kemoreseptor dan
pusat muntah (emetik) pada otak sehingga
menghasilkan efek antiemetik
Farmakokinetik
Pada umumnya semua fenotiazin diabsorpsi
dengan baik bila diberikan peroral maupun
parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan
dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar
suprarenal, dan limpa. Sebagian fenotiazin
mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sebagian lain
diubah menjadi sulfoksit yang kemudian diekskresi
bersama feses dan urin. Khusus CPZ dosis besar,
masih ditemukan ekskresi CPZ atau metabolitnya
selama 6-12 bulan.
Dosis
Klorpromazin (CZP)s
• Dosis oral 10 mg diberikan 4 kali sehari 15 – 30 menit
sebelum makan.
• Dosis rektal 60 mg per kali.
• Dosis IM 10 mg maksimum 6x sehari
• Dosis IM pada anak 0,1-0,2 mg/kgBB, 3-6x sehari
• Sediaan yang tersedia saat ini tablet 50 mg dan
syrup
Efek terapi
efek pd otot rangka
CPZ menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada
dalam keadaan spastik
Gejala psikotik yang dipengaruhi secara baik oleh
fenotiazin dan antipsikosis lain ialah ketegangan,
hiperaktivitas, combativeness, hostality, halusinasi,
delusi akut, susah tidur, anorexia, perhatian diri
yang buruk, negativisme.
Kontra indikasi: Koma karena depresan SSP, depresi
sutul, feokromasitoma, gangguan hati & ginjal berat
EFEK SAMPING

Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat


ini cukup aman. Gejala idiosinkrasi mungkin timbul
berupa ikterus, dermatitis, dan leukopenia. Reaksi ini
disertai eosinofilia dalam darah perifer.
Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia
basal, sehingga menimbulkan parkisonisme (efek
piramidal)
II. ANTIANSIETAS

Antiansietas yang terutama ialah golongan


Benzodiazepin : Klordiazepoksid, diazepam,
oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam,
alprazolam dan halozepam.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja benzodiazepin merupakan
potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai
mediatornya.
Benzodiazepin tidak hanya bekerja sentral, tetapi
juga perifer pada susunan saraf kolinergik,
adrenergik dan triptaminergik.
PATOFISIOLOGI ANSIETAS
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan pada basis
studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin
(NE), serotonin, dan Î ³- aminobutyric acid (GABA).
• Norepinefrin
Teori umum tentang peran norepinefrin pada gangguan kecemasan
adalah bahwa pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik
buruk diatur dengan semburan sesekali aktivitas.
• Serotonin
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta- chlorophenylpiperazine
(MCPP), obat serotonergik dengan beberapa efek dan nonserotonergic,
dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
lakukan menimbulkan kecemasan meningkat pada pasien dengan
gangguan kecemasan.
• GABA
Dari beberapa studi yang telah dilakukan menyebabkan peneliti untuk
berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan
memiliki fungsi abnormal reseptor GABA mereka, meskipun sambungan ini
belum terbukti secara langsung.
Farmakokinetika
Setelah pemberian per oral, klordiazepoksid
mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan 24 jam.
Ekskresi benzodiazepin melalui ginjal lambat;
setelah pemberian satu dosis, obat ini masih
ditemukan dalam urin selama beberapa hari
Efek Samping :
Efek samping akibat depresi SSP berupa kantuk dan
ataksia. Peningkatan hostilitas dan iritabilitas dan
mimpi-mimpi hidup (vivid dreams) dan
mengganggu kadang-kadang dikaitkan dengan
pemberian Benzodiazepin.
Dosis :
Sebagai antiansietas, klordiazepokzid dapat
diberikan secara oral atau suntikan (dapat diulang
2-4 jam) dengan dosis 25-100 mg sehari dalam 2
atau 4 pemberian.
Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari, pemberian
suntikan dapat diulang tiap 3 sampai 4 jam.
III. ANTIDEPRESIN
Antidepresin digunakan untuk mengatasi depresi
mental.
Antidepresin di bagi ke beberapa kelompok yaitu:
a. Penghambat enzim MAO (Mono Amin Oksidase)
b. Antidepresi Trisiklik (ATS)
c. Antidepresan generasi kedua
PATOFISIOLOGI DEPRESI

• Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor


utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua
reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme
biokimiawi depresi dan memberikan respon pada
semua golongan anti depresan.
• Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi
disebabkan karena menurunnya pelepasan dan
transmisi serotonin (menurunnya kemampuan
neurotransmisi serotogenik).
• Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin
terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang
berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin,
asetilkolin dan dopamin.
PATOFISIOLOGI DEPRESI

Teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai


berikut :
• 1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin
atau menurunnya kemampuan neurotransmisi
serotogenik.
• 2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin,
terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan
meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor
presinaptik.
• 3. Menurunnya aktivitas dopamin.
• 4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.
1. P-MAO

