You are on page 1of 99

NEUROMUSCULAR DISEASES AND

NEUROPATHY

SURYADI
HORNER’S SYNDROME
Penyebab :
- Lesions sympathetic fibers
( hypothalamus to cervical cord, C8 – T2 roots to superior
cervical ganglion, cavernous sinus)

Gejala :
- Miosis
- Ptosis
- Anhidrosis hemifasialis ipsilateral
- Hiperemia hemifasialis ipsilateral
- Best seen in dark
- Pupillary asymmetry
CARPAL TUNNEL SYNDROME

adalah problema jebakan saraf perifer paling umum


yang mengenai tangan dan pergelangan tangan,
mengenai 1% masarakat dan 80% mengenai
wanita.
kompresi n. medianus di terowongan karpal. Tulang
karpal membentuk lantai dan dinding terowongan
karpal, dan atap dibentuk oleh ligamentum karpal
transversum. 9 tendon fleksor dengan sarungnya
menyertai n. medianus didalam terowongan karpal.
• CTS terjadi dalam keadaan pengurangan ruangan di
terowongan atau disebabkan peningkatan kerentanan saraf.
• disebabkan oleh tenosynovitis, RA, ganglia, osteofit,
osteosis, anomali otot, atau tumor.
• Retensi cairan diperkirakan terjadi selama kehamilan,
selama laktasi
• Kondisi peningkatan kerentanan saraf pada DM, hipothiroid,
• karena pekerjaan dengan gerakan repetitif tangan dan
pergelangan tangan dan terlihat pada bermacam akitifitas
dan okupasi.
GEJALA
• Nyeri, rasa pedih atau rasa baal pada ibu
jari, jari telunjuk, jari tengah atau jari manis,
khususnya memburuk saat malam.
• Rasa pedih atau rasa baal di seluruh tangan.
• Nyeri yang menyebar dari tangan ke lengan
sejauh bahu.
• Perasaan bengkak atau ketat pada tangan
atau pergelangan tangan.
Sindroma Terowongan Karpal
• N. Medianus terjebak dlm Terowongan Karpal
• Kesemutan pada Jari I, II dan III
• Pada Stadium lanjut : terjadi atropi otot Tenar
• Diagnosis berdasarkan :
-Gejala klinis
-Tes Phalen
-Elektromiografi
• Stadium dini dgn istirahat & Fisioterapi
• Pengobatan dgn suntikan Steroid lokal
• Stadium lanjut : Operasi
Kadangkala dapat juga terjadi :
• Satu atau beberapa gejala tersebut diatas memburuk pada
malam hari atau ketika bangun tidur di pagi hari.
• Tangan atau lengan bawah terasa lemah di pagi hari.
• Menjatuhkan benda lebih sering daripada biasanya.
• Kesulitan menjepit atau menggenggam obyek.
• Kesulitan melakukan tugas yang detail seperti menulis atu
mengikat tali sepatu.
• Kesulitan melakukan tugas yang memerlukan kekuatan
3 tes provokasi :

• tanda Tinel : parestesi dipicu dengan mengetuk


n. medianus di pergelangan tangan.
• manuver Phalen : menahan fleksi pergelangan
tangan menghasilkan parestesi dalam 1 menit.
• tekanan langsung terowongan karpal : tekanan
diatas terowongan karpal selama 30 detik.
Pemeriksaan motorik :
– Lihat adanya atrofi eminensia thenar.
– Kelemahan bahkan atrofi m. abduktor
pollicis brevis, m. opponens pollicis,
mm. Lumbrikales I & II, m. fleksor
pollicis brevis.
- Uji kekuatan abduksi dan oposisi ibu jari.
PENCEGAHAN
• Hindari atau kurangi jumlah gerakan
berulang pergelangan tangan sedapat
mungkin.
• Gunakan peralatan dan alat yang
dirancang secara tepat untuk mengurangi
risiko cedera pergelangan tangan
PENGELOLAAN
• Wrist splint : plastik ringan posisi netral / Velcro splints
yang mengizinkan gerakan jari setengah bebas. 22%
penderita bebas gejala sesudah 1 tahun jika diobati
dengan splinting.
• Modifikasi aktifitas : mengurangi gerakan fleksi,
ekstensi, rotasi pergelangan tangan, fleksi jari-jari dan
menggenggam dengan kuat.
• Ultra Sound Diathermi
• NSAID
• Diuretik untuk penderita dengan pembengkakan
anggota gerak.
TARSAL TUNNEL SYNDROME

