You are on page 1of 26

KEP adalah gizi buruk yang merupakan

suatu istilah teknis yang umumnya


dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah
bentuk terparah (kronis) dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun atau
kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk
yang disertai dengan tanda-tanda klinis
disebut marasmus, kwashiorkor dan
kombinasi marasmus kwashiorkor
(Soekirman, 2000).
PEMBAGIAN KEP BERAT MENURUT WELLCOME-
TUST PARTY

Jenis KEP Berat Sembab


Badan/Umur

Kwashiorkor > 60% +

Marasmus < 60% _

Marasmik- < 60% +


kwashiorkor
KEP dalam keadaan berat
KEP dibagi menjadi 2 yaitu :
Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah
defisiensi protein yang berat
bisa dengan konsumsi
energi protein dan kalori
tubuh yang tidak mencukupi
kebutuhan.
ETIOLOGI

Penyebab utama makanan tidak mengandung


protein dengan alasan :
• Kemiskinan
• Pengetahuan mengenai penambahan makanan
pada bayi dan anak
• Pemikiran yang salah
• Macam-macam infeksi : diare, cacingan dsb.
• Khusus : ibu kekurangan ASI, ibu meninggal, ibu
dengan sakit berat, ibu hamil lagi, penghentian
tiba-tiba dari ASI, penitipan anak/bayi.
PATOFISIOLOGI

 Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan


metabolic dan perubahan sel menyebabkan
edema dan perlemakan hati. Kelainan ini
merupakan gejala yang menyolok. Pada
penderita defisiensi protein, tidak terjadi
katabolisme jaringan yang sangat berlebihan,
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh
jumlah kalori yang cukup dalam
dietnya(abdoeerahman, 1985).
TANDA DAN GEJALA
• Pertumbuhan terganggu
• Berat badan dan tinggi badan kurang dibandingkan dengan
anak sehat.
• Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada
stadium lanjut menjadi apatis.
• Edema ringan maupun berat.
• Gejala gastrointestinal seperti; anoreksia, diare, hal ini mungkin
karena gangguan fungsi hati, pancreas dan usus. Intoleransi
laktosa kadang-kadang ditemukan.
• Perubahan rambut; mudah dicabut, warna berubah, kusam,
kering, jarang.
• Kulit kering (crazi pavement dermatosis)
• Pembesaran hati
• Anemia ringan
• Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah, globulin
tinggi
MARASMUS

 Marasmus adalah kekurangan kalori-protein


yang berat.
ETIOLOGI

• Kegagalan menyusui anak, ibu meninggal anak


diterlantarkan atau tidak dapat menyusui
• Terapi dengan puasa karena penyakit, oleh
karena itu tidak boleh lebih dari 24 jam
• Tidak memulainya dengan makanan
tambahan.
TANDA DAN GEJALA

• Muka seperti orang tua


• Sangat kurus, tulang terbungkus kulit
• Cengeng dan rewel
• Kulit keriput
• Perut cekung
• Iga gambang
• Sering disertai penyakit infeksi dan diare
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorik : Hb, albumin-globulin, serum ferritin,
darah, air kemih, tinja, EKG, X-foto paru dan uji
tuberkulin
 Antropometri : BB menurut umur, TB menurut umur,
LLA(lingkar lengan atas) menurut umur, BB
menurut TB, LLA menurut TB
 Analisis diet
PENATALAKSANAAN

 Petunjuk dari WHO tentang pengelolaan KEP


berat dirumah sakit dengan menetapkan 10
langkah tindakan pelayanan melalui 3 fase dan
dilanjutkan dengan fase ‘follow up’ sebagai
berikut:
 Fase Stabilisasi

