You are on page 1of 55

OLEH :

STELLA PUTRI WANDA

PEMBIMBING :
dr. KISMAN HARAHAP, SP.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH


 Luka : adalah suatu ‘disrupsi’ (keadaan putusnya
kontinuitas) jaringan tubuh (bisa kulit, mukosa,
atau jaringan lain) yang disebabkan oleh
beberapa hal.
 Penyebab luka :
 Trauma
 Disengaja : operasi
 Peran perawatan luka sangat penting  penyembuhan
luka berlangsung dengan baik.
 Konsep pengelolaan luka saat ini sdh banyak berubah
 luka dikelola berdasarkan KONDISI LUKA.
 Fokus utama : PREPARASI LUKA, sebelum ditutup.

 Wound Healing Society  Penyembuhan luka adalah


“suatu proses kompleks dan dinamis untuk
mengembalikan kontinuitas dan fungsi anatomi jaringan”
 Prinsip perawatan luka modern
Moist wound healing
Lebih efektif untuk proses penyembuhan luka

Indonesia masih menganut metode


konvensional
Asia Pasific Wound Care Congress 2012
 setidaknya baru ada 25 dari 1000 RS di
Indonesia yang menganut perawatan luka
modern
 Memahami dan mampu melakukan perawatan
luka modern secara tepat
 Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di
bidang kedokteran khususnya di Bagian Ilmu
Bedah
 Memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau.
Penulisan referat ini menggunakan metode
tinjauan pustaka dengan mengacu kepada
beberapa literatur.
 Luka : adalah suatu ‘disrupsi’ (keadaan putusnya
kontinuitas) jaringan tubuh (bisa kulit, mukosa,
atau jaringan lain) yang disebabkan oleh
beberapa hal.
 Penyebab luka :
 Trauma
 Disengaja : operasi
 Fase inflamasi : berupa hemostasis dan inflamasi.
 Fase proliferatif : terdiri dari epitelisasi, angiogenesis,
pembentukan jaringan granulasi dan deposisi kolagen.
 Fase maturasi : kontraksi, pembentukan jaringan parut (scar
tissue), remodeling.
 Pemb. Darah yg putus :
kontriksi, retraksi,
disertai reaksi
hemostasis.

Terjadi migrasi sel2 inflamasi (PMN dan Makrofag), eksudasi plasma yg


mengandung ensim2 proteolitik, antibodi, fibrin  untuk
membersihkan luka dari ‘benda asing’ dan jaringan nekrotik.
 Hari ke 5- 14

Migrasi dan infiltrasi sel2 fibroblast dari jaringan sekitar, yg


akan memproduksi kolagen, fibrinektin, fibrin, yg penting
untuk menutup luka.
 Hari ke 14 – 2 tahun
 Luka kemudian mengalami
remodeling, jaringan ekses akan
diabsorbsi.
 Kekuatan luka (‘tensile strength’)
 bertambah, yg dapat menahan
trauma tarikan.

Jaringan tubuh mempunyai kekuatan yang berbeda2 


kulit/dermis dan fascia sembuh perlahan tapi mempunyai
‘tensile strength’ yg sangat kuat setelah sembuh.
 Wound Healing Society  Penyembuhan luka adalah
“suatu proses kompleks dan dinamis untuk
mengembalikan kontinuitas dan fungsi anatomi jaringan”

 Primary Wound Healing


 Secondary Wound Healing
 Tertiary Wound Healing
 1. Debridement
 2. Moist Wound Bed
 3. Prevent Further Injury
 4. Nutritional Therapy
 5. Treat Underlying Disease
 6. Work with Law of Nature
 Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik merupakan debris
dan dapat menghambat penyembuhan luka sehingga diperlukan
tindakan untuk membersihkan luka dari semua materi asing ini.

 Nekrotomi (pembuangan jaringan nekrotik) juga termasuk dalam


debridemen luka. Debridemen dapat dilakukan berkali-kali (bertahap)
sampai seluruh dasar luka (wound bed) bersih dan vital.6
 Mekanikal debridement
 Autolytic debridement
 Biological debridemet
 Enzimatic debridement
 Surgical debridement
 Dasar luka (wound bed) harus selalu
lembab. Lembab bukan berarti
basah.
 Kassa yang direndam dalam
larutan seperti Nacl
itu basah bukan lembab, karena
kassa yang basah dapat menjadi
kering sehingga tidak pernah
menjadi lembab.

