You are on page 1of 30

Defibrilator Eksternal Automatis,

Defibrilasi, Cardioversi dan Pacing

Fransiscus Jefri Manibuy

Workshop Resusitasi-perdici-2013
Tujuan pembelajaran
Setelah pembelajaran ini diharapkan peserta :
1. Mampu untuk menjalankan alat Defibrilator Eksternal
Automatis
2. Mampu untuk melakukan tindakan defibrilasi
3. Mampu untuk melakukan tindakan kardioversi
4. Mampu untuk mengenali keadaan yang mengharuskan
dilakukan tindakan pacing
5. Mampu untuk mengenali dan mengetahui hal-hal yang perlu
diperhatikan sebelum, sementara dan setelah melakukan
terapi elektrik
Pendahuluan
 Defibrilasi merupakan suatu penghantaran aliran listrik
melalui miokardium untuk mendepolarisasi miokardium
sehingga dapat mengembalikan koordinat aktivitas
listrik jantung.
 Tujuan defibrilasi adalah untuk mengembalikan ritme
yang teratur dan sirkulasi spontan

Defibrilasi Terminasi
Fibrilasi
Penghubung vital dari Chain of Survival
Defibrilasi Dini Penting !
Untuk memberikan korban kesempatan terbaik
untuk hidup, 3 tindakan berikut merupakan
momen pertama yang harus dilakukan pada henti
jantung :
1. Panggil bantuan
2. Lakukan RJP
3. Mengoperasikan defibrilator
Waktu dimulainya Defibrilasi mempengaruhi
survival
Shockable Rhythms
Defibrilator Eksternal Automatis
Manual Defibrilator
Defibrilator Eksternal Automatis
 DEA adalah peralatan canggih, diatur komputer
dengan menggunakan suara dan gambar untuk
menuntun penolong.
 DEA digunakan untuk memberikan defibrilasi
awal sebelum tersedia defibrilator
manual.
Defibrilator Eksternal Automatis
Langkah-langkah dalam menggunakan DEA

1. Pastikan anda, korban dan orang disekitarnya aman.


2. Ikuti langkah-langkah BHD
 Bila korban tidak respon dan tidak bernapas normal, minta
bantuan seseorang untuk menemukan dan membawa DEA
bila ada;
 Bila anda seorang diri gunakan HP untuk memanggil
ambulans(korban ditinggalkan hanya bila tidak ada pilihan
lain).
3. Mulai RJP sesuai dengan BHD. Bila anda seorang diri
dan DEA dekat dengan anda, mulai dengan
menggunakan DEA.
Langkah-langkah dalam menggunakan DEA
4. Segera setelah DEA tiba :
 nyalakan DEA dan tempelkan pad elektroda pada dada
korban;
 Bila penolang lebih dari 1 orang, RJP harus diteruskan
sementara pad elektroda dipasang pada pasien;
 Ikuti petunjuk suara/visual dari DEA;
 pastikan tidak ada yang menyentuh korban bila DEA
menganalisa ritme.
Langkah-langkah Dalam Menggunakan DEA

5.a Bila indikasi shock


 pastikan tidak ada yang menyentuh
korban;
 tekan tombol shock segera;
 segera mulai kembali RJP 30 : 2
 ikuti petunjuk suara/visual dari DEA
5.b Bila ada indikasi shock
 Segera lanjutkan RJP 30:2
 Ikuti petunjuk suara/visual DEA
Langkah-langkah dalam menggunakan DEA

6. Langkah selanjutnya ikuti petunjuk DEA sampai


 tenaga profesional tiba;
 korban mulai bangun : bergerak, buka mata dan bernapas
normal;
 penolang lelah.
Langkah-langkah sebelum defibrilasi
 Minimalkan jedah pre-shock
 Menggunakan O2 secara aman selama defibrilasi
 Tehnik kontak elektroda dengan dada korban
 cukup bulu dada
 tekanan pedal pada dada korban
 8 kg untuk dewasa
 5 kg pada anak 1-8 tahun

 posisi elektroda
 aritmia ventrikular dan henti jantung (sterno-apikal dpt juga
bi axilaris, right upper bach-apikal, anterior-posterior)
 aritmia atrial ( sterno-apikal, antero-posterior)
Langkah-langkah sebelum defibrilasi

 Tehnik kontak elektroda dengan dada korban( lanjut..)


