You are on page 1of 28

Nova Relida, SST. FT, M.

Fis
DEFENISI
 RKP adalah suatu usaha untuk mengembalikan fungsi
pernafasan dan fungsi sirkulasi serta mengatasi akibat
berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang-orang yang
tidak diharapkan mati pada saat itu. RKP merupakan salah
satu tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD).
 Tujuannya adalah untuk membantu atau mengembalikan
oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi yang efektif hingga
kembalinya sirkulasi spontan atau hingga intervensi
Bantuan Hidup Lanjut (BHJL) dapat mulai dilakukan.3
Resusitasi mencegah agar sel-sel tidak rusak akibat
kekurangan oksigen.
 Keberhasilan RKP ditentukan oleh kecepatan dan
ketepatan RKP diberikan. Jika Apneu dan Cardiac
Arrest terjadi selama 4 menit, angka keberhasilan RKP
lebih dari 65 % tanpa gejala sisa (sakit kepala-pusing,
amnesia retrograde,dll)
INDIKASI RKP
 Henti Napas
 Henti Napas primer ( respiratory arrest ) dapat disebabkan
oleh sumbatan jalan nafas dan depresi pernapasan sentral
dan perifer. Sumbatan jalan nafas seperti benda asing,
aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang, pipa trakeal terlipat,
kanula trakeal tersumbat, kelainan akut glottis dan
sekitarnya ( sembab glottis, perdarahan). Depresi
pernapasan sentral seperti karena obat-obatan, intoksikasi,
paO2 rendah, paCO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor
otak, tenggelam. Depresi pernapasan perifer seperti karena
obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis,
poliomyelitis.
 Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut,
masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ
vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit.
Kalau henti napas mendapat pertolongan segera
(seperti BHD-RKP.pen), maka pasien akan
terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau
terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin
menjadi fatal
 Henti Jantung
 Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah
ketidaksanggupan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya
secara mendadak dan dapat balik normal jika
dilakukan tindakan yang tepat atau akan
menyebabkan kematian dan kerusakan otak menetap
jika tindakan tidak adekuat.
 Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh
ventricle fibrillation atau takikardia tanpa denyutan
(80-90%) terutama kalau terjadinya di luar rumah
sakit, asistol ventricle (+/- 10%) dan electro-
mechanical dissociation (+/- 5%).
Penyebab henti jantung adalah
sebagai berikut
 Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung
iskemik, infark miokardial akut, embolus paru,
fibrosis pada system konduksi (penyakit Lenegre,
Sindrom Adams-Stokes, noda sinus sakit)
 Kekurangan oksigen akut, seperti henti nafas, benda
asing di jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh sekresi
 Kelebihan dosis obat, seperti digitalis, quinidin,
antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin,
isoprenalin.
 Gangguan asam-basa/elektrolit, seperti kalium serum
yang tinggi atau rendah, magnesium serum rendah,
kalsium serum tinggi, asidosis.
 Kecelakaan, seperti syok listrik dan tenggelam.
 Reflex vagal, seperti peregangan sfingter ani,
penekanan/penarikan bola mata.
 Anesthesia dan pembedahan
 Terapi dan tindakan diagnostic medis
 Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, anafilaksis)
Kapan memulai RKP
 Siapapun yang mempunyai pengetahuan dan
kemampuan resusitasi dapat melakukan RKP ketika
berhadapan dengan kasus henti jantung. Namun ada
hal-hal yang perlu diperhatikan saat RKP tidak perlu
dilakukan, yaitu:
 Saat kejadian henti jantung yang disaksikan
