You are on page 1of 21

“Gagal itu urusan nanti yang

terpenting kita berani untuk mencoba


dan mencoba”
 Penyakit kusta (Morbus hansen) adalah suatu
penyakit infeksi menahun akibat bakteri
tahan asam yaitu Mycobacterium leprae yang
secara primer menyerang saraf tepi dan
secara sekunder menyerang kulit serta organ
lainnya(WHO, 2010; Noto & Schreuder, 2011
 Organ lain yang dapat terserang kusta :
kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian
atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot,
tulang dan testis kecuali susunan saraf
pusat).
 Penyebab penyakit kusta adalah bakteri
Mycobacterium leprae yang berbentuk
batang panjang, sisi paralel dengan kedua
ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 mikron x 1-8
mikron. Basil ini berbentuk batang gram
positif, tidak bergerak, tidak berspora, dapat
tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk
kelompok. Pada pemeriksaan langsung secara
mikroskopis, tampak bentukan khas adanya
basil yang mengerombol seperti ikatan
cerutu, sehingga disebut packet of cigars
(globi)
 Penyakit kusta bersifat menahun karena
bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari
untuk membelah diri dan masa tunasnya
rata-rata 2-5 tahun.
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta
perlu dicari tanda-tanda utama atau tanda
kardinal, yaitu:
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit/lesi yang dapat berbentuk
bercak keputihan (hypopigmentasi) atau
kemerahan (erithematous) yang mati rasa
(anaesthesia).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan
gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf tepi ini biasanya
akibat dari peradangan kronis pada saraf
tepi (neuritis perifer). Adapun gangguan-
gangguan fungsi saraf tepi berupa:
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa.
b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan
otot (parese) atau kelumpuhan (paralise).
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering.
3. Ditemukannya M. leprae pada pemeriksaan
bakteriologis
Klasifikasi Internasional (Madrid,1953)

 Indeterminate (I)
Terdapat kelainan kulit berupa makula berbentuk bulat yang berjumlah 1
atau 2. batas lokasi dipantat, kaki, lengan, punggung pipi. Permukaan
halus dan licin.
 Tuberkuloid (T)
Terdapat makula atau bercak tipis bulat yang tidak teratur dengan
jumlah lesi 1 atau beberapa. Batas lokasi terdapat di pantat,punggung,
lengan, kaki, pipi. Permukaan kering, kasar sering dengan penyembuhan
di tengah.
 Borderline (B)
Kelainan kulit bercak agak menebal yang tidak teratur dan tersebar.
Batas lokasi sama dengan Tuberkuloid.
 Lepromatosa (L)
Kelainan kulit berupa bercak-bercak menebal yang , bentuk tidak jelas.
Berbentuk bintil-bintil (nodule), macula-makula tipis yang di badan,
merata di seluruh badan, besar dan kecil bersambung simetrik.
Klasifikasi Ridley-Jopling [1962]
 Tipe Tuberkuloid tuberkuloid (TT)
Lesi berupa bercak makuloanestetik dan
hipopigmentasi yang terdapat di semua
tempat terutama pada wajah dan lengan,
kecuali: ketiak, kulit kepala (scalp),
perineum dan selangkangan. Batas lesi jelas
berbeda dengan warna kulit disekitarnya.
Hipopigmentasi merupakan gejala yang
menonjol. Lesi dapat mengalami
penyembuhan spontan atau dengan
pengobatan selama tiga tahun.
 Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)
Gejala pada lepra tipe BT sama dengan tipe TT,
tetapi lesi lebih kecil, tidak disertai adamya
kerontokan rambut, dan perubahan saraf hanya
terjadi pembengkakan
 Tipe Mid Borderline (BB)
Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan
beberapa hasil, dan tes lepromin memberikan
hasil negatif. Lesi kulit berbentuk tidak teratur,
terdapat satelit yang mengelilingi lesi, dan
distribusi lesi asimetris. Bagian tepi dari lesi
tidak dapat dibedakan dengan jelas terhadap
daerah sekitarnya. Gejala-gejala ini disertai
adanya adenopathi regional.
 Tipe Borderline Lepromatous (BL)
Lesi pada tipe ini berupa macula dan nodul
papula yang cenderung asimetris. Kelainan
syaraf timbul pada stadium lanjut..
 Tipe Lepromatosa (LL)
lesi menyebar simetris, mengkilap berwarna
keabu-abuan. Tidak ada perubahan pada
produksi kelenjar keringat, hanya sedikit
perubahan sensasi. Pada fase lanjut terjadi
madarosis (rontok) dan wajah seperti singa,
muka berbenjol-benjol (facies leonine)
Klasifikasi WHO (1982)

 Tipe PB (Pausibasiler)
Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan
Asam (BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I
(Indeterminate), TT (tuberculoid) dan BT (borderline
tuberculoid) menurut kriteria Ridley dan Jopling dan hanya
mempunyai jumlah lesi antara 1-5 pada kulit. Kusta tipe PB
adalah tipe kusta yang tidak menular.
 Tipe MB (Multibasiler)
Kusta MB adalah semua penderita kuta tipe BB (mid
borderline), BL (borderline
lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley
dan Jopling dengan jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smear
positif. Kusta tipe MB adalah tipe yang dapat menular.
 Cara penularan penyakit kusta sampai sekarang masih
belum diketahui dengan pasti, namun beberapa ahli
mengatakan bahwa penyakit kusta menular melalui
saluran pernafasan dan kulit
 penyakit kusta tidak hanya ditularkan oleh manusia
tetapi juga ditularkan oleh binatang seperti monyet
 Mycobacterium leprae hidup pada suhu rendah.
Bagian tubuh manusia yang memiliki suhu lebih
rendah yaitu mata, saluran pernafasan bagian atas,
otot, tulang, testis, saraf perifer dan kulit (Burn,
2010).
 Penyakit kusta yang telah menular akan menimbulkan
tanda dan gejala pada penderita kusta.

 Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh
manusia masa sampai timbulnya gejala dan
tanda adalah sangat lama dan bahkan bertahun-
tahun, masa inkubasinya bisa 3-20 tahun.Sel
schwann seterusnya mengalami kematian dan
pecah, lalu basil kusta dikenali oleh sistem
imunitas tubuh host, tubuh melakukan proteksi
melalui 2 (dua) aspek yaitu imunitas non-
sepesifik dan spesifik, makrofag menjadi aktif
memfagosit dan membersihkan dari semua yang
tidak dikenali (non-self).Mycobacterium leprae
seterusnya bersarang di sel schwann yang karena
basil kusta suka daerah yang dingin yang dekat
dengan dengan kulit
Terjadinya cacat tergantung dari fungsi saraf,
serta saraf mana yang rusak. Kecacatan pada
kusta dapat terjadi lewat 2 proses :
 Infiltrasi langsung Mycobacterium leprae
kesusunan saraf tepi dan organ (misalnya
mata)
 Melalui reaksi kusta
 Jenis reaksi sesuai proses terjadinya dibedakan atas 2
tipe yaitu:
 reaksi tipe I
Reaksi Tipe I ( Reaksi reserval, Reaksi Up grading)
Terjadi pada penderita tipe PB maupun MB dan
kebanyakan terjadi pada 6 bulan pertama
pengobatan, reaksi tipe I terjadi akibat meningkatnya
respon kekebalan seluler secara cepat terhadap
kuman kusta di kulit dan saraf penderita. Disini
terjadi pergeseran tipe kustanya kearah PB
Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit,
neuritis (nyeri tekan pada saraf), dan/atau gangguan
keadaan umum pasien (gejala konstitusi).
 Reaksi Tipe II
(Reaksi ENL= Reaksi Eritema Nodosom Leprosum)
Terjadi pada penderita tpe MB dan merupakan reaksi
humoral, dimana kuman kusta yang utuh maupun
tidak utuh menjadi antigen. Tubuh membentuk
antibodi dan komplemen (Antigen + antibodi +
komplemen = immunokompleks)
Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di
kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema
nodosum leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi
(artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala
konstitusi seperti demam dan malaise, serta
komplikasi pada organ tubuh lainnya
 Tes serologi merupakan tes diagnostik
penunjang yang paling banyak dilakukan saat
ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis
penyakit kusta, tes serologi juga
dipergunakan untuk diagnosis infeksi
M. leprae sebelum timbul manifestasi klinis.
Uji laboratorium ini diperlukan untuk
menentukan adanya antibodi spesifik
terhadap M. leprae di dalam darah
 Reaksi lepra harus diobati dan dikontrol untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan dilakukan dengan
melanjutkan penggunaan obat anti mikroba, terapi anti
inflamasi yang efektif dan jangka panjang, analgetik yang
adekuat, dan dukungan kesehatan fisik selama fase aktif
neuritis.Imobilisasi dan tindakan bedah dapat mencegah
dan memulihkan gangguan saraf.
 Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah
menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya
cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien
kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk
menurunkan insidens penyakit.
 Prinsip pengobatan yaitu, pemberian obat anti reaksi.Obat
yang dapat digunakan adalah aspirin, klorokuin, prednison,
dan prednisolon sebagai anti implamasi.
 Pada pengkajian klien penderita kusta dapat ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut:
 Aktivitas/ istirahat.
Tanda: penurunan kekuatan otot, gangguan massa otot, perubahan tonus otot.
 Sirkulasi.
Tanda: Penurunan nadi perifer, vasokontriksi perifer.
 Integritas ego.
Gejala: Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan,
Tanda: Ansietas, menyangkal, menarik diri.
 Makanan/cairan.
- Anoreksia.
 Neurosensori.
Gejala: kerusakan saraf terutama saraf tepi, penekanan saraf tepi.
Tanda: peruubahan perilaku, penurunan refleks tendon.
 Nyeri kenyamanan.
Gejala: Tidak sensitive terhadap sentuhan, suhu, dan tidak merasakan nyeri.
 Pernapasan.
Gejala: Pentilasi tidak adekuat, takipnea.
Keamanan.
Tanda: lesi kulit dapat tunggal/multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-
kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat berpariasi tetapi
umumnya berupa macula, papula dan nodul
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan fungsi barier kulit.
 Nyeri Akut berhubungan dengan reaksi ENL
 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
penampakan kulit yang tidak baik.
 Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan
kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun
 Defisit Pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya imformasi terhadap perawatan kulit.
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.

You might also like