 fase respirasi (ideal saat akhir ekspirasi, peep rendah)
 Ukuran elektroda (landle pad min 150 cm2 , self adhesive pad
8-12 cm)
 Agen penghantar ( gel padal)
 Pad vs pedal
 Analisis gelombang fibrilasi waktu optimal untuk
shock
 RJP vs defibrilasi sebagai terapi awal
Defibrilasi
Langkah-langkah melakukan defibrilasi

1. Tempelkan elektroda pada dada pasien


2. Nyalaka defibrilator dan pilih lead
3. Analisa retme, apakah shockable?
4. Berikan coupling agent atau pads pada dada pasien
5. Pilih level energi
6. Tempelkan pedal ke dada pasien
7. Charge pedal
8. Pastikan “Clear”
9. Periksa kembali monitor
10.Discharge shock dan kembalikan pedal ke mesin.
One Shock vs Three-Stacked Shock
 Guidelines 2005 telah merekomendasikan single
shock dibanding tiga-lebih shock berurutan.
 Protokol dengan single shock memberikan angka
survival yang lebih baik.
 Strategi single shock dapat digunakan pada
defibrilator monofasik dan bifasik.
Defibrilasi Monofasik vs Bifasik
 Gelombang bifasik lebih efektif pada terminasi aritmia
ventrikular dengan tingkat energi rendah.
 Gelombang bifasik memperlihatkan efikasi yang lebih
besar pada shock pertama untuk VT/VF dengan durasi
lama.
 Gelombang bifasik superior terhadap gelombang
monofasik untuk kardioversi elektif pada kasus AF.
 Saat ini defibrilator monofasik produksinya mulai
menurun, dan mulai digantikan dengan defibrilator
bifasik
Tingkat Energi
 Shock pertama
 Gelombang monafasik
rekomendasi guidelines 2005 360 J; tidak ada publikasi
terbaru.
 Gelombang bifasik
direkomendasikan tidak kurang dari 150-200 J
 Shock kedua dan selanjutnya
 Defibrilator monafasik
360 J
 Defibrilator bifasik
tidak ada bukti yang mendukung protokol dengan energi
tetap atau ditingkatkan.
Defibrilasi pada Anak
 Henti jantung, VF relatif jarang pada anak; 7-
15% pada pediatrik dan remaja.
 Defibrilasi cepat dapat memperbaiki luaran
 Tingkat energi yang direkomendasikan untuk
manual defib 2-4 J/Kg untuk shock pertama dan
selanjutnya
Synchronized Cardioversion
 Synchronized Cardioversion adalah shock yang dihantarkan
dengan waktu yang tersinkronisasi dengan kompleks
QRS.
 Sinkronisasi ini akan mencegah penghantaran shock
selama siklus jantung yang refrakter dimana shock
dapat menimbulkan VF.
 Synchronized Cardioversion direkomendasikan untuk terapi
SVT (reentry ), atrial fibrilasi, atrial flutter, dan atrial
takikardia, monomorfik ventrikel takikardia
 Tidak boleh digunakan untuk terapi VF, VT tanpa nadi
atau ireguler VT
Kardioversi Atrial Fibrilasi
 Posisi elektrode anterolateral dan anteroposterior.
 Gelombang bifasik lebih efektif dari monofasik dan
resiko luka bakar pada kulit lebih kecil.
 Gelombang monofasik : diawali dengan 200 J, dapat
ditingkatkan bertahap hingga 360 J
 Gelombang bifasik : 120-150 J, dapat ditingkatkan bila
perlu
Kardioversi Atrial Flutter dan Paroxysmal SVT
Monofasik 100 J, bifasik 70-120 J(AHA 50-100J), bila
perlu ditingkatkan
bertahap.

Kardioversi Ventrikular Takikardia


 Level energi ditentukan berdasarkan karakteristik morfologi
dan laju aritmia.
 VT monomorfik (laju dan bentuk reguler)dengan pulse
respon terhadap kardioversi : monofasik 200 J, bifasik 120-
150 J, bila perlu ditingkatkan bertahap.
 VT polimorfik (ireguler) tidak stabil terapi dengan
unsynchronized shock dengan dosis defibrilasi
Pacing
 Pertimbangkan pacing pada pasien dengan
bradikardia simtomatik yg refrakter terhadap
obat anti kolinergik (atropin).
 Pacing tidak direkomendasikan pada pasien
henti jantung asistol
 Bila pacing transtorasik tidak efektif
pertimbangkan transvenous pacing.
Terima Kasih

You might also like