Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Silvia Greis
N 111 14 051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2015
Epidemiologi :
Laporan terakhir dari WHO pada tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia
menempati urutan ke-5 terbanyak kasus TB di dunia setelah India, Cina,
Nigeria dan Pakistan dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 520.000 dan
410.000 kasus baru pertahun.
Tuberculosis paru
Definisi :
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru).
Etiologi :
Mycobacterium tuberculosis
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini
berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm
serta bersifat aerob.
Patogenesis
A. Tuberkulosis primer
Sembuh
(Tidak meninggalkan cacat)
Menyebar :
• Perkontinuiatum
Sembuh dengan bekas
( sarang ghon, sarang fibrotik, sarang
• Bronkogen
perkapuran di hilus) • Hematogen dan
limfogen
Tuberculosis post-primer
Muncul bertahun-tahun kemudian
Dan menjadi sumber penularan
Sarang meluas
(membentuk perkejuan )
Sembuh tuntas
Tuberkuloma
(dapat aktif
kembali)
Gejala klinik :
Gejala respiratorik
batuk ≥ 3 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala sistemik
Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia
Berat badan menurun
Klasifikasi tuberculosis paru :
Berdasarkan pemeriksaan Berdasarkan riwayat
dahak : pengobatan sebelumnya :
Kasus
pindahan
Kasus baru
Kasus lain
tidak diketahui riwayat
pengobatan
Kasus yang pernah diobati tetapi
sebelumnya diobati : tidak diketahui hasil
pengobatanya
kambuh (relaps)
putus (default)
Gagal (Failure)
Diagnosis
Gejala : respiratorik dan sistemik
Pemeriksaan fisik :
suara nafas bronchial
Ronki (+)
pengunaan otot bantu
pernafasan
redup dan suara nafas
menghilang pada pleuritis
tuberculosa
Pemeriksaan penujang :
BTA (+)
Rontgen (+) bayangan berawan
Penatalaksanaan :
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT –
Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntung sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat,
dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap
intensif dan lanjutan.
Tahap Awal
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negative (konversi) dalam 2 bulan
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
Pasien baru TB paru BTA positif
Pasien TB paru BTA negative foto thoraks positif
Pasien TB ekstra paru
Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Leher:
Kelenjar Getah Bening : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Kelenjar Tiroid : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-)
JVP : R5 +2 cmH2O
Massa Lain : (-)
Paru – paru :
Inspeksi : Bentuk simetris ki=ka, Retraksi otot pernapasan (+)
Palpasi : Vokal fremitus ka = ki, Nyeri tekan (-), Massa lain (-)
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler+/+, Rh +/+, Wh -/-
Jantung:
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : Pekak,
Batas jantung atas linea sternalis sinistra SIC2
Batas jantung kanan parasternal dextra SIC4
Batas jantung kiri Axillaris Anterior sinistra SIC5
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler, Bunyi jantung
tambahan (-)
Abdomen:
Inspeksi : Cekung, Massa (-), Cicatrix (-)
Auskultasi : Peristaltik Usus (N), Bising Aorta Abdominalis (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), Pembesaran Organ
(-), Massa Lain (-)
Extremitas:
Atas : Akral hangat, oedem (-), ulcus (-)
Bawah : Akral hangat, oedem (-), ulcus (-)
Resume :
Pasien perempuan usia 70 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak napas yang dialami sejak 3 hari yang lalu, batuk
disertai dahak berwarna kuning sejak 7 bulan lalu, hemoptisis 2
bulan yang lalu namun hanya berupa bercak – bercak.
Berkeringat malam (+), penurunan berat badan (+), dan mudah
lelah. Febris (+) dialami sekitar 5 hari SMR, nausea (+), nyeri
epigastrium (+).
Pasien memiliki riwayat diagnosis TB BTA (+) dengan
pengobatan OAT selama 5 bulan putus 1 minggu yang lalu,
Dari pemeriksaan TTV ditemukan TD: 110/60 mmHg, N:
92x/menit, P: 34x/menit, S: 37,9°C, IMT: 16,4. Pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi otot pernapasan, auskultasi didapatkan
bunyi rhonki positif pada kedua apeks paru, dan didapatkan
nyeri tekan pada regio epigastrium.
Diagnosis Kerja : TB paru gagal terapi + suspek TB MDR
+ Dyspepsia
Prognosis : Dubia
PEMBAHASAN
Pada kasus ini gejala yang dialami sesuai dengan gejala utama
pasien TB menurut Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.
Berdasarkan riwayat penyakit terdahulu pasien, diperoleh data
bahwa pasien telah didiagnosis positif menderita TB paru sejak
6 bulan lalu dan telah menjalani pengobatan sejak 5 bulan yang
lalu.
Pasien didiagnosis TB gagal terapi berdasarkan hasil
pemeriksaan BTA (++) pada bulan ke-5 pengobatan dan foto
thoraks yang menunjukkan gambaran KP dupleks aktif pada
kedua apeks paru.
Maka dari itu pasien ini di berikan terapi OAT kategori 2 yaitu
2[HRZE]S/HRZE/5[H3R3E3]
Regimen obat yang diberikan pada pasien ini adalah OAT
kategori 2 yaitu 2 [HRZE]S/HRZE/5[H3R3E3].