You are on page 1of 29

Tuberkulosis Paru Gagal Terapi

Disusun oleh :
Silvia Greis
N 111 14 051
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2015
Epidemiologi :

 Tahun 1993 world Health Organization (WHO) telah mencanangkan


tuberculosis sebagai Global Emergency.

 WHO pada tahun 2013 memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia


telah terinfeksi kuman tuberculosis dan setiap tahunnya menimbulkan
penyakit pada sekitar 9 juta orang, serta membunuh 1,5 juta pasiennya

 Laporan terakhir dari WHO pada tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia
menempati urutan ke-5 terbanyak kasus TB di dunia setelah India, Cina,
Nigeria dan Pakistan dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 520.000 dan
410.000 kasus baru pertahun.
Tuberculosis paru
Definisi :
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru).
Etiologi :
Mycobacterium tuberculosis
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini
berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm
serta bersifat aerob.
Patogenesis
 A. Tuberkulosis primer

Membentuk sarang pneumonik/ sarang Peradangan saluran getah bening


primer/ afek primer menuju hilus(limfangitis lokal)

Peradangan dan pembesaran KGB Pembesaran KGB di hilus


(kompleks primer) (linfangitis regional )

Sembuh
(Tidak meninggalkan cacat)
Menyebar :
• Perkontinuiatum
Sembuh dengan bekas
( sarang ghon, sarang fibrotik, sarang
• Bronkogen
perkapuran di hilus) • Hematogen dan
limfogen
Tuberculosis post-primer
Muncul bertahun-tahun kemudian
Dan menjadi sumber penularan

Sarang meluas
(membentuk perkejuan )

Sembuh tuntas

Tuberkuloma
(dapat aktif
kembali)
Gejala klinik :
Gejala respiratorik
 batuk ≥ 3 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada

Gejala sistemik

 Demam
 Malaise
 Keringat malam
 Anoreksia
 Berat badan menurun
Klasifikasi tuberculosis paru :
Berdasarkan pemeriksaan Berdasarkan riwayat
dahak : pengobatan sebelumnya :

BTA (+) BTA (-)

Kasus
pindahan
Kasus baru

Kasus lain
 tidak diketahui riwayat
pengobatan
Kasus yang  pernah diobati tetapi
sebelumnya diobati : tidak diketahui hasil
pengobatanya
 kambuh (relaps)
 putus (default)
Gagal (Failure)
Diagnosis
Gejala : respiratorik dan sistemik

Pemeriksaan fisik :
 suara nafas bronchial
 Ronki (+)
 pengunaan otot bantu
pernafasan
 redup dan suara nafas
menghilang pada pleuritis
tuberculosa

Pemeriksaan penujang :
BTA (+)
Rontgen (+) bayangan berawan
Penatalaksanaan :
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT –
Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntung sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat,
dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap
intensif dan lanjutan.
Tahap Awal
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negative (konversi) dalam 2 bulan

Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
 Pasien baru TB paru BTA positif
 Pasien TB paru BTA negative foto thoraks positif
 Pasien TB ekstra paru

Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

OAT sisipan (HRZE)


Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada
akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket sisipan
KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selam sebulan (28 hari).
Komplikasi :
 Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi
dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
 Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emphiema,
laringits, usus, Poncet’s arthropathy
 Komplikasi lanjut : Obstruksi Jalan napas > SPOT
(Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan
parenkim berat > fibrosis paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.2
Laporan Kasus
Identitas Pasien
 Nama : Ny. I
 Umur : 70 Tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Desa Tawaeli
 Pekerjaan : IRT
 Agama : Islam
 Pendidikan Terakhir : SMA
Anamnesis
 Keluhan Utama : Sesak Napas

 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk dengan


keluhan sesak napas sejak 3 hari yang lalu, pasien juga
mengalami batuk yang dialami sejak ± 7 bulan lalu, batuk
disertai dahak berwarna kuning, pernah disertai darah
sekitar 2 bulan yang lalu namun hanya berupa bercak –
bercak. Berkeringat malam (+), penurunan berat badan
(+), dan mudah lelah. Demam (+) dialami sekitar 5 hari
SMRS, mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (+), pusing (+),
sakit kepala (-), BAB dan BAK lancar.
 Riwayat Penyakit terdahulu: Riwayat TB BTA (+) dan
menjalani pengobatan OAT sejak 5 bulan yang lalu
namun putus 1 minggu yang lalu.
 Riwayat Penyakit Keluarga: DM (-), HT (-), Kolesterol
(-), As. Urat (-)
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum :
 SP : CM/SS/UNDERWEIGHT
 BB: 37 Kg / TB: 150 cm / IMT: 16,4 kg/m2
Vital Sign:
 Tekanan Darah : 110/60mmHg
 Pernapasan : 34 Kali/Menit
 Nadi : 92 Kali/Menit
 Suhu : 37,9
Kepala:
 Wajah : Tampak pucat, Oedem palpebra (-)
 Deformitas : (-)
 Bentuk : Normocepal
 Mata : Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
 Pupil : Isokor  kiri = kanan (2-3 mm)
 Mulut : Sianosis (-), Stomatitis (-)