Jebakan saraf di terowongan tarsal yg


dibentuk oleh lig lasiniatum yg
terbentang dr bag bawah blk maleolus
medial tibiae dan tuber kalkanei
Gejala : rasa baal, spt kecabaian, dan
sebagainya
Karena jebakan saraf diantara os
metatarsale dapat menimbulkan
pembengakakan
NEUROPATI
PENDAHULUAN

• Nyeri neuropatik banyak dijumpai

• Penyebabnya bermacam-macam

• Terapinya beraneka-ragam

• Mempunyai dampak sosio-ekonomi


DEFINISI NYERI (IASP)

Pengalaman sensorik yang tidak


menyenangkan, berhubungan dengan
kerusakan jaringan yang aktual ataupun
potensial
NEUROPATHY

Progressive degeneration of
• anterior horn cells
• corticospinal fibers, and
• motor nuclei in the medulla

Various levels of the nervous system:


bulbar, cervical, and lumbar may be involved
 All level of the motor system are involved
• Nyeri merupakan pengalaman psikik normal dari
suatu penyakit, berhubungan dengan kerusakan
jaringan atau kerusakan yang mengancam jaringan
badan.
• melibatkan dua proses : 1) Proses perifer
berhubungan dengan deteksi dan transmisi
informasi yang berhubungan dengan kerusakan
jaringan ; 2) Proses sentral yang menguasai respon
psikik atau respon serebral terhadap informasi.
Neuropati
• ialah keadaan dimana saraf tepi
mengalami gangguan fungsi akibat
kerusakan seluler ataupun molekuler, dan
dapat disebabkan oleh berbagai macam
etiologi seperti : trauma, entrapment
(terjepit / terjebak), penyakit metabolik,
penyakit defisiensi , keracunan (zat kimia
toksik, logam berat), gangguan imunologis,
bahkan etiologi yang sifatnya genetik.
• mengenai banyak saraf tepi dan
distribusinya umumnya bilateral simetris
Kategori Klinis Neuropati
1. Polineuropati : lesi mengenai banyak saraf tepi dengan pola
distribusinya bilateral simetris dan kejadiannya boleh
dikatakan simultan. Kadang-kadang dipergunakan istilah
poliradikulopati, poliradikuloneuropati untuk menekankan
keterlibatan radix spinalis ataupun radix spinalis plus truncus
spinalis.
Kategori Klinis Neuropati
2. Mononeuropati dan mononeuropati multipleks : lesi mengenai satu saraf
tepi, atau beberapa saraf tepi yang sifatnya tidak simetris. Atau dapat
juga nampak simetris, tetapi kejadiannya tidak simultan . Dari
patologinya juga akan nampak berbeda, seringkali tergantung dari
lokasi masing-masing saraf yang terkena.
Etiologi kategori ini umumnya adalah penyakit ataupun kondisi yang
menimbulkan lesi atau kerusakan yang sifatnya local, bukan difus
seperti pada polineuropati (trauma atau mikrotrauma mekanik : traksi,
tekanan, pukulan langsung, luka tembus; entrapment, lesi karena
radiasi, listrik, terbakar, lesi vaskuler, lesi granulomatus, lesi neoplastik).
• Beberapa neuropati dengan nyeri yang
menonjol diantaranya adalah : neuropati
sensorik diabetika, iskemia, alkohol,
malnutrisi
NYERI NEUROPATIK

Nyeri yang didahului lesi primer atau


disfungsi pada sistim saraf perifer
maupun sentral
Allodinia : Nyeri yang disebabkan
oleh stimulus yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri

Disestesia : Sensasi yang tidak


menyenangkan, baik bersifat spontan
maupun dengan pencetus

Anastesia Dolorosa : Nyeri pada


area yang seharusnya bersifat anastetik
KAUSALGIA
Nyeri seperti terbakar, Alodinia, Hiperpatia
yang menetap seringkali bercampur
dengan disfungsi vasomotor, Sudomotor,
dan Gangguan Tropik.
(CRPS – II = Complex Regional Pain Syndrome)
INJURY INFLAMMATION OUTCOME
TISSUE:

REVERSIBLE
1. Brief
2. Moderate HEALING

IIREVERSIBLE
TISSUE LOSS
3. Severe

4. Chronic
Inflammation

NERVE

5. Neuropathy
PERSISTENT DAMAGE

OR
6. Axotomy REGENERATION

1,5 15 150 1 10 100+


Minutes Days
Byers & Bonica, 2001
KERUSAKAN JARINGAN

INFLAMASI

MI SENSITISASI
Si-Na+ Pg
SSA B NOS
5HT
Adenosin AKTIFASI
R-NE
ECT. DISC.

