You are on page 1of 28

ASUHAN KEPERAWATAN

HALUSINASI
OLEH KELOMPOK 14
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
1. ALDY KURNIAWAN (P27820116028)
2. Sulih Ayu A. Saputri (P27820116056)
3. Andriana Kiki D. (P27820116059)
Definisi Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penghayatan
yang dialami seperti suatu persepsi melalui pancaindera tanpa stimulus
eksternal; persepsi palsu. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
nyata oleh pasien.
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifisikasikan dengan skizofrenia.
Dari seluruh klien skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan
jiwa lain yang disertai dengan gejala halusinasi adalah gejala panik defensif dan
delirium.
Macam –Macam Gangguan Persepsi-Sensori:
Halusinasi
1.Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak melihatnya.
2. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan
orang lain tidak mendengarnya.
3. Halusinasi penghidu/penciuman
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak menciumnya.
4.Halusinasi pengecapan
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa makanan yang
tidak enak
5.Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan telambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan konflik orang tua.
3. Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
idintitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping deskruptif.
5. Faktor biologis
Adanya kegiatan terhadap fisik, berupa: atropi otak, pembesaran Vertikel, perubahan besar dan bentuk sel
bentuk sel korteks dan limbik.
6. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia di turunkan melalui kromosom tertentu. Namun demikian
kromosom yang berada yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian. Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi genetik tambahan
nomor 4, 8, 5, dan 22. anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua
orang tuanya skizofrenia maka perluangnya menjadi 35% .
Faktor Presipitasi
1. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan,
system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup
dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi
sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja (kurang tampil dalam berkerja), stigmasasi,
kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3. Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan
motovasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demonstrasi), merasa punya
kekuatan berkelebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak
tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi,
prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala
Tanda dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala yang muncul adalah seperti:
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian, Sulit membuat keputusan `dan konsentrasi
5. Curiga, permusuhan, merusak (diri sendiri), orang lain, lingkungan, takut
6. Ekspresi yang terlihat dari wajah : tegang, mudah marah , kadang terlihat pucat dan mudah tersinggung
7. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu, dan merasakan sesuatu yang tidak
nyata.
8. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
9. Pembicaraan inkoheren, kadang tidak masuk akal
Gejala klinis yang mendukung adalah tekanan darah meningkat, nafas cepat (takipnea), frekuensi
nadi cepat, dan ekskresi keringat lebih banyak dari kondisi biasa.
Proses Halusinasi

Proses Terjadinya Masalah


Individu yang mengalami halusinasi sering sekali beranggapan penyebab halusinasi berasal
dari lingkungannya, Rangsangan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya.

Tahapan Terjadinya Halusinasi


1. Tahap pertama (Non – psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberi rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi
sedang secara umum tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik individu mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan,
mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan, pikiran dan
pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran.
2. Tahap kedua (Non – psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan
berat. Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasi. Karakteristik individu yaitu:
pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut, mulai
merasa kehilangan kontrol.
3. Tahap ketiga (psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, halusinasi
tidak dapat ditolak lagi. Karakteristik individu klien menyerah dan menerima pengalaman
sensorinya, isi halusinasi menjadi atraktif, kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
4. Tahap keempat (psikotik)
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik. Perilaku yang muncul: resiko tinggi
menciderai, agitasi atau kataton, tidak mampu merespon rangsangan yang ada.
ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
Pengkajian
A. Identitas
Nama : - (Nama pasien tidak mempengaruhi halusisai)
Usia : Menurut penelitian halusinasi terjadi pada usia > 40 tahun
Jenis Kelamin : Pasien dengan halusinasi biasanya banyak dialami oleh laki-laki
Pendidikan : Pendidikan terakhir yang paling banyak menderita halusinasi adalah SMA
Status Pernikahan : Biasanya pasien dengan halusinasi status pernikahannya belum kawin
Agama : Jenis agama tidak mempengaruhi terjadinya halusinasi (hanya saja orang
yang tidak patuh pada agamanya sangat mungkin mengalami halusinasi)
Suku : Suku tidak mempengaruhi terjadinya halusinasi
B. Alasan Masuk
Umumnya klien halusinasi dibawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat,
terganggu karena perilaku klien, klien mengamuk dan mencoba melakukan tindak kekerasan.
C. Keluhan Utama
Biasanya keluhan yang sering muncul adalah klien mendengar suara yang mengganggunya terus-mernerus
D. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman, dan rasa aman
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
c. Usia sekolah mengalami masalah yang tidak terselesaikan
2. Faktor psikilogis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutut diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif, dan koping destruktif
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutat lingkungan yang terlalu tinggi
4. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadapat fisik, berupa: altrofi otak, pembesaran vertikal perubahan besar dan
bentuk sel korteks dan limbik
5. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) Berupa anggota keluarga terdahulu yang
mengalami schizofrenia dan kembar monozigot.
E. Hubungan Sosial
Hubungan sosial klien dengan halusinasi bisanya terganggu karena fokus klien hanya pada
halusinasi yang dialaminya.
F. Spiritual
Biasanya klien halusinasi cenderung memiliki tingkat spiritual yang rendah dan tidak
menjalankan ibadah.
G. Status Mental
1. Penampilan : tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2. Pembicaraan : berbelit-belit.
3. Aktivitas motorik : meningkat dan menurun.
4. Alam perasaan : suasana hati dan emosi.
5. Afek : sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6. Interaksi selama wawancara : respon verbal dan nonverbal.
7. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.
8. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
9. Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10. Tingkat kesadaran : orientasi waktu, tempat dan orang.
Analisa Data