Lembab yang dimaksud adalah adanya eksudat yang berasal dari sel di dasar
luka yang mengandung sel-sel darah putih, growth factors, dan enzim-enzim
yang berguna dalam proses penyembuhan luka.
Suasana lembab ini harus dipertahankan dengan diikuti pencegahan infeksi dan
pembentukan pus
 Jaringan disekitar luka biasanya mengalami inflamasi
sehingga ikatan antar selnya kurang kuat.
 Saat merawat luka dianjurkan untuk tidak membuat
luka/kerusakan baru dijaringan sekitarnya.
 Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan kerusakan
jaringan lainnya misalnya terbentuk ulkus dekubitus,
infeksi sekunder, bahkan pneumonia.
 Nutrisi adalah suatu terapi bukan hanya sebagai
suplemen/tambahan.
 Terapi nutrisi sangat penting dalam proses
penyembuhan luka sebab komponen jaringan
yang rusak harus diganti.
 Nutrisi yang baik adalah makanan tinggi protein
 Salah satu faktor yang berpengaruh dalam
proses penyembuhan luka adalah penyakit yang
mendasari luka tersebut misalnya Diabetes
Melitus, Sindroma Lupus Erimatosus, dll.

 Jika penyakit yang mendasarinya tidak diatasi,


kemungkian besar luka akan sulit sembuh.
 Pepatah mengatakan “time heals all wounds”.
Sesungguhnya penyembuhan luka dilakukan
oleh tubuh penderita sendiri.

 Yang dapat kita lakukan adalah memberikan


suasana dan kondisi ideal agar luka dapat
sembuh tanpa adanya hambatan/gangguan.
 Luka akut : luka baru, mendadak, dan
penyembuhan sesuai dengan waktu yang
diharapkan. Contoh : luka sayat, luka bakar, luka
operasi.
 Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau
sering timbul kembali. Contoh : ulkus dekubitus,
ulkus diabetik, dll.
Luka Akut

Luka Kronis
Akut Kronik
 Luka baru Melebihi waktu yang diperkirakan
sembuh
 Timbul mendadak Penyembuhan lambat atau berhenti

 Dapat diperkirakan sembuhnya Khas : luka sembuh sekunder

 Khas : luka sembuh primer Contoh : Ulkus dekubitus, Ulkus


diabetikum
 Contoh : Luka operasi dan luka
trauma
 Perawatan luka  Perawatan luka modern :
konvensional :  Perawatan luka lembab
 Tidak mengenal perawatan (moist wound care)
luka lembab  Kassa tidak lengket pada
 Kassa lengket pada area luka area luka
 Luka dalam kondisi kering  Luka dalam kondisi lembab
 Pertumbuhan jaringan  Pertumbuhan jaringan lebih
lambat cepat
 Infeksi lebih banyak  Infeksi sedikit
 Balutan luka hanya  Balutan luka modern
menggunakan kassa  Luka tertutup dengan
 Luka terbuka/tertutup balutan luka
Melekat, menyebabkan Mudah dilepaskan, tidak
kerusakan dan nyeri menyebabkan kerusakan
pada luka
 Tidak mengenal adanya lingkungan luka yang
lembab
 Membersihkan luka dengan larutan salin normal atau
ditambahkan dengan povidine iodin, atau hidrogen
peroksida (H2O2)
 menganggu proses penyembuhan luka
tidak hanya membunuh kuman tapi membunuh
leukosit yang bertugas membunuh kuman patogen,
kemudian ditutup dengan kassa kering.
 Kassa menempel pada luka dan menyebabkan
rasa sakit pada pasien, & sel-sel yang baru
tumbuh pada luka menjadi rusak.

