You are on page 1of 35

Oleh:

Kelompok 2
Dosen Pengampu: Ns. Previarsi Rahayu, M.Kep
KONSEP DIRI
 Konsep diri adalah semua ide,
pikiran, perasaan, kepercayaan,
serta pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan
memengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang
lain. Konsep diri belum muncul
saat bayi, tetapi mulai
berkembang secara bertahap
(Yusuf, dkk, 2015).
Adatif maladatif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri


Kerancuan Depersonalisasi
diri positif rendah
Identitas

Dan komponen konsep diri terdiri dari: Citra tubuh, ideal diri, identitas diri, peran diri,
dan harga diri.
PENGKAJIAN f. Tidak mampu mencapai standar.
Faktor Predisposisi 3. Ideal diri
1. Citra tubuh a. Cita-cita yang terlalu tinggi.
a. Kehilangan/kerusakan bagian b. Harapan yang tidak sesuai dengan
tubuh (anatomi dan fungsi). kenyataan.
b. Perubahan ukuran, bentuk, dan c. Ideal diri samar atau tidak jelas.
penampilan tubuh (akibat tumbuh 4. Peran
kembang atau penyakit). a. Stereotipe peran seks.
c. Proses penyakit dan dampaknya b. Tuntutan peran kerja.
terhadap struktur dan fungsi c. Harapan peran kultural.
tubuh. 5. Identitas diri
d. Proses pengobatan, seperti radiasi a. Ketidakpercayaan orang tua.
dan kemoterapi. b. Tekanan dari teman sebaya.
2. Harga diri c. Perubahan struktur sosial.
a. Penolakan.
b. Kurang penghargaan.
c. Pola asuh overprotektif, otoriter,
tidak konsisten, terlalu dituruti,
terlalu dituntut.
d. Persaingan antara keluarga.
e. Kesalahan dan kegagalan berulang.
Faktor Presipitasi
1. Trauma.
2. Ketegangan peran.
3. Transisi peran perkembangan.
4. Transisi peran situasi.
5. Transisi peran sehat-sakit.
Perilaku
1. Citra tubuh, misalnya menolak menyentuh atau
melihat bagian tubuh tertentu.
2. Harga diri rendah, misalnya mengkritik diri
sendiri/orang lain.
3. Kerancuan identitas, misalnya tidak ada kode moral.
4. Depersonalisasi, misalnya halusinasi.
DIAGNOSIS
Resiko isolasi sosial: Resiko perilaku
Pohon Masalah
Menarik diri kekerasan

Gangguan konsep diri:


• Harga diri rendah: kronis
• Gangguan citra tubuh
• Penampilan peran

Koping keluarga
Daftar Diagnosis tak efektif
1. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
2. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri
rendah.
3. Gangguan konsep diri: citra tubuh berhubungan dengan
koping keluarga inefektif.
4. Gangguan konsep diri: identitas personal berhubungan
dengan perubahan penampilan peran.
Tindakan Keperawatan pada Pasien 2) Beri pujian yang realistik/nyata dan
1. Tujuan hindarkan setiap kali bertemu
a. Pasien dapat mengidentifikasi dengan pasien penilaian yang
kemampuan dan aspek positif yang negatif.
dimiliki. b. Membantu pasien dapat menilai
b. Pasien dapat menilai kemampuan kemampuan yang dapat digunakan.
yang dapat digunakan. 1) Mendiskusikan dengan pasien
c. Pasien dapat menetapkan/memilih kemampuan yang masih dapat
kegiatan yang sesuai kemampuan. digunakan saat ini setelah
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang mengalami bencana.
sudah dipilih, sesuai kemampuan. 2) Bantu pasien menyebutkannya dan
e. Pasien dapat merencanakan kegiatan memberi penguatan terhadap
yang sudah dilatihnya. kemampuan diri yang diungkapkan
2. Tindakan keperawatan pasien.
a. Mengidentifikasi kemampuan dan 3) Perlihatkan respons yang kondusif
aspek positif yang masih dimiliki dan menjadi pendengar yang aktif.
pasien.
1) Mendiskusikan bahwa pasien masih
memiliki sejumlah kemampuan dan
aspek positif seperti kegiatan pasien
di rumah, serta adanya keluarga dan
lingkungan terdekat pasien.
c. Membantu pasien dapat e. Membantu pasien dapat
memilih/menetapkan kegiatan sesuai merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan. kemampuannya.
1) Mendiskusikan dengan pasien 1) Memberi kesempatan pada pasien untuk
beberapa aktivitas yang dapat mencoba kegiatan yang telah
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan dilatihkan.
yang akan pasien lakukan sehari-hari. 2) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang
2) Bantu pasien menetapkan aktivitas dapat dilakukan pasien setiap hari.
yang dapat pasien lakukan secara 3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
mandiri, aktivitas yang memerlukan tingkat toleransi dan perubahan setiap
bantuan minimal dari keluarga, dan aktivitas.
aktivitas yang perlu bantuan penuh 4) Susun daftar aktivitas yang sudah
dari keluarga atau lingkungan terdekat dilatihkan bersama pasien dan
pasien. keluarga.
d. Melatih kegiatan pasien yang sudah 5) Berikan kesempatan mengungkapkan
dipilih sesuai kemampuan. perasaanya setelah pelaksanaan
1) Mendiskusikan dengan pasien untuk kegiatan.
menetapkan urutan kegiatan (yang 6) Yakinkan bahwa keluarga mendukung
sudah dipilih pasien) yang akan setiap aktivitas yang dilakukan pasien.
dilatihkan.
2) Bersama pasien dan keluarga
memperagakan beberapa kegiatan
yang akan dilakukan pasien.
3) Berikan dukungan dan pujian yang
nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki.
b. Keluarga memfasilitasi aktivitas pasien yang sesuai kemampuan.
c. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
latihan yang dilakukan.
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien.
b. Anjurkan memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang
dimiliki.
c. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien dalam melakukan kegiatan
yang sudah dilatihkan pasien dengan perawat.
d. Ajarkan keluarga cara mengamati perkembangan perubahan perilaku
pasien.
EVALUASI
1. Kemampuan yang diharapkan dari pasien.
a. Pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien.
b. Pasien dapat membuat rencana kegiatan harian.
c. Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
2. Kemampuan yang diharapkan dari keluarga.
a. Keluarga membantu pasien dalam melakukan
aktivitas.
b. Keluarga memberikan pujian pada pasien terhadap
kemampuannya melakukan aktivitas.
KECEMASAN
 Kecemasan adalah suatu perasaan tidak
santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang
disertai suatu respons (penyebab tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu).
Perasaan takut dan tidak menentu sebagai
sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan
tentang bahaya akan datang dan
memperkuat individu mengambil tindakan
menghadapi ancaman (Yusuf, dkk, 2015).
1. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
2. Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
perhatian pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
lain.
3. Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Adanya kecenderungan untuk memusatkan pada sesuatu yang
terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area lain.
4. Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan ketakutan dan
merasa diteror, serta tidak mampu melakukan apapun walaupun
dengan pengarahan. Panik meningkatkan aktivitas motorik,
menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain,
