You are on page 1of 23

MYASTHENIA GRAVIS ?

Oleh: Erika Nurwidiyanti, S. Kep., Ns


EPIDEMIOLOGI
 Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang
ditemui.
 Angka kejadiannya 20 dalam100.000 populasi.
 Penyakit ini lebih sering tampak pada umur diatas
50 tahun.
 Wanita lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan pria dan dapat terjadi pada berbagai
usia.
 Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang
lebih muda yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada
pria penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun.
2,3,4.
PENGERTIAN
 Myasthenia gravis berasal dari bahasa Latin
dan Yunani, yang berarti kelemahan otot yang
(grave) buruk.
 Myasthenia Gravis (MG) merupakan suatu
penyakit autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot
rangka yang dipergunakan secara terus-
menerus dan disertai dengan kelelahan saat
beraktivitas. 2
 Apabila penderita beristirahat, maka tidak
lama kemudian kekuatan otot akan pulih
kembali. 2.
Lanjutan

Myasthenia Gravis (MG)

Produksi antibodi secara berlebihan


sehingga banyak organ tubuh yang
terserang

Kondisi otot rangka yang lemah.

Otot yang paling sering terserang


adalah otot sekitar wajah dan wilayah
mata.
Lanjutan...
ETIOLOGI
 Penyebab Myasthenia Gravis bersifat
idiopatik atau belum jelas.
 Penyakit ini timbul karena autoimun, yakni
adanya gangguan dari synaptic transmission
atau pada neuromuscular junction.
ANATOMI “Neuromuscular Junction”
 Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang
beberapa kali dan merangsang tiga hingga
beberapa ratus serat otot rangka motor end-plate.
 Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang
disebut neuromuscular junction atau sambungan
neuromuskular
 Membran presinaptik (membran saraf), membran
post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps
merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction.
 Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada
bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang
terbentang diantara celah-celah yang terdapat di
sepanjang serat saraf
Lanjutan
PATOFISIOLOGI
 Hasil observasi klinik, kelainan autoimun yang terkait
dengan pasien yang menderita miastenia gravis,
misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus
eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.
 Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana
autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis
secara langsung melawan konstituen pada otot.
 Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor
nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama
kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis.
 Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-
AChRs)  telah dideteksi pada serum 90% pasien
yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata.
2,4,6.
Lanjutan
Lanjutan
 Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai
“penyakit terkait sel B”, dimana antibodi yang
merupakan produk dari sel B justru melawan
reseptor asetilkolin.
 Peranan sel T pada patogenesis miastenia
gravis mulai semakin menonjol.
 Timus merupakan organ sentral terhadap
imunitas yang terkait dengan sel T, dimana
abnormalitas pada timus seperti hiperplasia
timus atau timoma, biasanya muncul lebih
awal pada pasien dengan gejala miastenik. 4,6.
TANDA & GEJALA

 kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini


akan meningkat apabila sedang beraktivitas, kelemahan ini akan
berkurang apabila penderita beristirahat
 adanya kelemahan pada otot wajah, kelemahan otot wajah yang
bilateral akan menyebabkan timbulnya myasthenic sneer dengan
adanya ptosis dan senyum yang horizontal
 kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis yang disebabkan oleh
kelumpuhan dari nervus okulomotorius.
 Kelemahan otot bulbar, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan
ekstensi kepala, kelemahan dari otot masseter sehingga mulut
penderita sukar untuk ditutup.
 sukar menelan dan berbicara akibat kelemahan dari otot faring,
lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah paresis dari
pallatum molle yang akan menimbulkan suara sengau dan apabila
penderita minum air mungkin air dapat keluar dari hidungnya.7
KOMPLIKASI
 Tersedak, aspirasi makanan
 Apabila otot pernafasan melemah, maka
akan terjadi gagal pernafasan akut.
 Miastenia crisis akibat terapi yang tidak
diawasi (Keadaan memburuknya/
exacerbation yang memicu gagal
pernapasan shg memerlukan ventilasi
mekanis. Pada pasien yang di-intubasi,
maka medikasi antikolinesterase
sebaiknya tidak diteruskan karena dapat
mencetuskan sekresi yang hebat)
DIAGNOSA
Kelemahan yang
fluktuatif Tes darah untuk
mendeteksi
Dipengaruhi oleh
aktivitas antibodi

Diagnosa
Computed Elektro
tomography
(CT) myografi
Lanjutan…..
 Tes darah : untuk mendeteksi antibodi
terhadap acetylcholine receptor dan
kadangkala antibodi lain hadir pada orang
dengan gangguan tersebut.
 Electromyography : perangsangan otot,
kemudian merekam kegiatan listrik
mereka)
 Computed tomography (CT) : dilakukan
untuk menilai kelenjar thymus dan untuk
memastikan apakah ada thymoma.
PENATALAKSANAAN MEDIS

Antikolinesterase

Imunosupresif :
penekan antigen yang
abnormal
(prednison, imuran,
ellcept)
Lanjutan
 Antikolinesterase (seperti neostigmine
dan pyridostigmine). Obat ini berfungsi
untuk menguatkan kembali kerja otot
sekaligus memperbaiki sistem saraf otot.
 Imunosupresif (penekan antigen yang
abnormal) seperti prednison dan
cyclosporin juga tidak jarang digunakan
TERAPI PEMBEDAHAN
 Thymectomy jarang dilakukan. Hal ini
sengaja dilakukan untuk pengambilan
kelenjar thymus
 Plasmapheresis (pertukaran plasma).
Terapi ini sangat efektif untuk pengobatan
Myasthenia Gravis terutama untuk
persiapan pembedahan. Plasmapheresis
juga berguna untuk memperbaiki gejala
myasthenia gravis.
ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis
kelamin, status
2. Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan
pada riwayat dan pesentasi klinis. Riwayat kelemahan
otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan
parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan
miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan
setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana.
riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada
pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
Lanjutan
Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi (adanya ptosis dan senyum yang horizontal)
b. kelemahan otot-otot palatum: menyebabkan suara
sengau (nasal twang to the voice) serta regurgitasi
makanan terutama yang bersifat cair ke hidung
penderita, kesulitan dalam mengunyah serta
menelan makanan (sehingga dapat terjadi aspirasi
cairan yang menyebabkan penderita batuk dan
tersedak saat minum)
c. kelemahan otot-otot rahang : penderita sulit untuk
menutup mulutnya, Otot-otot leher mengalami
kelemahan (gangguan pada saat fleksi serta ekstensi
dari leher), otot-otot pergelangan tangan serta jari-jari
tangan sering kali mengalami kelemahan
(ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan
melakukan dorsofleksi jari-jari kaki)
Lanjutan
d. Kelemahan otot-otot pernapasan yang menyebabkan
gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu
keadaan gawat darurat dan sangat
diperlukantindakan intubasi. Kelemahan otot-otot
faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas
atas dan kelemahan otot-otot interkostal serta
diafragma dapat menyebabkan retensi
karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya
hipoventilasi  dispnea (resiko terjadi aspirasi dan
gagal pernafasan akut)
e. Hipotensi atau hipertensi, takikardi atau bradikardi
f. Gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan
otot yang berlebihan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN,
NURSING INTERVENTIONS
 RENCANA KEPERAWATAN PADA
PASIEN MYASTEMIA GRAVIS.docx

You might also like