You are on page 1of 35

TUBERCOLOSIS

Tugas: mikrobiologi
Kelompok: 1
Anggota:

Afria Novi
Bona lovika
Amelia eka tama
Cenda wirdatul janna
Desna amelliya
Deslina satria mita
Devi puspita
Dian oktaviani
Dwi Olivia jasman
Fajri maimora
Fatmy Dwitasari
ANATOMI SALURAN PERNAFASAN
DEFINISI

•Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi teratas yang


menjadi pembunuh secara global. TB disebabkan oleh
Dipiro, Talbert, Yee, bakteriMycobacterium tuberculosisyang dapat berkembang
Matzke, Wells, dan secarasilent,infeksi laten atau progresif, dan penyakit yang aktif
Posey, 2008

•Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis complex.Bakteri ini juga dapat
Yinski dan Widiyanto, menyerang organ lain, menimbulkan tuberkulosis ekstra paru
2010

•Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan


olehMycobacterium tuberculosisdengan gejala yang sangat
Mansjoer, Triyanti,
Savitri, Wardhani,
bervariasi
dan Setiowulan, 2001
GAMBARAN ORANG PENDERITAN TB
EPIDEMIOLOGI
 Dalam Depkes RI (2003), diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru terjadi
di seluruh dunia setiap tahun dan hampir 3 juta orang meninggal sebagai
akibat langsung dari penyakit ini

 Kasus TB pada anak terjadi sekitar 1,3 juta setiap tahun dan 450.000 di
antaranya meninggal dunia

 Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007)


angka prevalensi TBC sebesar 244/100.000 penduduk atau sekitar
565.614 kasus
ETIOLOGI
 Mycobacterium tuberculosa
panjang 1-4 mikron dan lebar
0,2-0,8 mikron
 Aerob

 Berbentuk batang

 Bersifat tahan asam sehingga


dikenal juga sebagai (BTA)
 Dormant

 Tahan hidup pada udara


kering dan dingin
 cepat mati dgn sinar matahari
langsung
CARA PENULARAN
FAKTOR RISIKO
KLASIFIKASI TB
Berdasarkan TBC PARU
LOKASI
TBC EKSTRA PARU
ORGAN

Berdasarkan TBC PARU BTA positif


PEMERIKSAA
TBC PARU BTA
N DAHAK negatif

TB paru BTA negatif


Berdasarkan foto toraks positif
TINGKAT
KEPARAHAN
TB ekstra paru
PATOGENESIS
PENYEBARAN BAKTERI TB
MANIFESTASI KLINIS

Gejala sistemik:
 Demam dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai
dengan darah).
 Sesak napas

 Nyeri dada

 Malaise (tidak nafsu makan, penurunan berat badan,


sakit kepala,keringat malam,dll)
2. MANIFESTASI SPESIFIK ORGAN/LOCAL
Bagian Yg Terinfeksi Gejala atau komplikasi

Rongga perut Lelah, nyeri tekan ringan, nyeri seperti apendisitis

Kandung kemih Nyeri ketika berkemih

Demam, sakit kepala, mual, penurunan kesadaran,


Otak
kerusakan otak yg menyebabkan terjadinya koma

Perikardium Demam, pelebaran vena leher, sesak nafas

Persendian Gejala yg menyerupai artritis

Ginjal Kerusakan gijal, infeksi di sekitar ginjal

Organ reproduksi pria Benjolan di dalam kantung zakar

Organ reproduksi wanita Kemandulan

Nyeri, kollaps tulang belakang & kelumpuhan


Tulang belakang
tungkai
PEMERIKSAAN FISIS
 Inspeksi : hemi torak kanan dan kiri simetris
dengan gerakan yang statis dan dinamis.
Retraksi interkostal (-) kecuali pada TBC kronis
akibat dari fibrosis jaringan paru.
 Palpasi : Fremitus melemah → karena cavitas
maupun infiltrat
 Perkusi : Redup → infiltrat yg luas

 Auskultasi : bervariasi, terdapat juga suara


nafas tambahan (rhonki basah, kasar)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah rutin


(LED normal atau meningkat, limfositosis)

Foto toraks PA dan lateral


Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu:
 Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical
lobus bawah.
 Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
 Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.
 Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
 Adanya kalsifikasi.
 Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian.
 Bayangan milier.
Pemeriksaan Sputum BTA
BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS (sewaktu-pagi-sewaktu)

Tes Mantoux/Tuberkulin
Setelah 48–72 jam tuberkulin disuntikkan maka diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–5mm, uji mantoux negatif.