 Fase transisi

 Fase Rehabilitasi
1. Fase Stabilisasi
• Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah
laktosa
• Energi: 100kkal/kgBB/hari
• Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
• Cairan : 130 ml/kgBB/hari (bila sembab berat:
100ml/kgBB.hari)
• Teruskan ASI pada anak menetek
• Bila selera makan bak dan tidak sembab
pemberian makan bias dipercepat
• Pantau dan catat : jumlah cairan yang diberikan,
yang tersisa; jumlah cairan yang keluar seperti
muntah, frekuensi buang air, timbang
BB/hari(sudrajat suratmaja, 2000)
2. Fase Transisi
• Pemberian energi masih sekitar 100
kkal/kgBB/hari
• Pantau frekuensi nafas dan denyut nadi
• Bila nafas meningkat > 5 kali/menit dan
nadi >25 kali/menit dalam pemantauan
tiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula
• Setelah normal bisa naik kembali
3. Fase Rehabilitasi
• Beri makan/formula WHO, jumlah tidak
terbatas dan sering TKTP
• Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
• Protein: 4-6g/kgBB/hari
• ASI diteruskan, tambahkan makanan
formula; secara perlahan kepada
keluarga
• Pemantauan : kecepatan pertambahan
BB setiap minggu (timbang BB setiap
hari sebelum makan)
FAKTOR RESIKO

1. Bayi dan anak kecil yang nafsu makannya jelek


2. Remaja dalam masa pertumbuhan yang pesat
3. Wanita hamil dan wanita menyusui
4. Orang tua
5. Penderita penyakit menahun pada saluran
pencernaan, hati atau ginjal, terutama jika terjadi
penurunan berat badan sampai 10-15%
6. Orang yang menjalani diet untuk jangka panjang
7. Vegetarian
8. Penderita ketergantungan obat atau alkohol
yang tidak cukup makan
9. Penderita AIDS
10. Pemakaian obat yang mempengaruhi nafsu
makan, penyerapan atau pengeluaran zat gizi
11. Penderita anoreksia nervosa
12. Penderita demam lama, hipertiroid, luka bakar
atau kanker
KOMPLIKASI

1. Noma atau stomatitis ganggrainosa merupakan


pembusukan mukosa mulut yang bersifat
progresif hingga dapat menembus pipi, bibir,dan
dagu.
2. Xeroftalmia
3. Penyakit infeksi lain
4. Dehidrasi sedang dan berat
5. Defisiensi vit A
6. Anemia berat
OBESITAS

Obesitas merupakan sebuah kondisi kronis di


mana terjadinya penumpukan lemak di dalam
tubuh sehingga melebihi batas yang baik untuk
kesehatan. Pengukuran berat badan serta
kaitannya dengan kesehatan ini bisa diukur
melalui penghitungan Indeks Massa Tubuh
(IMT).
Rumus yang dipakai dalam penghitungan IMT
adalah berat tubuh dalam kilogram dibagi
dengan tinggi tubuh dalam satuan meter
kuadrat (m²).

BB kurang jika <18,5


BB normal/ideal jika antara 18,5 – 22,9
BB lebih jika diantara 25-30
Meski belum dikategorikan sebagai obesitas,
Anda perlu berwaspada karena pada tahapan
ini risiko masalah kesehatan seperti diabetes
tipe 2, stroke, dan penyakit jantung sudah
meningkat.
PENYEBAB

Dua hal utama yang menyebabkan seseorang


terkena obesitas adalah pola makan yang
buruk dan kurangnya aktivitas fisik.
 Obesitas tidak boleh diabaikan karena dapat
memicu masalah kesehatan seperti stroke,
penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan beberapa
jenis kanker seperti kanker usus dan payudara.
 Obesitas dapat ditangani sendiri dengan disiplin
menerapkan pola makan sehat seperti
mengonsumsi makanan rendah lemak dan gula,
serta berolahraga secara teratur seperti berjalan,
bersepeda, bermain bulu tangkis, atau berenang.
Selain dengan kedua langkah tersebut,
penanganan obesitas juga bisa ditunjang dengan
konsumsi obat-obatan, seperti misalnya orlistat.

You might also like