You are on page 1of 26

TERAPI SUPORTIF

Pada Pasien Kritis

Ns. Ucik Indrawati, M.Kep


Latar Belakang
 Perawatan kritis ditujukan pada pasien dengan kondisi sakit
yang paling serius
 Pasien kritis paling baik dilakukan perawatan di ICU,
dikarenakan peralatan dan SDM kesehatan yang
berpengalaman.
 ICU merupakan tempat perawatan pasien level tertinggi,
termasuk intensitas pelayanan dan pemantauan parameter
fisiologis.
 Karena 15 hingga 25% pasien yang dirawat di ICU meninggal
di sana, tenaga kesehatan harus tahu bagaimana meminimalkan
penderitaan dan membantu pasien yang sekarat untuk menjaga
martabat.
Definisi
 Suatu bentuk terapi alternatif yang
mempunyai tujuan untuk menolong
pasien beradaptasi dengan baik terhadap
suatu masalah yang dihadapi dan untuk
mendapatkan suatu kenyamanan hidup
terhadap gangguan fisiologis atau
psikologisnya
Perawatan Supportif untuk pasien di ICU meliputi:
 Penyediaan nutrisi yang adekuat
 Pencegahan infeksi
 Pencegahan luka tekan
 Pencegahan gastritis
 Pencegahan emboli paru
 Pencegahan nyeri dan kenyamanan
 Kontrol glukosa
Menurut Critical Care  FAST – HUG :
 Feeding
 Analgesia
 Sedation
 Thromboembolic
 Head of Bed Elevation
 Stress Ulcer
 Glycemic Control
Terapi Suportif Pada Pasien Kanker
 Pengobatan suportif pada pasien kanker merupakan hal
yang amat penting, sehingga tidak jarang lebih penting
daripada pengobatan pembedahan, radiasi maupun
kemoterapi karena pengobatan suportif ini justru sering
berkaitan dengan usaha untuk mengatasi masalah-masalah
yang dapat mengancam jiwa.
 Pengobatan suportif ini tidak hanya diperlukan pada pasien
kanker yang menjalani pengobatan kuratif tetapi juga pada
pengobatan paliatif. Pengobatan suportif ini meliputi:
1. Masalah nutrisi dan gangguan saluran cerna
2. Penanganan nyeri
3. Penanganan infeksi
4. Masalah efek samping sitostatika terutama efek mielosupresi
Diagnosis
 Masalah Nutrisi
1. Anamnesis : penurunan berat badan yang cepat
2. Antropometri : tebal lemak kulit (M. dehoideus lengan
atas), indeks masa tubuh (di bawah 1,5 menunjukkan
katabolisme berlebihan), penilaian terhadap massa otot.
3. Laboratorium : Hitung limfosit (bila menurun berat ada
gangguan respons imun),Kadar albumin dan prealbumin
(albumin < 3 g/dl dan prealbumin < 1,2 g/dl
menunjukkan malnutrisi),Kadar urea nitrogen urin (> 24
g/24 jam menunjukkan katabolisme protein berlebihan),
kadar feritin darah
 Penanganan Nyeri
1. Anamnesis : waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya
dan faktor yang menambah atau mengurangi nyeri.
2. Anamnesis yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada
pasien, apakah nyeri viseral, somatik atau neuropatik.
3. Dari anamnesis dapat juga diketahui tingkatan nyeri,
menggunakan alat bantu VAS (visual analog scale) yaitu
skala dari nol sampai sepuluh (nol menunjukkan tidak ada
nyeri sama sekali, sepuluh menunjukkan nyeri yang paling
hebat).
 Penanganan Infeksi masalah efek samping sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia,
trombositopenia, leukopenia, anemia).
2. Mual dan muntah.
3. Toksisitas jantung (kardiomiopati, perimiokarditis).
4. Toksisitas ginjal (nekrosis tubular ginjal).
5. Ekstravasasi.
6. Sindrom lisis tumor.
Terapi
 Masalah Nutrisi
o Indikasi terapi
1. Pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
2. Bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB sebelum
sakit
3. Kadar albumin serum < 3,5 gr/dl
4. Terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh
 Cara pemberian:
1. Enteral melalui saluran cerna peroral, lewat selang
nasogastric jejunostomi, gastrostomi.
2. Parenteral
o Bila melalui enteral tidak bisa atau pasien tidak mau
dilakukan gastrostomi/jejunostomi.
o Sebaiknya melalui vena sentral karena dapat diberikan cairan
dengan osmolalitas tinggi dan dalam waktu lama (6 bulan-1
tahun). Hati-hati terhadap bahaya infeksi dan trombosis.
 Penanganan Nyeri
 Pengobatan medikamentosa/farmakologi
1. Nyeri ringan dimulai dengan asetaminofen atau OAINS,
kemudian dievaluasi dalam 24-72 jam, bila masih nyeri
ditambahkan amitriptilin 3x25 mg atau ditambahkan opioid
ringan kodein sampai dengan 6x30 mg/ hari.