Data yang Perlu Dikaji:


1. Perubahan persepsi sensori, halusinasi pendengaran
DS : - Suara-suara itu selalu saya dengar dan mengganggu saya.
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyeluruh untuk
memukul, dsb.
- Suara-suara datang saat saya sedang sendiri
DO : - Klien bicara dan tertawa sendiri
- Klien tiba-tiba marah
- Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung
2. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
DS : - keluarga klien mengatakan klien bila marah membanting barang
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruh untuk memukul, dsb.
DO : - Klien gelisah
- Klien terlihat marah-marah dengan memukul orang lain
- Bermusuhan, merusak, menyerang
3. Gangguan Interaksi Sosial: menarik diri
DS : - klien mengatakan malas untuk berinteraksi dengan orang lain
- keluarga klien mengatakan klien lebih banyak menyendiri
DO : - Klien menyendiri di suatu tempat
- Menghindar dari pergaulan dengan orang lain
- Tidak mampu memusatkan perhatian
- Selalu menunduk saat diajak bicara
Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran


2. Resiko tinggi perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan
3. Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan: Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
DS : - Suara-suara itu selalu saya dengar dan mengganggu saya.
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyeluruh untuk
memukul, dsb.
- Suara-suara datang saat saya sedang sendiri
DO : - Klien bicara dan tertawa sendiri
- Klien tiba-tiba marah
- Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung
a) Intervensi Pada Klien
Tujuan: - Klien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
- Klien dapat mengontrol halusinasinya
- Klien mengikuti program pengobatan dengan optimal
SP 1:
1. Bantu klien mengenal halusinasi:
a.Frekuensi
b.Waktu terjadinya
c.Situasi pencetus
d.Perasaan saat terjadi halusinasi
2. Latih mengontrol halusinasi dengan cara: Menghardik
SP 2:
1. Latih berbicara dengan orang lain saat halusinasi muncul
SP 3:
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 & 2)
2. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas terjadwal
SP 4:
1. Evaluasi jadwal pasien yang lalu (SP 1, 2, 3)
2. Tanyakan pengobatan sebelumnya.
3. Jelaskan tentang pengobatan
4. Latih pasien minum obat
b) Intervensi Pada Keluarga
Tujuan: - Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah sakit maupun dirumah
- Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien
SP 1:
Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien,
tanda dan gejala halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi
SP 2:
Latih keluarga praktik merawat klien langsung dihadapan klien.
SP 3:
Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
IMPLEMENTASI
Pada Klien
SP 1:
1. Membantu klien mengenal halusinasi:
a. Frekuensi
b. Waktu terjadinya
c. Situasi pencetus
d. Perasaan saat terjadi halusinasi
2. Melatih mengontrol halusinasi dengan cara: Menghardik
SP 2:
1. Melatih berbicara dengan orang lain saat halusinasi muncul
SP 3:
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 & 2)
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas terjadwal
SP 4:
1. Mengevaluasi jadwal pasien yang lalu (SP 1, 2, 3)
2. Menanyakan pengobatan sebelumnya.
3. Menjelaskan tentang pengobatan
4. Melatih pasien minum obat
Pada Keluarga
SP 1:
Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
klien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi
SP 2:
Melatih keluarga praktik merawat klien langsung dihadapan klien.
SP 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut:
S : Respon subjekti R klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan
pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba sebutkan kembali bagaimana cara
mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?”.
O : Respon objekti R dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan
mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul
masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan
tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analRa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien
dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:
1. Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
2. Rencana dimodi Rikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.
3. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta
diagnosa lama diberikan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:

1. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
2. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
3. Meminta bantuan atau partipasi keluarga.
4. Mampu berhubungan dengan orang lain.
5. Menggunakan obat dengan benar.
6. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
7. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara
mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
SEKIAN

You might also like