You are on page 1of 44

ANESTESI PADA

URETERORENOSKOPI

Oleh :
NUR HASIRA MUSTAKIM

Pembimbing Klinik:

dr. SOFYAN BULANGO, Sp.An

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN


REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RS Undata Palu
PENDAHULUAN

URS atau ureterorenoskopi adalah tindakan yang


menggunakan gelombang kejut dan endoskopi untuk
menghancurkan batu.

Anestesi spinal adalah pemberian obat antestetik lokal ke


dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal diindikasikan
terutama untuk bedah ekstremitas inferior, bedah panggul,
tindakan sekitar rektum dan perineum, bedah obstetri dan
ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan
operasi ortopedi ekstremitas inferior.
TINJAUAN PUSTAKA
 URS: prosedur spesialistik dengan menggunakan
alat endoskopi semirigid / fleksibel yang
dimasukkan melalui saluran kemih ke dalam
ureter kemudian batu dipecahkan dengan
pemecah batu litotripsi.
 Dengan menggunakan kaliber kecil, irigasi terus
menerus, dan penerapan video, sehingga
ureterorenoscopy memungkinkan eksplorasi
yang lebih menyeluruh dan menjadi
penatalaksanaan yang optimal untuk semua
jenis batu pada saluran kemih.
Indikasi URS :
1. Diagnosa
 Evaluasi gross hematuri unilateral
 Evaluasi maligna sitologi unilateral
 Surveilance pada terapi konservatip tumor traktus
urinous atas

2.Tindakan
 Untuk batu-batu ureter atau dan ginjal (tertentu):
diambil dengan forceps atau dipecah (lithotripsi)
 Biopsi tumor /polyp ureter
 Reseksi tumor
 Dilatasi striktura
 Pengambilan benda asing
3. Indikasi tindakan dilakukan URS pada
batu saluran kemih bila :
 Ukuran batu ≥ 7 mm. Ukuran ini tidak
mutlak karena batu yang kecil kadang-
kadang tidak bisa keluar spontan.
 Kolik terus-terusan yang tidak ada respon
terhadap obat-obatan (intractable pain)
 Derajat sumbatan terhadap ginjal
(hidronefrosis).
 Bila secara konservatif 1 bulan tidak
berhasil.
Anestesi Regional
 Anestesiregional adalah suatu tindakan
anestesi yang menggunakan obat
analgetik lokal untuk menghambat
hantaran saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir
untuk sementara. Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya,
sedang penderita tetap sadar.
SAB adalah pemberian obat antestetik lokal ke dalam ruang
subarakhnoid. Anestesi spinal diindikasikan terutama untuk
bedah ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar
rektum dan perineum, bedah obstetri dan ginekologi, bedah
urologi, bedah abdomen bawah dan operasi ortopedi
ekstremitas inferior.
Persiapan Pra Anastesi

 Mempersiapkan mental dan fisik secara


optimal.
 Merencanakan dan memilih teknik serta
obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
 Menentukan status fisik dengan klasifikasi
ASA (American Society
Anesthesiology)(Muhardi, 1989):
 ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah
terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris.
Angka mortalitas 2%.
 ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan
sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah
atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
 ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat
sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas
38%.
 ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat
yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan
operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap.
Angka mortalitas 68%.
 ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.
Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak
diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi /
dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
 Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency)
tanda darurat (Muhardi, 1989).
Premedikasi
 Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal :
diazepam.
 Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
 Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
 Memberikan analgesia, misal pethidin
 Mencegah muntah, misal : ondancentron,
droperidol, metoklopropamid
 Memperlancar induksi, misal : pethidin
 Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal
pethidin
 Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal :
sulfas atropin.
 Mengurangi sekresi, misal : sulfas atropin dan hiosin
Anestesi spinal
 Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok
subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke
dalam ruang subarachnoid di daerah
antara vertebra L2-L3, L3-L4 atau L4-L5.
 Anestetik lokal ialah obat yang
menghasilkan blokade konduksi atau
blokade saluran natrium pada dinding
saraf secara sementara terhadap
rangsangan transmisi sepanjang saraf
Indikasi anestesi spinal
 Bedah ekstremitas bawah
 Bedah panggul
 Tindakan sekitar rektum dan perineum
 Bedah obstetri dan ginekologi
 Bedah urologi
 Bedah abdomen bawah
 Pada bedah abdomen atas dan bedah
pediatri biasanya dikombinasi dengan
anestesi umum ringan.
Obat anastesi spinal
Komplikasi tindakan
 Hipotensi berat akibat blok simpatik
terjadi dilatasi vena dan dapat
menurunkan curah balik ke jantung
sehingga menyebabka penurunan curah
jantung dan tekanan darah.
 Bradikardi
 Hipoventilasi
 Trauma pembuluh darah
 Trauma saraf
 Mual dan muntah
 Blok spinal tinggi, atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan

 Nyeri tempat suntikan


 Nyeri punggung
 Nyeri kepala karena kebocoran likuor
 Retensio urin
 Meningitis
Pemulihan
Pemulihan Recovery room

Bangsal ICU
Cont....

Bromage skor< 2  boleh pindah ke


ruang perawatan
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. A
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 26 tahun
 Agama : Islam
 Pekerjaan : pegawai swasta
 Alamat : Jl. Dayo Dara
ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Nyeri saat buang air kecil
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri saat buang air
kecil yang dirasakan sejak beberapa hari yang lalu, warna
urin kekuningan, darah (-). Keluhan juga disertai dengan
nyeri perut kiri bawah yang dirasakan hilang timbul.
Demam (-), sakit kepala (-), batuk (-). BAB biasa.
 Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat alergi (-), riwayat
HT (-), riwayat DM (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga : -
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Composmentis
 BB : 60 Kg
 Tinggi badan : 165 cm
 Primary survey
 Airway : Tidak ada obstruksi.
 Breathing : Respirasi 20 kali/menit.
 Circulation :
 Tekanan darah: 120/80 mmHg
 Nadi: 82 kali/menit, reguler.
Secondary survey
 Kepala
 Bentuk : Normocephal
 Rambut : lurus, warna hitam distribusi padat.
 Wajah : Deformitas (-), jejas (-)
 Kulit : Sianosis (-), massa (-), turgor <2 detik.
 Mata
 Pupil : Bentuk isokor, bulat, diameter ± 3 mm/3
mm, refleks cahaya langsung +/+.
 Konjungtiva: anemis -/-
 Sklera : ikterik (-)
 Telinga : Serumen minimal, membrana timpani
normal.
 Hidung & sinus: Rhinorrhea (-), epistaksis (-), nyeri
tekan pada sinus (-)
 Mulut & faring
 Bibir : sianosis (-), pucat (-)
 Gusi : gingivitis (-)
 Gigi : karies dentis (+)
 Lidah : deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)
 Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)

 Mallampathy : kelas 1
 Leher
Inspeksi : Jaringan parut (-), massa (-)
Palpasi : Pembengkakan kelenjar limfe (-),
pembesaran pada kelenjar tiroid (-), nyeri tekan (-)
Trakhea : Deviasi trakhea (-)
Paru
 Inspeksi : Normochest, retraksi (-), massa (-).
 Palpasi : Nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris kiri dan kanan,
 vocal fremitus kesan normal.
 Perkusi : sonor (+) di seluruh lapang paru, batas paru hepar SIC VI
 dextra.
 Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).

Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
 Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea axillaris anterior
sinistra.
 Perkusi :
 Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
 Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra
 Batas kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
 Inspeksi : Kesan datar
 Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
 Perkusi : Timpani (+), ascites (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (+) di kuadran kiri bawah
 Genitalia: tidak tampak kelainan.