2. Nyeri sedang dimulai dengan opioid ringan kemudian
dievaluasi dalam 24 jam, bila masih nyeri diganti dengan
opioid kuat, yang biasa dipakai adalah morfin. Pemberian
morfin dimulai dengan intravena, dosis dititrasi sampai
dengan bebas nyeri.
3. Nyeri berat-diberikan morfin intravena sejak awal dan
dievaluasi sampai hitungan jam sampai nyeri terkendali
baik. Setelah didapat dosis optimal maka pemberian morfin
intravena diganti morfin oral masa kerja pendek 4-6 jam
dengan perbandingan 1:3, artinya jika dosis injeksi 20
mg/24 jam maka dosis oral sebanyak 3 x 20 mg/ 24 jam
(60 mg), diberikan 6x10 mg atau 4x15 mg/ hari. Bila
setelahnya nyeri terkendali baik maka diganti morfin oral
kerja lama dg dosis 2 x 30 mg/ hari. Bila nyeri belum
terkendali, morfin dinaikkan dosisnya menjadi dua kali lipat
dan dievaluasi lebih lanjut serta berpedoman pada VAS.
4. Obat adjuvan diberikan sesuai pengkajian, bila penyebabnya
neuropatik maka selain obat-obat tersebut ditambahkan
CABA (gabapentin), bila nyeri somatic akibat metastasis
tulang sedikit dapat ditambahkan Gains dan bifosfonat, bila
metastsis luas dan multiple maka pilihan utamanya adalah
radioterapi dan dapat ditambahkan bifosfonat.
 Pengobatan Non Medikamentosa
1. Penanganan psikiatris
2. Operasi bedah saraf
3. Blok anestesi
4. Rehabilitasi medik
• Penanganan Infeksi
 Infeksi oleh bakteri gram negatif
 Kombinasi antibiotik beta laktam dengan aminoglikosida
 Monoterapi dengan ccflazidim, sefepim, imipenem,
meropenem
 Infeksi oleh bakteri gram positif
Karena Staphylococcus epidermidis sering resisten pada berbagai
macam antibiotika, diberikan vankomisin dan teikoplanin
 Infeksi jamur
Pemberian amfolerisin B dianjurkan pada pasien neutropenia
dengan demam berkepanjangan setelah pemberian antibiotika
spectrum luas untuk beberapa hari tanpa adanya bacteremia.
 Infeksi virus
Dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa imoosupresi,
sehingga beberapa pusat menganjurkan pemberian asiklovir
sejak awal pada pasien yang diperkirakan akan mengalami
neutropenia berat untuk waktu yang lama.
 Masalah efek samping sitostatika
 Penekanan sumsum tulang
1. Pemilihan dan penjadwalan obat sitostatika yang tepat.
2. Pencegahan infeksi pada pasien neutropenia berupa
dekontaminasi saluran cema, kulit dan rambut bila akan
mandapat kemoterapi agresif.
3. Pengobatan infeksi, bila hasil kultur belum ada, diberikan
pengobatan empirikal yang dapat menjangkau gram positif
dan negatif, anti jamur, bila perlu antivirus.
 Mual dan muntah
Meliputi fenotiazin, haloperidol, metoklopropamid,
antagonis serotonin (ondansetron, granisetron dan
tropisetron), kortikosteroid, benzodiazepin, nabilon,
antihistamin dan kombinasi obat-obat antiemetik di atas.
Dianjurkan kombinasi tersebut meliputi deksametason
diikuti antagonis serotoniu atau difenhidramin dan
metoklopropamid
 Toksisitas jantung
Pasien dengan risiko tinggi (EF< 50%) harus menjalani
ekokardiografi setiap satu atau dua siklus pengobatan,
sedangkan pada yang tidak berisiko tinggi ekokardiografi
diulang setelah dosis kumulatif 350-400 mg/m2. Hal yang
paling penting pada pemantauan adalah dosis kumulalif
(epirubisin 950 mg/m2, daunorubisin 750 mg/m2,
mitomisin 160 mg/m1 dan doksorubisin 550 mg/m1)
 Toksisitas ginjal
Kerusakan ginjal dapat dicegah dengan hidrasi adekuat,
alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dan diuretik.
 Ekstravasasi obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikan dapat
dicegah dengan memastikan jalan infus IV lancar dan setelah
kemoterapi diberikan, cairan infus tetap diberikan.
 Sindrom lisis tumor
Untuk mencegah, mulai 48 jam sebelum kemoterapi sampai
dengan 3-5 hari setelahnya diberikan hidrasi IV 3000 ml/m1,
allopurinil 500 mg/m2 per oral, bila kadar asam urat > 7
mg/dl diberikan alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat
natrikus dengan mempertahankan ph urin di atas 7.
Bentuk Perawatan Supportif
Pasien Kritis
Tugas Individu : Jelaskan perawatan suportif
 Pada Pasien GGK stadium 4
 Pada Pasien Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
 Pada Pasien Cidera Otak Berat
TERIMAKASIH

You might also like