 Luka dalam kondisi kering dapat memperlambat


proses penyembuhan dan akan menimbulkan
bekas luka.
 Moist Wound Healing
 Moist wound healing
merupakan suatu metode
yang mempertahankan
lingkungan luka tetap
lembab untuk memfasilitasi
proses penyembuhan luka.
 Lingkungan luka yang
lembab dapat diciptakan
dengan occlusive dressing
(perawatan luka tertutup).
Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:

 Mempercepat fibrinolisis.
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel
dalam suasana lembab.
 Mempercepat angiogenesis.
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup
akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah
dengan lebih cepat.
 Menurunkan resiko infeksi
 Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
 Mempercepat pembentukan Growth factor.
Growth factor  membentuk stratum corneum dan
angiogenesis
produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk
dalam lingkungan yang lembab.
 Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti
oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka
berfungsi lebih dini.
Dry Healing Moist Healing
 Suatu proses pembuangan barrier yang terdapat
di luka untuk mempersiapkan luka supaya dapat
melalui proses penyembuhan luka dengan baik.
 Dilakukan dengan :
 Debridement
 Kontrol bakteri
 Pengelolaan eksudat
 Debridement : proses usaha membersihkan luka
dan menghilangkan jaringan nekrotik.
 Dilakukan pada luka akut maupun kronis.
 Tujuan : mengurangi kontaminasi pada luka
untuk mengontrol dan mencegah infeksi.
 Mencegah timbul trauma
baru pada luka
 Mendukung penyembuhan
luka
 Menjaga lingkungan luka
tetap lembab
 Primary dressing : yang kontak
dgn jar. yg luka
 Secondary dressing : pembalut
di atas balutan primer
1. Perawatan dengan madu
2. Maggot Debridement Therapy
3. Film dressing
4. Hydrocolloid
5. Alginate
6. Foam dressing
•Madu mengandung hidrogen peroksida dalam enzim
glukosa oksidase yang berasal dari lebah itu sendiri
madu bersifat antimikrobial
•Efek osmotik yang dihasilkan oleh madu akan
menciptakan lingkungan lembab
 Eksudat ditarik ke permukaan luka
•Madu yang baik utk digunakan adalah Madu Manuka
• Madu bersifat sangat asam dengan pH antara 3 dan 4
Bakteri akan terbunuh dalam lingkungan asam
•Madu dapat menstimulasi proses penyembuhan luka,
mencegah infeksi, menstimulasi pertumbuhan jaringan
granulasi, mengurangi peradangan dan dressing jaringan
yang tidak melekat.
Maggot Debridement Therapy
 Belatung menjijikkan sebab sering disertai
dengan bau yang tidak sedap
 Pertama kali 1557 Ambroise Pare
(dokter bedah) mengamati efek belatung pada
tentara yang terluka
 Kemudian ahli bedah militer Napolen, dr. Baron
D.J.Larrey mengobservasi bahwa belatung dapat
meningkatkan pembentukan jaringan
granulasi pada luka (Chan Dominic, 2007) dan
hanya menyerang jaringan yang mati (nekrotik)
sehingga membantu proses penyembuhan luka
(Hinshaw Janet, 2004).
 3 Cara kerja: debridement, desinfektan,
mempercepat pertumbuhan jaringan baru
Debridement
memakan jaringan mati (nekrotik) tanpa mengganggu
jaringan sehat
 Mengeluarkan enzim proteolitik yang mampu melunakkan
jaringan nekrotik sehingga dengan mudah dimakan
 Hanya mencerna jaringan nekrotik tanpa mengganggu
jaringan sehat

