You are on page 1of 60

STANDARDISASI

OBAT
TRADISIONAL

Oleh :
Rahmi Muthia,
M.Si., Apt.
PUSTAKA
• Agoes, G., 2007. Teknologi Bahan Alam, Penerbit ITB,
Bandung.
• Ditjen POM, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, Depkes RI, Jakarta.
• Badan POM, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat
Indonesia, BPOM RI, Jakarta.
• Badan POM, 2004. Keputusan Kepala Badan POM tentang
Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia, BPOM RI, Jakarta.
• Witchtl M, 2004. Herbal Drugs and Phytopharmaceutical,
Medpharm Scientific Publishers, CRC Press, Boca Raton.
• Badan POM, 2005. Fitofarmaka dan Obat Herbal
Terstandar, BPOM RI, Jakarta.
PUSTAKA
• Badan POM, 2005, Peraturan Perundang-undangan di
Bidang Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, BPOM RI, Jakarta.
• Menkes, 2012. Permenkes No.6 tentang Industri dan
Usaha Obat Tradisional, Jakarta.
• Menkes, 2012. Permenkes No.7 tentang Registrasi
Obat Tradisional, Jakarta.
• Menkes, 2010. Permenkes No.3 tentang Saintifikasi
Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan
Kesehatan
• BPOM, 2011, Keputusan Kepala BPOM tentang
Persyaratan Teknis CPOTB, Jakarta.
STANDARDISASI
Standardisasi (KBBI) : penyesuaian bentuk
(ukuran, kualitas dsb) dengan pedoman
(standar) yang ditetapkan

Standardisasi (SNI) : proses merumuskan,


Menetapkan, menerapkan dan merevisi
Standar dilakukan pihak terkait
Mengapa perlu dilakukan
standardisasi ?

Safety Quality
Efficacy
Proses standardisasi meliputi :
Standardisasi bahan
baku

Standardisasi proses
produksi

Standardisasi produk
STANDARDISASI
BAHAN BAKU
Bahan Baku
• Simplisia, Sediaan galenik, Bahan
tambahan obat yang digunakan
dalam pengolahan obat tradisional
Simplisia :
Bahan alami yang digunakan sebagai bahan obat,
yang belum mengalami pengolahan apapun juga,
kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang sudah
dikeringkan.

Sediaan galenik :
Sediaan yang dibuat dari bahan baku
tumbuh-tumbuhan atau hewan dengan cara
disari. yang termasuk yaitu ekstrak, tingtur,
infusa.
Ekstrak (FI) :
• Sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan.

a. Bahan awal  bahan baku dari produk jadi

Ekstrak
b. Bahan antara  fraksi, isolat, campuran
tumbuhan obat,
dengan ekstrak lain
sebagai

c. Produk jadi  siap digunakan


Faktor yang berpengaruh pada
mutu ekstrak (1) :

Faktor biologi

Identitas jenis Lokasi tumbuh

Faktor Faktor
Umur tumbuhan Waktu panen
internal eksternal

Bagian yang
Penyimpanan
digunakan
Faktor yang berpengaruh pada
mutu ekstrak (2) :
Faktor kimia
 Jenis senyawa aktif
 Komposisi kualitatif zat aktif
Faktor internal  Komposisi kuantitatif zat aktif
 Kadar total rata-rata senyawa aktif

 Metode ekstraksi
 Ukuran alat ekstraksi
 Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
Faktor eksternal
 Pelarut yang digunakan
 Kandungan logam berat
 Kandungan pestisida
PARAMETER MUTU EKSTRAK

Parameter nonspesifik Parameter spesifik

1. Susut Pengeringan
1. Identitas Ekstrak
2. Bobot Jenis
2. Organoleptik Ekstrak
3. Kadar Air
3. Senyawa terlarut dalam
4. Kadar Abu
pelarut tertentu
5. Kadar Sisa Pelarut
4. Pola Kromatogram
6. Residu Pestisida
5. Kadar total golongan
7. Cemaran Logam Berat
kandungan kimia
8. Cemaran Bakteri
6. Kadar Kandungan
9. Cemaran jamur dan
kimia tertentu
aflatoksin
Parameter Non Spesifik – 1. Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah pengurangan berat


bahan setelah dikeringkan dengan cara yang telah
Pengertian ditetapkan (Depkes RI, 2008). Memberikan
dan
Tujuan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan
(Depkes RI, 2000

Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada


temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai
Prinsip
berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai
persen.
Parameter Non Spesifik – 1. Susut Pengeringan

Botol timbang dipanaskan pada suhu 105oC


selama 30 menit, lalu ditimbang. Sebanyak 1-2
gram bahan uji ditimbang dimasukkan ke dalam
Prosedur
botol timbang. Bahan uji kemudian dikeringkan
pada suhu 105oC hingga bobot tetap (Depkes RI,
2000).
Parameter Non Spesifik – 2. Bobot Jenis

rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku


yang volume dan suhunya sama dan dinyatakan
Pengertian dalam desimal. Memberikan batasan tentang
dan besarnya masa per satuan volume yang
Tujuan merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang
(Depkes RI, 2000).