 Jika menyaksikan sendiri terjadinya henti jantung,
sudah seharusnya segera memulai RKP, kecuali:
1. Ada bukti permintaan keluar untuk tidak
melakukannya
2. Usaha RKP akan membahayakan nyawa si penolong
3. Kemungkinan RKP untuk mengembalikan sirkulasi
spontan dengan kualitas hidup yang diterima sangat
kecil
4. Henti jantung yang terjadi setelah usaha terapi yang
maksimal untuk proses penyakit terminal.
 Saat kejadian henti jantung yang tidak disaksikan
1. Penolong tidak mengetahui berapa lama henti jantung itu
sudah berlangsung. Untuk hal seperti ini tidak perlu mulai
melakukan RKP jika mendapati keadaan sebagai berikut:
2. Ada tanda kematian yang tidak berubah seperti rigor
mortis atau lebam mayat
3. Sudah mulai ada tanda-tanda pembusukan
4. Penderita mengalami trauma yang tidak bisa
diselamatkan, seperti hangus terbakar, dekapitasi atau
hemikorporektomi.
Kapan menghentikan RKP
 Beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan
RKP antara lain
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang
efektif
2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang
bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tak ada
dokter)
3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tak
ada dokter sebelumnya).
4. Korban dinyatakan mati
5. Penolong sudah memberikan secara penuh, yakni bantuan
hidup dasar dan bantuan hidup lanjut.
6. Penolong sudah mempertimbangkan apakah pada pasien
terdapat hipotermia
7. Penolong sudah mempertimbangkan apakah pasien
terpapar bahan beracun atau mengalami overdosis obat
yang akan menghambat system syaraf pusat.
8. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol
yang menetap selama 10 menit atau lebih
9. Interval waktu usaha resusitasi pada henti jantung
disaksikan yang tidak dapat mengembalikan sirkulasi
spontan adalah 25 sampai 30 menit
10. Penolong sudah lelah. Ingat jangan menambah korban.
Bila anda melihat seorang yang
tidak sadar
 Pertama-tama anda harus berteriak untuk meminta
tolong (cari saksi)
 Dekati pasien tersebut dan pastikan korban benar-
benar tidak sadar (check responsiveness) dengan
memanggil-manggil (rangsangan suara.pen),
menyentuh lembut atau memberikan rangsangan
nyeri (rangsangan nyeri.pen), atau dengan
memberikan bau-bauan yang cukup menyengat
(rangsangan bau.pen). Perhatian, hati-hati menyentuh
pasien yang terkena sengatan listrik, jangan sampai
anda menjadi korban kedua.
 Bila tidak sadar, minta bantuan orang lain agar
menelepon ambulans atau rumah sakit terdekat agar
segera datang dengan alat bantuan yang lebih lengkap
(call for help).
 Ubah posisi korban, posisikan dengan posisi tidur
terlentang di tempat yang datar dan keras sebagai
persiapan untuk melakukan RKP. Selanjutnya lakukan
RKP dengan langkah-langkah A,B,C,D,E,F,G,H,I
A=Airway Control.
 Tujuannya untuk membuka dan
mengamankan jalan nafas. Langkah-
langkahnya sbb:
 Penolong berlutut di dekat kepala sebelah
kanan korban.
 Jika terdapat trauma pada leher sebelah atas
sampai kepala dan dicurigai terdapat trauma
cervical, lakukan fiksasi pada leher dan kepala
korban dengan memasang collar neck atau
benda keras apapun sebagai pengganti yang
cocok.
 Jika tonus otot korban hilang, lidah akan
menyumbat faring dan epiglottis akan
menyumbat laring, hal ini menjadi penyebab
utama tersumbatnya jalan napas pada pasien
tidak sadar.
 Oleh sebab itu, lakukan
tindakan Angkat Dagu
Tengadah Kepala dengan
mengangkat dagu ke atas
dan mendorong kepala atau
dahi ke belakang (Head Tilt-
Chin Lift Maneuver). Pada
korban dengan trauma
muka atau kepala dan dada Head Tilt-Chin Lift Maneuver
yang dicurigai mengalami
cedera servikal, lakukan
teknik penarikan rahang
tanpa kepala (jaw thrust
Maneuver.red