 Desinfektan
  kemampuannya mensekresi enzim  merubah pH
luka  tidak kondusif lagi untuk pertumbuhan
dan perkembangan bakteri
 Mampu mendegradasi biofilm pada luka dan mencerna
Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
 Hal inilah menjadi kelebihan belatung seiring dengan semakin
resistennya penggunaan antibiotic
 Memicu granulasi luka
 Aksi belatung dalam mencerna jaringan nekrotik luka
dipercaya dapat menstimulasi pertumbuhan jaringan
granulasi pada luka (Prete, 1997).
 Pertumbuhan jaringan granualsi  fase terpenting
dari proses penutupan luka.
 Kekurangan MDT:
 Masih lebih lambat dibanding sharp debridement
 Tidak cocok untuk semua jenis luka
▪ efektifitas bergantung pada jenis luka dan aspek estetika
bagi pasien dan caregivers serta ketersediaan yang
terbatas).
 Produsen dan distributor belatung steril saat inihanya
tersedia di Amerika, Inggris, Israel, Mesir, Jepang dan
Australia.
 Menurut Chan Dominic CW  Eksisi abses pada melleolus
(2007)  utk luka kronis  Sinus pilonidial
 Luka diabetes  Grossly infected toe
 venous ulcer  Osteomyelitis
 neuropathic ulcer  Luka infeksi setelah replantasi
 ischemic ulcer lengan bawah
 Decubitus  Luka terbuka setelah protesa
lutut
 Luka post trauma
 Luka infeksi setelah operasi
 Necrotizing fasciitis payudara
 Pyoderma gangrenosum  Luka tembak terinfeksi
 Luka terinfeksi MRSA  Luka Bakar
 Venous ulcer
 Mastoidits sub akut
 tidak dilakukan pada luka  Luka kering
yang sangat mudah
berdarah (luka kanker)  Alergi terhadap enzim yang
dihasilkan
 tidak adanya persetujuan
dari pasien/keluarganya Pasien dengan gagal hati
potensial komplikasi:
 Tidak menggunakan toksisitas ammonia dapat
belatung yg steril menginduksi ensefalopati
 luka yang berhubungan
langsung dengan SSP,
pembuluh darah besar,
rongga atau organ-organ
vital
 Jenis balutan ini lebih sering
digunakan sebagai secondary
dressing dan untuk luka
superfisial dan non-eksudatif
atau untuk luka post-operasi.
 Terbuat dari polyurethane fi lm
yang disertai perekat adhesif;
tidak menyerap eksudat.

 Indikasi: luka dengan epitelisasi,


low exudate, luka insisi.
 Kontraindikasi: luka terinfeksi,
eksudat banyak.
 Balutan ini berfungsi
mempertahankan luka dalam
suasana lembap, melindungi luka dari
trauma dan menghindarkan luka dari
risiko infeksi, mampu menyerap
eksudat tetapi minimal
 Sebagai dressing primer atau
sekunder, support autolysis untuk
mengangkat jaringan nekrotik atau
slough.
 Terbuat dari pektin, gelatin,
carboxymethylcellulose, dan
elastomers.
 Indikasi: luka berwarna kemerahan
dengan epitelisasi, eksudat minimal.
 Kontraindikasi: luka terinfeksi atau
luka grade III-IV.
 Digunakan untuk dressing primer dan masih
memerlukan balutan sekunder. Membentuk
gel di atas permukaan luka; berfungsi
menyerap cairan luka yang berlebihan dan
menstimulasi proses pembekuan darah.
 Terbuat dari rumput laut yang berubah
menjadi gel jika bercampur dengan cairan
luka.
 Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai
berat.
 Kontraindikasi: luka dengan jaringan nekrotik
dan kering.
 Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita,
 mudah diangkat dan dibersihkan.
 Balutan ini berfungsi untuk
menyerap cairan luka yang
jumlahnya sangat banyak (absorbant
dressing)
 sebagai dressing primer atau
sekunder.
 Terbuat dari polyurethane; non-
adherent wound contact layer, highly
absorptive.
 Indikasi: eksudat sedang sampai
berat.
 Kontraindikasi: luka dengan eksudat
minimal, jaringan nekrotik hitam.
 Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi
produk perawatan luka dapat memberikan nilai
optimal jika digunakan secara tepat.
 Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka
modern adalah menciptakan suasana lembab untuk
menunjang proses penyembuhan luka
 Memahami konsep penyembuhan luka lembab,
pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip
intervensi luka yang optimal merupakan konsep
kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka.
 Prinsip lama yang menyebutkan penanganan luka
harus dalam keadaan kering, ternyata dapat
menghambat penyembuhan luka, karena
menghambat proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka
yang terlalu basah juga akan menyebabkan
maserasi kulit sekitar luka.
 Perawatan luka menggunakan prinsip kelembapan
seimbang (moisture balance) dikenal sebagai
metode modern dressing dan memakai alat ganti
balut yang lebih modern.
 >500 jenis modern wound dressing dilaporkan
tersedia untuk menangani pasien dengan luka
kronis antara lain berupa madu, larva Maggot,
hidrogel, film dressing, hydrocolloid, calcium
alginate, foam / absorbant dressing, dressing
antimikrobial, hydrophobic antimikrobial.
 Keberhasilan proses penyembuhan luka tergantung
pada upaya mempertahankan lingkungan lembap
yang seimbang, karena akan memfasilitasi
pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen.

You might also like