Masa per satuan volume pada suhu kamar tertentu


Prinsip (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus
piknometer atau alat lainnya.
Parameter Non Spesifik – 2. Bobot Jenis

Piknometer ditimbang kemudian dikalibrasi dengan


menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang
dididihkan pada suhu 25oC kemudian ditimbang
Prosedur (W1). Ekstrak cair diatur suhunya ± 20oC lalu
dimasukkan ke dalam piknometer kosong, atur
suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25oC
kemudian ditimbang (W2) (Depkes RI, 2000).

Bobot jenis dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :


Parameter Non Spesifik – 3. Kadar Air

sejumlah air yang terkandung di dalam suatu


Pengertian benda. Tujuan untuk Memberikan batasan minimal
dan
Tujuan atau rentang tentang besarnya kandungan air di
dalam bahan

Pengukuran kandungan air yang berada di dalam


Prinsip bahan, dilakukan dengan cara yang tepat antara
cara titrasi, destilasi atau gravimetri.
Parameter Non Spesifik – 3. Kadar Air

Prosedur
Parameter Non Spesifik – 4. Kadar Abu

Merupakan campuran dari komponen anorganik


Pengertian atau mineral yang terdapat pada suatu bahan
dan pangan. Memberikan gambaran kandungan
Tujuan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbentuknya ekstrak

Bahan dipanaskan pada temperatur dimana


senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan
Prinsip
menguap. sehingga tinggal unsur mineral dan
anorganik
Parameter Non Spesifik – 4. Kadar Abu

Sebanyak 2-3 g ekstrak ditimbang seksama (W1)


dimasukkan dalam krus silikat yang sebelumnya
telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu
Prosedur ekstrak dipijar dengan menggunakan tamur secara
perlahan-lahan (dengan suhu dinaikkan secara
bertahap hingga 600 ± 25oC hingga arang habis.
Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2).
Parameter Non Spesifik – 5. Sisa Pelarut

Memberikan jaminan bahwa selama proses tidak


Tujuan
meninggalkan sisa pelarut

Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang


Prinsip memang ditambahka) yang secara umum
dilakukan dengan kromatografi gas.
Parameter Non Spesifik – 5. Sisa Pelarut

PROSEDUR
Parameter Non Spesifik – 6. Residu Pestisida

Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak


Tujuan mengandung pestisida melebihi nilai yang
ditetapkan

Menentukan kandungan sisa pestisida yang


mungkin saja pernah ditambahkan atau
Prinsip
mengkontamiasi pada bahan simplisia pembuatan
ekstrak

Menggunakan KG. Metodde analisis yang


digunakan mengacu pada metode pengujian
Prosedur residu pestisida dalam hasil pertanian dari komisi
pestisida departemen pertanian 1997.
Parameter Non Spesifik – 7. Cemaran Logam Berat

7.  Pb, Hg, Cd, As, Sn, I, Cu, Sb. Menggunakan


Cemaran tabung nessler dan standar yang digunakan
logam adalah Pb.
berat  Menggunakan AAS/SSA

Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak


Tujuan mengandung logam berat tertentu melebihi nilai
yang ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan

Menentukan kandungan logam berat secara AAS


Prinsip
atau lainnya yang lebih valid
Parameter Non Spesifik – 7. Cemaran Logam Berat

PROSEDUR
Parameter Non Spesifik

8.
 Uji Mikrobiologi, diinkubasi pada 35-37oC,
Cemaran
selama 24-48 jam
bakteri

9.
Cemaran
 Inkubasi 20-25oC, 5-7 hari
Jamur dan
Aflatoksin
Parameter Spesifik
 Nama ekstrak
1.
 Nama latin tumbuhan
Identitas
 Bagian tumbuhan yang digunakan
Ekstrak
 Nama indonesia tumbuhan

2.
Organoleptik  Bentuk, warna, bau, dan rasa
ekstrak

3. Senyawa  Kadar senyawa larut dalam air (kadar sari larut


terlarut
air)
dalam
pelarut  Kadar senyawa larut dalam etanol (kadar sari
tertentu larut etanol)

4.
 Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Gas,
Pola
kromatogram
KCKT dll
Parameter Spesifik

 Gol. Minyak atsiri


 Gol steroid
5. Kadar  Gol tanin
total gol.  Gol flavonoid
Kandungan
 Gol triterpenoid
kimia
 Gol Alkaloid
 Gol antrakinon

 Senyawa identitas
6. Kadar  Senyawa dominan
kandungan  Senyawa aktif
kimia  Untuk mengukur kadar kandungan tertentu
tertentu dengan alat : spektrofotodensitometri,
kromatografi gas, KCKT
STANDARDISASI
PROSES PRODUKSI
Proses Produksi
• Semua kegiatan pembuatan mulai
dari pengadaan bahan awal termasuk
penyiapan bahan baku, pengolahan
sampai dengan pengemasan
Parameter proses produksi :