Mekanisme Kerja :
MAO dalam tubuh berfungsi dalam proses
deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria. Proses ini
dihambat oleh penghambat MAO karena terbentuk suatu
kompleks antara penghambat MAO dan MAO.
Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO
tetapi juha enzim-enzim lain, karena itu obat ini
mengganggu metabolisme banyak obat di hati.
Penghambatan enzim ini sifatnya irreversible.
Penghambatan ini mencapai puncak dalam beberapa
hari, tetapi efek antidepresinya baru terlihat setelah 2-3
minggu.
Efek Samping :
Penghambat MAO dapat merusak sel hati.
Selain itu dapat pula terjadi hipotensi dan hipertensi.
Hipertensi dapat disebabkan oleh tertimbunnya
katekolamin. Hipotensi mungkin terjadi karena
pemghambat MAO mencegah terlepasnya
norepinephrin dari ujung saraf.
2. GOLONGAN TRISIKLIK

Obat trisiklik bekerja menghambat reuptake


neurotransmitter di otak.
Farmakodinamik terhadap kejiwaan ialah elevasi
mood dengan mekanisme yang tidak jelas.
Senyawa dibenzazepin:
Imipramin, Desmetilimipramin, Amitriptilin,
Desmetilamitriptilin
Efek
Sebagian efek antidepresi trisiklik yang merupakan senyawa
dibenzazepin mirip dengan efek promazin .
• Efek Psikologik
Pada manusia normal imipramin menimbulkan rasa lelah, tidak
meningkatkan alam perasaan, dan meningkatkan rasa
cemas disertai gejala yang ,menyerupai efek atropin
• Susunan Saraf Otonom
• Imipramin jelas memperlihatkan efek anti muskarinik, sehingga
dapat terjadi penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi dan
retensi urin.
• Kardiovaskuler
• Pemberian imipramin dalam dosis terapi sering menimbulkan
hipotensi ortostatik, infark jantung, dan presipitasi gagal jantung.
Dalam dosis toksik, imipramin dapat menimbulkan aritmia dan
takikardia.
DOSIS

Dosis Imipramin harus ditentukan untuk tiap kasus,


biasanya dimulai dengan 75 atau 100 mg terbagi
dalam beberapa kali pemberian untuk 2 hari
pertama, kemudian 50mg tiap hari sampai dicapai
dosis total harian 200-250 mg.
IV. PSIKOTOGENIK

Obat psikotogenik merupakan golongan obat yang


yang dapat menimbulkan kelainan tingkah laku,
disertai halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, dan
perubahan perasaan.
Contoh : Meskalin, (LSD) Dietilamid asam lisergat dan
mariyuana (ganja)
MEKANISME KERJA

• LSD akan berikatan dengan serotonin pada saat di post


sinap. ikatan antara LSD dengan serotonin akan
mempengaruhi fungsi tubuh (halusinasi). LSD
mempengaruhi sejumlah besar reseptor pasangan
protein-G, termasuk semua reseptor dopamin, semua
subtipe adrenoreseptor sama seperti lainnya. Ikatan LSD
pada sebagian besar subtipe reseptor serotonin kecuali
5-HT3 dan 5-HT4. bagaimanapun juga, hampir semua
reseptor mempengaruhi pada afinitas rendah menjadi
aktif pada otak dengan konsentrasi 10-20 nm.
• Halusinogen merangsang reseptor 5-HT2A terutama
yang di ekspresikan pada sel piramidal neokorteks.
Aktivasi reseptor 5-HT2A juga menyebabkan
peningkatan kadar glutamat kortikal
THERAPEUTIC EFFECT

• Efek yang ditimbulkan LSD dapat dibagi 3 fase,


yaitu:
• Somatic phase : (a) muncul setelah obat diabsorbsi.
(b) menstimulasi CNS. (c) perubahan otonom
seperti simpatomimetik.
• Sensory/perceptual phase : Ditandai dengan
gangguan/distorsi sensory dan pseudohalusinasi.
• Psychic phase : merupakan tanda dari efek
maksimum obat, terjadi perubahan mood, true
halusination.
• Efek samping:
Dapat menimbulkan kelainan tingkah laku, disertai
halusinasi, ilusi, gangguan berpikir, dan perubahan
perasaan. Dosis meskalin 5 mg pada orang normal
menimbulkan rasa takut, halusinasi visual, tremor,
hiperrefleksia, dan peningkatan aktivitas simpatik.
Dosis 20-100 mikrogram
DAFTAR PUSTAKA

 Farmakologi Dasar & Klinik ed 12 oleh Betram G. Katzung, dkk.


• Anonim, 2006, British National Formulary, edisi 52, hal 31, 268, British
Medical Association, Royal Pharmaceutical Society of Great Britain,
London.
• Buku Farmakologi dan Terapi FK UI edisi 4

You might also like