You are on page 1of 9

LEMBAGA KEUANGAN NON

BANK
A. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)

• Jika di lihat dari bentuknya, kegiatan usaha ini mirip koperasi, krn memiliki
sifat komersial dan sosial. Badan hokum BMT, Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM), hokum koperasi, koperassi Syariah.

• Pengelolaan BMT semi koperasi dan semi bank.

• Semi koperasi krn dibentuk rapat anggota dengan kewajiban membayar


simpanan pokok dan simpanan wajib.

• Semi bank krn menggunakan transaksi perbankan dengan prinsip Syariah.


• Produk BMT, produk simpanan dan produk pinjaman/pembiayaan.

• Produk simpanan : mud.arabah, simpanan berjangka mud.arabah.

• Produk pinjaman : pembiayaan mud.arabah, musyarakat, bay’u bis.aman,


‘ajil, dan qardul hasan.

• Akad yang digunakan, bagi hasil dan jual beli.

• Bagi hasil : produk mud.arabah dan musyarakat.

• Jual beli : produk bay’u bis.aman, ‘ajil.

• Qardul hasan, pinjaman lunak dari kelompok mustahik zakat.

• Keuntungan dibagikan kepada anggota dalam pembagian sisa hassil


usaha (SHU) koperasi.

• Kelebihan BMT dari koperasi konvensional terletak dalam kesempatan


mengelola dana ZIS
B. Koperasi Syariah

• Melakukan transaksi atau produk dengan sistem Syariah.

• Dalam pendiriannya, koperasi Syariah sama dengan koperasi biasa.

• Dalam operasionalnya sama dengan BMT

• Semua aturan koperasi diterapkan dalam koperasi syariah,. Namun,


secara Lembaga ditambahkan dewan syariah.

• Koperasi syariah dapat mengelola dana ZIS seperti yang dilakukan


BMT.
Asuransi
1. Asuransi Konvensional
a. Pengertian
Menurut pasal 1 UU Nomor 2 Tahun 1992, “Asuransi atau Pertanggungan
adalah perjaniian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
b. Jenis Asuransi
Menurut pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 jenis usaha perasuransian, yaitu :
 Usaha Asuransi Kerugian
 Usaha Asuransi Jiwa
 Usaha Reasuransi

c. Tujuan Asuransi
 Pihak tertanggung : Terhindar dari risiko kerugian yang lebih besar yang
mungkin terjadi di kemudian hari akibat suatu musibah yang tidak dapat
dipastikan.
 Pihak Penanggung : Mengumpulkan iuran berupa uang premi dari para
peserta yang digunakan untuk memberikan santunan kepada tertanggung
yang terkena musibah.
d. Dasar Hukum Asuransi
Cendekiawan muslim dalam memandang asuransi konvensional berbeda
pendapat, antara lain sebagai berikut :

a) Semua bentuk, jenis, dan macam asuransi hukumnya haram bagi kaum
muslimin.

b) Semua bentuk, jenis, dan macam asuransi dibolehkan bagi kaum


muslimin.

c) Memperbolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan


asuransi yang sifatnya komersial.

d) Subhat, yaitu ada dalam keraguan.


2. Asuransi yang Sesuai Prinsip Hukum Islam
 Asuransi syariah (Asuransi Takaful) adalah lembaga asuransi yang
operasionalnya berdasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam.
 Prinsip asuransi ini adalah usaha saling tolong-menolong dan saling
melindungi dengan sesama kaum muslimin ( Q.S. Al-Maidah, 5:2).
 Penjaminan dan pemberian santunan terhadap yang dijamin melalui
cara mudarabah, wadiah, murabahah, dan wakalah.
 Visi dan misi asuransi islami :
 Membangkitkan semangat gotong royong dan membantu orang
lain yang terkena musibah.
 Menciptakan jalinan silaturahmi dan kekeluargaan antara
pengelola dan anggota
 Asuransi yang islami merupakan pengamalan dari firman Allah
Swt. Q.S. Al-Baqarah ayat 240
Manajemen asuransi syariah dalam praktiknya memiliki ciri
khusus, yaitu :
a) Pihak pertama, yaitu lembaga asuransi syariah dan pihak kedua
selaku peserta asuransi, berniat dan berakad untuk memberi
dan yang diberi santunan atas perlindungan apabila terjadi
musibah pada waktu yang akan datang.
b) Pihak pertama, yaitu lembaga asuransi syariah, menerima
sejumlah dana dari peserta yang menyimpan asuransi sebagai
amanah, kemudian diinvestasikan dengan sistem mudarabah,
wadiah, murabahah, dan wakalah.
c) Pihak kedua, yaitu peserta asuransi dari awal memiliki niat
secara ikhlas, dari harta itu berhak mendapat santunan apabila
dirinya dikemudian hari mendapat musibah.
d) Masing-masing pihak mempunyai niat untuk memajukan
kesejahteraan, dan memajukan ekonomi umat.

You might also like