1. Pengeringan simplisia
2. Pembuatan serbuk
3. Metode ekstraksi
4. Pelarut yang digunakan
5. Pemekatan ekstrak
6. Pengeringan ekstrak
7. Pembuatan sediaan
1. Pengeringan simplisia

a. Sinar matahari

Metode
Validasi pengeringan b. Oven pengering
simplisia

c. Diangin-
anginkan

Sinar matahari : (jam berapa, lama)

Standardisasi Oven pengering : (suhu oven, lama)

Diangin-anginan (tempat, lama)


2. Pembuatan serbuk

Diblender/diserbuk

Metode
Validasi
pembuatan serbuk

dirajang

Ukuran serbuk

Standardisasi Kekerasan

Kadar air
Alat lainnya yang digunakan untuk proses
pembuatan serbuk dalam industri :
• Cutting mill
• Hammer mill
• Ball mill
3. Metode Ekstraksi

Cara dingin
Metode
Validasi pembuatan
ekstrak
Cara panas

Cara dingin : Ukuran alat,


maserasi, volume, dan
perkolasi lama
Standardisasi
Cara panas : Ukuran alat,
refluks, digesti, volume, dan
sinambung lama
4. Pelarut yang digunakan

Pelarut yang
Validasi
dipilih

Teknis
Tingkat
Standardisasi kualitas
pelarut
Pro Analisis
5. Pemekatan Ekstrak

Rotavapor

Validasi

Tangas Air

Ukuran labu,
Standardisasi suhu, rpm, ukuran
alat, dan suhu
rotavapor

Tangas air/
waterbath
6. Pengeringan Ekstrak

Freeze dryer
Validasi
Oven

Ukuran alat
Standardisasi
dan suhu
Freeze dryer
Alat lainnya yang digunakan untuk proses
pengeringan ekstrak dalam industri :
• Spray dryer --> alat pengering yang
menggunakan semprotan udara panas
dengan waktu yang singkat
• Vacuum belt dryer  alat pengering
terbuat dari bahan stainless steel yang
dilengkapi dengan pompa vacuum dan
sabuk berjalan di dalamnya.
SPRAY DRYER
Prinsip kerja :
• Produk disemprotkan ke chamber yang diisi dengan
udara panas sehingga suhu da prosesnya terjadi cepat
• Droplet dibawa udara panas dan disirkulasi, sehingga
menyerap panas yang dibutuhkan untuk terjadinya
vaporasi
• Uap air hasil vaporasi diserap oleh udara dan
dikeluarkan dari spray dryer
• Serbuk kering kemudian jatuh ke bawah dan ditampung
dalam wadah tertentu
SPRAY DRYER
SPRAY DRYER
VACUUM BELT DRYER
Prinsip kerja :
• Ketika sampel memasuki ruangan, maka akan
ditempatkan di atas sabuk berjalan yang melewati
beberapa zona pemanasan dengan suhu bervariasi
yakni 70 – 180oC sesuai dengan kebutuhan
• Pada akhir perjalanan sabuk melalui zona pendinginan
yang suhunya bervariasi yaitu 15-35oC
• Proses dikerjakan dalam keadaan vakum
VACUUMM BELT DRYER
7. Pembuatan Sediaan

BENTUK SEDIAAN VALIDASI


Kapsul Bahan tambahan
Pil/tablet Pengisi, dan bahan tambahan lain
Sirup/suspensi Pewarna, pemanis, pengawet
Salep/krim Basis, bahan tambahan

Standardisasi  jenis dan jumlah (%)


STANDARDISASI
PRODUK
PRODUK JADI
• Bahan atau campuran yang sudah
selesai diolah dan dikemas
PIL/TABLET
Waktu hancur

Kekerasan Ex : Standardisasi
untuk uji disolusi

Keseragaman bobot  Alat yang dipakai :


Validasi keranjang atau
dayung
Kerapuhan
 Rentang/batas
maks
Uji batas mikroba

Uji disolusi
SIRUP/SUSPENSI

pH Ex : Standardisasi
untuk uji kekentalan
Validasi BJ  Alat yang dipakai

Kekentalan  Rentang/batas
maks
SALEP/KRIM

Isi minimum
Ex : Standardisasi
untuk uji batas
Kadar air mikroba
Validasi  Alat yang dipakai
Stabilitas krim
 Rentang/batas
maks
Batas mikroba
TERIMA KASIH ATAS
PERHATIANNYA
Diskusi
• Apa saja nama alat yang digunakan
untuk tiap metode standardisasi
• Apa yang dimaksud dengan bobot
tetap
• Apa perbedaan kajian
farmakognostik dan standardisasi
ekstrak
Diskusi
• Apakah setiap tanaman perlu
dilakukan standardisasi ?
• Apakah semua simplisia bisa
distandardisasi untuk dikembangkan
menjadi jamu, OHT dan fitofarmakan

You might also like