Ekstremitas
 Atas :
 - Dextra: edema (-),akral dingin (-/-), ROM normal.
 - Sinistra: edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal
 Bawah :
 Dextra : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal.
 Sinistra : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal
HASIL LAB
Hasil UNIT Normal
Range
WBC 9,6 10 3 / uL 4.8 – 10. 8
RBC 5, 28 10 6 / uL 4.2 – 5.4
HB 13,1 g / dl 12 – 16
HCT 38,5 % 37 – 47
PLT 302 10 3 / uL 150-450
1. Pemeriksaan USG:
Kesan:
 Moderate hidronephrosis sinistra ec susp
batu ureter
 Nephrolithiasis sinistra

2. Pemeriksaan Ct-scan:
Kesan:
 Nephrolithiasis kiri pada pool bawah ginjal
kiri dengan hydronephrosis sedang berat
 hydroureter dan batu ureter distal setinggi
corpus vertebra S2-3 kiri.
RESUME
Pasien Laki-laki usia 26 masuk RS dengan keluhan nyeri saat buang
air kecil yang dirasakan sejak beberapa hari yang lalu, warna urin
kekuningan, darah (-). Keluhan juga disertai dengan nyeri perut kiri
bawah yang dirasakan hilang timbul.
 Pemeriksaan fisik
 Abdomen
 Palpasi : Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di kuadran kiri
bawah
 Status fisik : ASA I
 Mallampati : I

 Pemeriksaan USG :
Kesan:
 Moderate hidronephrosis sinistra ec susp batu ureter
 Nephrolithiasis sinistra
 Pemeriksaan Ct-scan:
Kesan:
 Nephrolithiasis kiri pada pool bawah ginjal kiri dengan hydronephrosis
sedang berat
 Hydroureter dan batu ureter distal setinggi corpus vertebra S2-3 kiri
 DIAGNOSIS BEDAH
Hidronephrosis sinistra ec ureterolithiasis

 PENATALAKSANAAN
Ureterorenoskopi (URS)
DATA ANESTESI
 DATA ANESTESI
 Jenis anestesi : Regional anastesi
 Teknik anestesi : Sub Arachnoid Block
 Obat Anestesi : Bupivacain
 Mulai Anestesi : 10.05 WITA
 Mulai Operasi : 10.35 WITA
 Lama operasi : 10.35-12.00
 Anesthesiologist : dr. Sofyan Bulango, Sp. An
 Operator : dr. Wayan, Sp.U
 Premedikasi : Ondancentron 4mg
 Medikasi : Ceftriaxone 1gr
Petidin 20mg
Furosemid 20mg
Ketorolac 30mg
a. Pre-operatif
 Pasien puasa 8 jam pre-operatif
 Infus RL 500 ml
 Keadaan umum dan tanda vital dalam batas
normal
b. Intra operatif
160

140

120

100
range

80 Sistol
Diastol
60 Nadi

40

20

0
10.05 10.15 10.30 10.45 11.00 11.15 11.30 11. 45 12. 05

Keterangan: mulai operasi, mulai anastesi


 Post-operatif
Pasien dipindahkan ke Recovery Room ke
Ruangan bangsal dalam keadaan sadar
baik.
PEMBAHASAN
 pasien digolongkan sebagai ASA I karena pada
pasien ini tidak dijumpai adanya faktor komorbid
seperti penyakit sistemik, metabolik dan riwayat
penyakit alergi selain penyakit yang akan dioperasi
dan tidak ada keterbatasan fungsional.
 Pada kasus ini pasien didiagnosis Hidronephrosis
sinistra ec ureterolithiasis sehingga dilakukan
tindakan ureterorenoskopi.

 Dilakukan irigasi H20 steril (aquades). Salah


satu kelebihan dari aquades yaitu harganya yang
terjangkau. Sedangkan salah satu kerugiannya yaitu
sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat
masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah
yang terbuka.
Premedikasi:
ondancentron 4mg yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya mual dan muntah.
 Obat anastesi: bupivacain,
 Bupivacain: durasi kerja yang lama dan berpotensi kuat.
 Bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan
natrium dan memblok masuknya natrium kedalam inti sel
sehingga mencegah terjadinya depolarisasi.
 Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki
selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan
cepat ke dalam serabut saraf nyeri
Medikasi :

Ceftriaxon profilaksis infeksi

Petidin Efek anelgesia

Furosemid Mencegah terjadinya overload cairan

Ketorolac Sebagai analgetik


 Anestesispinal terutama yang tinggi dapat
menyebabkan paralisis otot pernafasan,
abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien
dapat mengalami kesulitan bernafas. Untuk
mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen
yang adekuat dan pengawasan terhadap depresi
pernafasan yang mungkin terjadi.

You might also like