Jaw thrust Maneuver


 Lihat apakah ada cairan atau benda asing. Bila
terdapat cairan, miringkan kepala penderita agar
cairan dapat keluar (memiringkan kepala hanya
dilakukan pada penderita yang tidak ada cedera
tulang servikal) atau dilakukan penghisapan cairan
bila peralatan tersebut tersedia. Bila terdapat benda
asing maka segera keluarkan benda tersebut, salah
satunya dengan teknik hentakan abdomen (Hemlich
maneuver/ abdominal thrust) dan hentakan dada (
chest thrust ).
 Jika sumbatan jalan napas masih terjadi, dapat
dicoba pemasangan pipa jalan nafas ( oropharyngeal
airway atau nasopharyngeal airway ). Jika usaha ini
masih belum berhasil, perlu dilakukan tracheal
intubation, jika tidak bisa dilakukan maka sebagai
alternative adalah cricotirotomy atau cricotiroid
membrane punction dengan jarum berlumen besar
(missal dengan kanula intravena 14 G).
 Perhatikan apakah korban
bernafas atau tidak dengan
melakukan :lihat, dengar,
rasakan (look,listen, feel).
Dekatkan telinga anda ke mulut
korban dan mata melihat ke
arah dada.
 Lihat apakah ada pergerakan
dinding dada seperti orang
bernafas umumnya (look),
dengarkan suara pernafasannya
(listen), dan rasakan hembusan
nafasnya (feel).Bila tidak
bernafas, lakukan langkah B.
B=Breathing Support.
 Pasanglah alat bantu jalan nafas orofaring (bila
ada) pada penderita, kemudian pasang kantung
nafas sungkup muka. Bila terjadi di lapangan
dan tanpa peralatan, lakukan dengan
manipulasi dengan cara mulu ke mulut ( the kiss
of life, mouth-to-mouth ), mulut ke hidung (
mouth-to-nose ) pada trauma maksilo-fasial dan
saat mulut korban sulit dibuka atau mulut ke
stoma trakeostomi.
 Letakkan tangan kanan penolong di dagudan
tangan kiri penolong memencet kedua lubang
hidung korban, sehingga lobang hidung
tertutup rapat. Dengan demikian keadaan
korban menjadi “mulut menganga, dagu
terangkat, kepala fleksikan”.
 Lakukan nafas buatan sebanyak 2 kali secara perlahan, tiap
ventilasi waktunya sekitar 2 detik.
 Lihat apakah udara yang dipompakan dapat masuk dengan
mudah, apakah dinding dada tampak naik ketika udara
dipompakan, dan apakah ada udara yang keluar saat
ekspirasi pasif. Bila udara tidak dapat masuk dengan
mudah dan dinding dada tidak bergerak naik, pikirkan
kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas. Atasi obstruksi
segera!
 Raba denyut arteri carotis paling lama 10 detik. Bila tidak
ada denyut, berarti pasien Cardiac Arrest dan lanjutkan
langkah C. Bila berdenyut, lanjutkan pemberian nafas
buatan dengan frekuensi 12-20 kali/menit.
C=Circulation Treatment
 Lakukan Pijat Jantung Luar (PJL) sebanyak 7 kali dan
diikuti nafas buatan sebanyak 1 kali ( menurut ACLS
2008, PJL sebanyak 30 kali dan nafas buatan sebanyak
2 kali.red). Yang penting PJL dilakukan sebanyak +/-
80 kali/menit dan nafas buatan sebanyak +/- 12
kali/menit. Dengan demikian pasien terhindar dari
Hipoxia Lanjut.
Teknik melakukan PJL adalah
sebagai berikut
 Letakkan satu telapak tangan di atas permukaan
dinding dada pada 1/3 processus xypoideus (bagian
ujung sternum). Tangan yang lain diletakkan di atas
tangan pertama.
 Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua
bahu tepat di atas sternum korban, beri tekanan
vertikal ke bawah dengan kedalaman sekitar 3-5 cm
untuk dewasa. Tekanan berasal dari bahu bukan
dari tangan, sehingga tangan dan siku korban lurus
dan tegak lurus dengan dada korban. Tindakan ini
akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh
dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada
dan tulang punggung. Pijatan jantung yang baik
akan menghasilkan denyut nadi pada arteri carotis
dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal.2
 Pada gerakan penekanan, usahakan penekanan sternum ke
bawah selama ½ detik dan lepaskan dengan cepat tetapi
kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban dan
tunggu ½ detik kemudian agar jantung dan pembuluh
darah terisi cukup
 Kompresi harus teratur, halus dan continue. Dalam kondisi
apapun kompresi tidak boleh berhenti lebih dari 5 detik.
 Lakukan pemberian nafas sebanyak 2 kali tiap setelah 30
kali pijatan atau penekanan pada dada (jantung) dengan
perbandingan 30:2.
 Lakukan sebanyak 5 siklus, kemudian cek kembali arteri
carotis korban. Jika tetap tidak berdenyut, lanjutkan
pemberian PJL.
 Di lapangan, saat korban menunjukkan respon yang positif
terhadap pemberian Bantuan Hidup Dasar ( langkah A-B-C),
maka tindakan RKP dihentikan dan letakkan korban pada posisi
mantap.
 Fleksikan tungkai yang terdekat dengan anda
 Letakkan tangan yang terdekat dengan anda di bawah
bokongknya
 Dengan lembut gulingkan pasien pada sisinya
 Ekstensikan kepalanya dan pertahankan mukanya lebih rendah.
 Letakkan tangan pasien sebelah atas di bawah pipi sebelah
bawah untuk mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah
pasien berguling ke depan. Lengan sebelah bawah yang berada
di punggungnya mencegah pasien terguling ke belakang.
D=Drugs and Fluid Intravenous
Infusion
 Pada tahap ini diberikan obat dan cairan tanpa
menunggu hasil EKG.Obat yang diberikan adalah
 1) Adrenalin
 Pertama yang diberikan adalah adrenalin 0,5-1,0 mg
I.V dosis untuk dewasa, 10 mcg/kg pada anak-anak.
 2) Natrium Bikarbonat
 Dosis mula 1 mEq/kg (bila henti jantung lebih dari 2
menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan
dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut jantung
spontan atau mati jantung. Cara pemberian hanya IV
 5. E=EKG
 6. F=Fibrilation Treatment
 Elektroda dipasang di sebelah kiri putting susu kiri dan di
sebelah kanan sternum atas. Defibrilasi luar: arus searah:
100-360 Wsec (Joule) (dewasa); 100-200 Wsec (anak); 50-
100 Wsec (bayi).
 7. G=Gough (cari sebab Cardiac Arrest)
 Pada tahap ini, menentukan dan member terapi penyebab
kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien dapat
diselamatkan.
 8. I=Intensive Care Unit
 Post Cardiac Arrest, korban harus dirawat di ICU

You might also like