You are on page 1of 29

Raisha Triasari

N 111 17 136

Dr. Suldiah, Sp. A


Definisi
 Mereka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan
kekhususannya.
 Gangguan kognitif adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap
jenis kesulitan atau defisiensi mental.
 Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down
sindrom dan retardasi mental.
 Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling
efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun.
Autisme
 Berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; “aut‟ = diri sendiri,”isme‟
orientation/state= orientasi/keadaan.
 Merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya
komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun,
tidak mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan
maupun keinginannya.
 Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik,
tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi.
Penyebab Autisme
 Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada otak ditemukan
kerusakan khas di dalam otak pada daerah dengan limbik sistem
(pusat emosi).
 Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak
menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat.
 Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan pada individu
autisme, bukan karena ibu tidak memberi kehangatan kasih sayang,
akan tetapi autisme terjadi erat kaitannya dengan gangguan pada otak.
Karakteristik Autisme
 Ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi
yang sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.
 Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan
mengalami gangguan autisme jika ia memiliki gangguan
perkembangan dalam tiga aspek: kualitas kemampuan interaksi sosial
dan emosional, kualitas kurang dalam kemampuan komunikasi timbal
balik, dan minat terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa
tujuan
Pemeriksaan Fisik Autisme
 Tidak ada kontak mata pada anak.
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
 Terdapat Ekolalia.
 Tidak ada ekspresi non verbal.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
Penanganan Autisme
 Intervensi terapeutik untuk anak penderita autisme merupakan
wilayah khusus yang melibatkan pelatih profesional.
 Hasil yang paling menjanjikan adalah melalui program modifikasi
perilaku yang dilakukan secara intensif dan terstruktur.
 Tujuan penanganan adalah meningkatkan penguatan positif,
peningkatkan kesadaran sosial terhadap orang lain, mengajari
keterampilan komunikasi verbal, dan mengurangi perilaku yang tidak
dapat diterima.
Sindroma Hiperaktivitas
 Istilah gangguan kekurangan perhatian menandakan gangguan sentral
yang terdapat pada anak-anak.
 Yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas,
hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal.
Etiologi
Sindroma Hiperaktivitas
 Beberapa orang berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin
sekali timbul sebagai akibat dari gangguan-gangguan di dalam
neurokimia atau neurofisiologi susunan saraf pusat.
 Sindroma tersebut diduga disebabkan oleh faktor genetik, pembuahan
ataupun racun, bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas atau
immaturitas, maupun rudapaksa, atau anoksia
 Sampai sekarang tidak ada satu atau beberapa faktor penyebab pasti.
Patofisiologi
Sindroma Hiperaktivitas
 Kurang konsentrasi atau gangguan hiperaktivitas ditandai dengan
gangguan konsentrasi, sifat impulsive, dan hiperaktivitas.
 Tidak terdapat bukti yang meyakinkan tentang suatu mekanisme
patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi.
Manifestasi Klinis
Sindroma Hiperaktivitas
 Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena
gangguan ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak.
 Jika dibandingkan dengan anak-anak normal, tetapi gerakan-gerakan
yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka
selalu gelisah dan resah.
 Mereka mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan
serta bersifat impulsive dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa
mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan tersebut.
Pemeriksaan Fisik
Sindroma Hiperaktivitas
 Rambut yang halus.
 Telinga yang salah bentuk.
 Lipatan-lipatan epikantus.
 Langit-langit yang melengkung tinggi.
 Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja.
 Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis
serta permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
Pemeriksaan Penunjang
Sindroma Hiperaktivitas
 Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis
gangguan kekurangan perhatian.
 Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan
jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram mereka.
 Tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologic atau
epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang
tidak pasti.
Komplikasi
Sindroma Hiperaktivitas
 Diagnosis sekunder, gangguan konduksi, depresi dan penyakit
ansietas.
 Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi).
 Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku
agresif dan kata-kata yang diungkapkan).
Penatalaksaan
Sindroma Hiperaktivitas
 Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua,
dan konseling keluarga.
 Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat.
 Psikostimulan-metilfenidat (ritalin), amfetamin sulfat (benzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)- dapat memperbaiki rentang
perhatian dan konsentrasi anak.
Definisi
Down Syndrome
 Merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia.
 Diperkirakan 20% anak dengan dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas
35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan
oleh adanya kelebihan kromosom X.
 Syndrom ini juga Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan
yang normal.
 95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
Etiologi
Down Syndrome
 Non Disjunction sewaktu osteognesis (Trisomi).
 Translokasi kromosom 21 dan 15.
 Prostzygotic non disjunction (mosaicism).
 Genetik.
 Radiasi.
 Infeksi dan kelainan kehamilan.
 Autoimun dan kelainan endoktri pada ibu.
 Umur ibu dan ayah.
Manifestasi Klinis
Down Syndrome
 Sutura Sagitalis Yang Terpisah.
 Fisura Palpebralis Yang Miring.
 Jarak yang lebar antara kaki.
 Fontanela Palsu.
 “Plantar Crease”.
 Hyperfleksibilitas.
 Peningkatan Jaringan Sekitar Leher.
 Bentuk Palatum Yang Abnormal.
 Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
 Bentuk atau struktur telinga yang abnormal
Manifestasi Klinis
Down Syndrome
 Hidung Hipoplastik.
 Kelainan otot dan hipotonia.
 Bercak Brushfield pada Mata.
 Mulut terbuka dan lidah terjulur.
 Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut
mata sebelah dalam.
 Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan.
 Jarak pupil yang lebar.
 Oksiput yang datar.
 Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
 Mata sipit
Patofisiologi
Down Syndrome
Faktor Resiko
Down Syndrome
 Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Resiko infeksi.
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan
palatum yang tinggi.
 Defisiensi pengetahuan (orang tua) dengan perawatan anak syndrome
down.
Pencegahan
Down Syndrome
 Konseling genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai
akan sangat membantu mengurangi angka kejadian syndrome down.
 Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.
 Fisioterapi pada down sindrom adalah membantu anak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara atau gerakan yang tepat
(appropriate ways).
Retardasi Mental
 Merupakan keadaan fungsi intelektual umum yang dimulai dalam masa
perkembangan individu dan berhubungan dengan terbatasnya
kemampuan belajar maupun penyesuaian diri proses pendewasaan.
 Pengertian retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensi
yang rendah yang menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar
dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang
dianggap normal.
Etiologi
Retardasi Mental
 Genetik.
 Prenatal.
 Perinatal.
 Pascanatal.
Gambaran Klinis
Retardasi Mental
 Penampilan fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu besar atau terlalu
kecil, mulut melongo, mata sipit (mongoloid), badan bungkuk.
 Kecerdasan terbatas.
 Tidak dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia.
 Arah minat sangat terbatas pada hal-hal yang terbatas dan sederhana saja.
 Perkembangan bahasa atau bicara lambat.
 Tidak ada perhatian terhadap lingkungannya dan perhatiannya labil.
 Koordinasi gerakan kurang , gerakan kurang terkendali.
 Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis, dan acuh
tak acuh terhadap sekitarnya.
 Sering kali ngiler.
Pemeriksaan Fisik
Retardasi Mental
 Kepala dan lingkar kepala.
 Mata.
 Telinga.
 Mulut atau leher.
 Kelenjar tiroid.
 Kulit.
 Thorak.
 Paru
 Jantung
 Genitalia.
 Ekstremitas
Penatalaksanaan
Retardasi Mental
 Radiologi.
 Pemeriksaan EEG.
 Pemeriksaan CT scan.
 Thoraks AP/PA.
 Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
 Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis.
 Program terapi: gizi seimbang, multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.
Kesimpulan
 Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai
anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan
pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
 Untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism, hiperaktif,
down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian lebih terutama
dari orang-orang sekitar.
 Sehingga perlu melibatkan lingkungan untuk memberikan asuhan perawatan
pada anak tersebut yang memiliki kebutuhan khusus seperti diatas.
Thank you

You might also like