2. Pembengkakan (Indurasi) : 6–9mm, uji mantoux meragukan.
3. Pembengkakan (Indurasi) : 10-15mm, uji mantoux positif.
4. Pembengkakan (Indurasi) : >15mm, uji mantoux positif kuat.
Test Mantoux positif artinya :

 Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis


yang tidak berkembang menjadi penyakit

 Menderita tuberkulosis yang masih aktif

 Menderita TBC yang sudah sembuh

 Pernah mendapatkan vaksinasi BCG

 Adanya reaksi silang (“cross reaction”) karena


infeksi mikobakterium atipik.
Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB.

Pemeriksaan bakteriologi
pewarnaan Ziehl-Neelsen. biakan aspirasi pleura/biopsi, contoh urin pagi
hari, usapan laring, aspirasi lambung, LCS, biopsy hepar atau aspirasi
sumsum tulang

Teknik Polymerase Chain Reaction


Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada1 mikroorganisme dalam
specimen. Selain itu teknik PCR ini juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
DIAGNOSIS
 Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
 Pemeriksaan fisik secara langsung.
 Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
 Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
 Rontgen dada (thorax photo).
 dan Uji tuberkulin.

Diagnosis TB berdasarkan letak dari infeksinya yaitu TB


paru dan TB ekstra paru.
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak
dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi –sewaktu
(SPS).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan


dengan ditemukannya kuman TB (BTA) →
diagnosis utama

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan


uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis :
 Menyembuhkan penderita
 Mencegah kematian
 Mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT
 Memutuskan rantai penularan

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap :

 Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap semua
Obat Anti TB (OAT), terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir
pengobatan intensif.

 Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,


namun dalam jangka waktu yang lebih lama
Non medikamentosa
 Diit TKTP, istirahat cukup

Medikamentosa
Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia
menggunakan paduan OAT, yaitu :
 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap
lanjutan).
Diberikan kepada:
 Penderita baru TBC paru BTA positif.
 Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : 2 HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3 dan paduan obat sisipan
(HRZE)
Diberikan kepada:
 Penderita kambuh
 Penderita gagal terapi
 Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat

 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
 Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif

Obat sisipan
 Obat ini diberikan apabila pada akhir tahap intensif dari
pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil
pemeriksaan sputum masih BTA positif

 Obatsisipan (HRZE) diberikan setiap hari selama 1 bulan


PEDOMAN NASIONAL PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
ILMU PENYAKIT DALAM
Nama obat Dosis harian Dosis berkala
3x seminggu
BB < 50 kg BB > 50 kg
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg
Pirazinamid 1000 mg 2000 mg 2-3g
Streptomisin 750 mg 1000 mg 1000 mg
Etambutol 750 mg 1000 mg 1 – 1,5 g
Etionamid 500 mg 750 mg
PAS 99 10 g
EFEK SAMPING OBAT
Obat Efek samping Kontra indikasi

Rifampisin Ikterus, flu like Hipersensitif


syndrome, nyeri
epigastrik, reaksi
hipersensitf, supresi imun
INH Neuritis perifer, ikterus, Hipersensitif
hipersensitf, mulut
kering, nyeri epigastrik,
tinitus
Pirazinamid Ggn hati, gout, atralgia, Ggn hati
anoreksia, mual muntah Hipersensitif

Etambutol Gatal, nyeri perut, Ggn ginjal


bingung, ggn
penglihatan, halusinasi,
malaise, neuritis
Streptomisin Ggn vestibuler, Ggn ginjal
menurunkan fungsi Hamil
ginjal, hipersensitif
EVALUASI HASIL PENGOBATAN

 Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu


 evaluasi klinis,
 evaluasi radiologis,
 dan pemeriksaan LED.

 Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu


 menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada
pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna,
hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-
lain. Apabila respons pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan.
 Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu
dilakukan secara rutin, kecuali

 pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti TB


milier, efusi pleura atau bronkopneumonia TB.
 Pada pasien TB milier, foto torak perlu diulang setelah 1 bulan untuk
evaluasi hasil pengobatan sedangkan pada efusi pleura TB
pengulangan foto torak dilakukan setelah 2 minggu.

 Laju endap darah dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila


pada awal pengobatannya nilainya tinggi.
PENCEGAHAN

 Imunisasi BCG

 Kemoprofilaksis

 Penyuluhan
KOMPLIKASI

 Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema

 Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas, kerusakan


parenkim berat, kor pulmonal, sindrom gagal napas
(ARDS), karsinoma paru
PROGNOSIS

 Jika berobat teratur sembuh total (95%).

 Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 %


yang mungkin relaps.
DAFTAR PUSTAKA
 Murtantiningsih, Bambang W. 2010. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan kesembuhan
penderita TBC paru (Studi kasus di puskesmas
Purwodadi 1 Kabupaten Grobogan).(Skripsi).
Semarang: UNNES.
 Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya.
Jakarta: Erlangga.
 Doengoes,M. Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

You might also like