Leher:
 Kelenjar Getah Bening : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
 Kelenjar Tiroid : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-)
 JVP : R5 +2 cmH2O
 Massa Lain : (-)
Paru – paru :
 Inspeksi : Bentuk simetris ki=ka, Retraksi otot pernapasan (+)
 Palpasi : Vokal fremitus ka = ki, Nyeri tekan (-), Massa lain (-)
 Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, Nyeri ketok (-)
 Auskultasi : Vesikuler+/+, Rh +/+, Wh -/-

Jantung:
 Inspeksi : Ictus Cordis terlihat
 Palpasi : Ictus Cordis teraba
 Perkusi : Pekak,
Batas jantung atas linea sternalis sinistra SIC2
Batas jantung kanan parasternal dextra SIC4
Batas jantung kiri Axillaris Anterior sinistra SIC5
 Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler, Bunyi jantung
tambahan (-)
Abdomen:
 Inspeksi : Cekung, Massa (-), Cicatrix (-)
 Auskultasi : Peristaltik Usus (N), Bising Aorta Abdominalis (-)
 Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), Pembesaran Organ
(-), Massa Lain (-)

Extremitas:
 Atas : Akral hangat, oedem (-), ulcus (-)
 Bawah : Akral hangat, oedem (-), ulcus (-)
Resume :
 Pasien perempuan usia 70 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak napas yang dialami sejak 3 hari yang lalu, batuk
disertai dahak berwarna kuning sejak 7 bulan lalu, hemoptisis 2
bulan yang lalu namun hanya berupa bercak – bercak.
Berkeringat malam (+), penurunan berat badan (+), dan mudah
lelah. Febris (+) dialami sekitar 5 hari SMR, nausea (+), nyeri
epigastrium (+).
 Pasien memiliki riwayat diagnosis TB BTA (+) dengan
pengobatan OAT selama 5 bulan putus 1 minggu yang lalu,
Dari pemeriksaan TTV ditemukan TD: 110/60 mmHg, N:
92x/menit, P: 34x/menit, S: 37,9°C, IMT: 16,4. Pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi otot pernapasan, auskultasi didapatkan
bunyi rhonki positif pada kedua apeks paru, dan didapatkan
nyeri tekan pada regio epigastrium.
Diagnosis Kerja : TB paru gagal terapi + suspek TB MDR
+ Dyspepsia

Diagnosis Banding : Bronkhitis Kronik, bronkiektasis


Penatalaksanaan :
 IVFD RL 24 tpm
 O2 3-4 L
 Inj. Ranitidin amp 1 amp/12 jam/IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV
 Inj. Dexamethason /8 jam/IV
 Codein 20 mg 3 x 1/2
 Neurodex 2 x 1
 OAT kategori 2
 Rifampisin
 Izoniazid
 Pirazinamid
 Etambutol
 Streptomisin
Pemeriksaan Penunjang :
Darah Rutin
 WBC : 18,8 103/mm3
 RBC : 4,38 106/mm3
 HCT : 33,1 %
 PLT : 451 103/mm3
 HB : 10,2 g/dl
Kimia Darah
 GDS : 121 mg/dl
 Ureum : 27,3 mg/dl
 Kreatinin : 0,72 mg/dl

Foto thoraks : KP dupleks lama aktif


Sputum BTA (++)
Anjuran Pemeriksaan : GenXpert

Diagnosis Akhir : TB Paru Failure Treatment

Prognosis : Dubia
PEMBAHASAN
 Pada kasus ini gejala yang dialami sesuai dengan gejala utama
pasien TB menurut Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.
 Berdasarkan riwayat penyakit terdahulu pasien, diperoleh data
bahwa pasien telah didiagnosis positif menderita TB paru sejak
6 bulan lalu dan telah menjalani pengobatan sejak 5 bulan yang
lalu.
 Pasien didiagnosis TB gagal terapi berdasarkan hasil
pemeriksaan BTA (++) pada bulan ke-5 pengobatan dan foto
thoraks yang menunjukkan gambaran KP dupleks aktif pada
kedua apeks paru.
 Maka dari itu pasien ini di berikan terapi OAT kategori 2 yaitu
2[HRZE]S/HRZE/5[H3R3E3]
 Regimen obat yang diberikan pada pasien ini adalah OAT
kategori 2 yaitu 2 [HRZE]S/HRZE/5[H3R3E3].

 Pada kasus kronik atau gagal pengobatan seperti pada


kasus ini hal yang harus dilakukan adalah dengan metode
diagnosis konfirmatif TB melalui pemeriksaan kultur.

 Pemeriksaan laboratorium secara kultur dilakukan dengan


metode standar yang tersedia di Indonesia yaitu metode
konvensional dan metode tes cepat (rapid test)

You might also like