persepsi menyimpang, serta kehilangan pemikiran rasional.
PENGKAJIAN
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (1998) terdapat
beberapa teori yang dapat menjelaskan
ansietas, di antaranya sebagai berikut.
1. Faktor biologis
2. Faktor Psikologis
3. Sosial Budaya
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi berikut.
1. Ancaman terhadap integritas seseorang
meliputi ketidakmampuan fisiologis yang
akan datang atau menurunnya kapasitas
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang
dapat membahayakan identitas, harga diri,
dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
DIAGNOSIS
Kecemasan.
RENCANA INTERVENSI
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengenal ansietas.
b. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.
c. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik
relaksasi untuk mengatasi ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi.
b. Bantu pasien mengenal ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol
dan rasa percaya diri.
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali
ansietas muncul.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga teknik relaksasi.
1. Tujuan: e. Diskusikan dengan keluarga perilaku
a. Keluarga mampu mengenal masalah pasien yang perlu dirujuk dan
ansietas pada anggota keluarganya. bagaimana merujuk pasien.
b. Keluarga mampu memahami proses EVALUASI
terjadinya masalah ansietas. 1. Menyebutkan penyebab ansietas.
c. Keluarga mampu merawat anggota 2. Menyebutkan situasi yang menyertai
keluarga yang mengalami ansietas. ansietas.
d. Keluarga mampu mempraktikkan cara 3. Menyebutkan perilaku terkait ansietas.
merawat pasien dengan ansietas. 4. Melakukan teknik pengalihan situasi,
e. Keluarga mampu merujuk anggota yaitu tarik napas dalam, relaksasi otot,
keluarga yang mengalami ansietas. dan teknik lima jari.
2. Tindakan keperawatan 5. Keluarga menyebutkan pengertian
a. Diskusikan masalah yang dirasakan ansietas.
keluarga dalam merawat pasien. 6. Keluarga menyebutkan tanda dan gejala
b. Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas.
ansietas serta tanda dan gejala. 7. Keluarga mengajarkan ke pasien teknik
c. Diskusikan tentang penyebab dan akibat pengalihan situasi, tarik napas dalam,
dari ansietas. relaksasi otot, dan teknik lima jari.
d. Diskusikan cara merawat pasien dengan
ansietas dengan cara mengajarkan
KEHILANGAN
Kehilangan adalah suatu keadaan individu
mengalami kehilangan sesuatu yang
sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan
merupakan sesuatu yang sulit dihindari (Stuart
dalam Yusuf dkk, 2015), seperti kehilangan
harta, kesehatan, orang yang dicintai, dan
kesempatan. Berduka adalah reaksi terhadap
kehilangan, yaitu respons emosional normal
dan merupakan suatu proses untuk
memecahkan masalah (Yusuf dkk, 2015).
1. Kehilangan orang bermakna, misalnya
seseorang yang dicintai meninggal atau
dipenjara.
2. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya
menderita suatu penyakit, amputasi bagian
tubuh, kehilangan pendapatan, kehilangan
perasaan tentang diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan kedudukan, dan kehilangan
kemampuan seksual.
3. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang
berharga, uang, atau perhiasan.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Faktor Predisposisi
1. Genetik
2. Kesehatan fisik
3. Kesehatan mental
4. Pengalaman kehilangan sebelumnya
Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi
sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan
pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan posisi di masyarakat.
Perilaku
1. Menangis atau tidak mampu menangis.
2. Marah.
3. Putus asa.
4. Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
RENCANA INTERVENSI
Prinsip Intervensi
1. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penyangkalan (denial) adalah memberi
kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara berikut.
a. Dorong pasien mengungkapkan perasaan kehilangan.
b. Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan kehilangan
pasien secara emosional.
c. Dengarkan pasien dengan penuh pengertian. Jangan menghukum dan
menghakimi.
d. Jelaskan bahwa sikap pasien sebagai suatu kewajaran pada individu yang
mengalami kehilangan.
e. Beri dukungan secara nonverbal seperti memegang tangan, menepuk bahu,
dan merangkul.
f. Jawab pertanyaan pasien dengan bahasan yang sederhana, jelas, dan singkat.
g. Amati dengan cermat respons pasien selama bicara.
2. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap marah (anger) adalah dengan
memberikan dorongan dan memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan
marahnya secara verbal tanpa melawan kemarahannya. Perawat harus menyadari
bahwa perasaan marah adalah ekspresi frustasi dan ketidakberdayaan.
a. Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah, menangis).
b. Dengarkan dengan empati. Jangan mencela.
c. Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang sering timbul pada pasien kehilangan adalah sebagai
berikut.
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual.
2. Berduka disfungsional.
3. Berduka fungsional.
Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan pada Pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien.
c. Pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan
keadaan dirinya.
d. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
e. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
b. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial,
dan spiritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa kehilangan serta hubungan
antara kondisi saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi).
c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
1) Cara verbal (mengungkapkan perasaan).
2) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik).
3) Cara sosial (sharing melalui self help group).
4) Cara spiritual (berdoa, berserah diri).
d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang
tersedia untuk saling memberikan pengalaman dengan saksama.
e. Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
b. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka
berkepanjangan.
c. Keluarga dapat mempraktikkan cara merawat pasien berduka
disfungsional.
d. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di
masyarakat.
2. Tindakan
a. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan
berduka dan dampaknya pada pasien.
b. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang
dialami oleh pasien.
c. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan
berduka disfungsional.
d. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang
dialami oleh pasien.
Evaluasi
1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang
dialami.
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami
dengan keadaan dirinya.
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang
dialaminya.
4. Memanfaatkan faktor pendukung.
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka
berkepanjangan.
7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka
disfungsional.
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di
masyarakat.
KETIDAKBERDAYAAN
DISTRESS SPRITUAL
Menurut Herdman & Kamitsuru (2014)
dijelaskan bahwa distress spiritual
merupakan suatu keadaan penderitaan yang
terkait dengan gangguan kemampuan untuk
mengalami makna dalam hidup melalui
hubungan dengan diri sendiri, orang lain,
dunia atau alam dan kekuatan yang lebih
besar dari diri sendiri.
Proses keperawatan distress spiritual terdiri dari 5 tahap yaitu:
1. Proses keperawatan – pengkajian. Pada proses pengkajian yaitu
dilakukan pengkajian terhadap keyakinan klien seperti sumber
kekuatan dan arti spiritual pada klien, mengkaji bagaimana
kepuasan
atau pencapain hidup, hubungan dengan masyarakat, ritual dan
praktek keagamaan, pekerjaan dan harapan klien.
2. Proses keperawatan – diagnosa. Kesejahteraan spiritual
sebaiknya
dipikirkan secara luas dan tidak terbatas pada agama. Semua orang
beragama, dalam arti bahwa mereka membutuhkan sesuatu yang
dapat memberikan arti dalam hidup mereka. Untuk sebagian orang
hal ini berarti percaya kepada Tuhan dalam arti tradisional, untuk
yang lainnya hal ini merupakan perasaan keselarasan dengan alam,
sementara yang lainnya lagi hal ini dapat keluarga dan anak-anak.
Ketika pasien percaya bahwa hidup tidak memiliki arti dan tujuan
hidup dalam arti apapun saat itulah terjadi distress spiritual.
3. Proses keperawatan – perencanaan. Pada proses perencanaan perlu
diperhatikan kolaborasi dengan klien dan keluarga akan pilihan
intervensi, konsul dengan pemimpin keagamaan, ritual spiritual dan
observasi.
4. Proses keperawatan – implementasi. Dalam melaksanakan spiritual
care yaitu perawat perlu mendengarkan pasien, perawat perlu hadir
setiap saat untuk pasien, kemampuan perawat untuk menerima apa
yang disampaikan pasien, dan menyikapi dengan bijaksana
keterbukaan. pasien pada perawat. Promosi kesehatan serta
membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu
tindakan keperawatan terkait spiritual pasien, menghubungi atau
merujuk pasien kepada pemuka agama, perawat dan pemuka agama
dapatbekerja sama untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
5. Proses keperawatan – evaluasi. Untuk melengkapi siklus proses
keperawatan spiritual pasien, perawat harus melakukan evaluasi yaitu
dengan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Hal ini sulit
dilakukan karena dimensi spiritual yang bersifat subjektif dan lebih
kompleks. Membahas hasil dengan pasien dari implementasi yang
telah dilakukan tampaknya menjadi cara yang baik untuk
mengevaluasi spiritual care pasien (Govier, 2000).

You might also like