KORNU DORSALIS
Pengalaman
Kognitif Inhibisi OTAK
Behaviour desenden
Psikologik
PAIN – NO PAIN
Axonal polyneuropathy Demyelinating Neuropathy Neuronopathy (Ganglionopathy)
Polyneuropathy is caused by the degeneration of axon terminals and results in symmetric distal
sensory loss with shading to normal sensation. A compression neuropathy often results in
demyelination with the axon left relatively intact. Sensory loss follows a radicular pattern. When
the neuronal cell body dies the condition is called "neuronopathy." If the cell body is in the sensory
ganglion the condition is often referred to as "ganglionopathy." The pattern is usually random
PENGERTIAN MODEL NYERI

PERILAKU NYERI
(PAIN BEHAVIOUR)

PENDERITAAN
(SUFFERING)

NYERI
(PAIN)

NOSISEPSI
(NOCICEPTION)

BIOMEDIKAL BIOPSIKOSOSIAL
(BIOMEDICAL) (BIOPSYCHOSOCIAL)

BYERS AND BONICA, 2001


MODIFIKASI PENULIS
Anger Anxiety

Fear
Depression
PSYCHOLOGICAL
A

B
Noxious Stimuli

NOCICEPTIVE
EPIDEMIOLOGI
• Nyeri Neuropati : 20 % di klinik nyeri
• Nyeri Neuropati : 2 – 40 % dari nyeri
kronik
• Nyeri Neuropati :
- Neuropati Diabetes 60,4 %
- Polineuropati distal 47,3 %
- Herpes Zoster 4,8 promil
KESULITAN MENENTUKAN PREVALENSI

1. Sindrom nyeri neuropatik beraneka-ragam

2. Respon terhadap terapi berbeda-beda

3. Prosedur diagnostik perlu teliti dan cermat


ETIOLOGI (Pokdi PERDOSSI 2000)
1. Saraf tepi :
a. Trauma : Neuropati jebakan, Transeksi saraf
termasuk pembedahan, kausalgia, amputasi dan
nyeri tungkai, nyeri perut, nyeri pasca torakotomi
b. Mononeuropati : Diabetik, Invasi nervus/ pleksus
oleh keganasan, Iradiasi pleksus, Iradiasi
iskemik, Penyakit jaringan ikat (artritis rematoid,
SLE, Poliartritis nodosa)
c. Polineuropati : Diabetik, alkohol, Nutrisi, Amiloid,
Penyakir Fabry, Neuropati, Isoniasid, Idiopatik
2. Radik dan ganglion : diskus prolaps,
arachnoiditis, avulsi radiks,Rizotomi
operatif, neuralgia pasca Herpes,
Neuralgia Trigeminus, Kompresi Tumor
3. Medula Spinalis : Transeksi total,
Hemiseksi, Kontusio, Kompresio,
Hematomieli, Pembedahan, Siringomieli,
Sklerosis Multiple, AVM, Disrafisma,
Defisiensi Vit B12 , Mielitis Sypilis.
4. Batang otak : Sindroma Wallenberg,
Tumor, Siringobulbi, Sklerosis Multipel,
Tuberkoloma.
5. Talamus : Infark, Hemorargik, Tumor,
Lesi bedah pada nukleus sensorik
6. Korteks/subkorteks : Infark, AVM,
Trauma, Tumor
ETIOLOGI
1. Trauma : - Sindrom jebakan
- Complex regional pain syndrome
- Amputasi
- Lesi Medula Spinalis
- Operasi
2. Infeksi : - Herpes Zoster
- AIDS
- Tabes Dorsalis
- Lepra
3. Tumor :- Kompresi
- Infiltrasi
- Paraneoplastik
- Metastatis
ETIOLOGI
4. Vasculer :- Lupus Eritematosus
- Artritis Rematoid
- Stroke
5. Toxin : - Obat sitostatika
- Arsen, Plumbum, Magnesium
6. Defisiensi Nutrisi :
- Vitamin B1, B6
- Alkohol Neuropati
7. Genetik :
- Penyakit Fabry
ACUTE FLAXID PARALYSIS
Deteksi dini kasus AFP
1. Jangan menganggap ringan keluhan flu-like
symptom (anak belum imunisasi)
2. Waspada bila disertai keluhan kelemahan
anggota gerak
3. Tindak lanjut pada keluhan flu-like simptom
pada daerah yang ditemukan kasus AFP
4. Jangan memanipulasi pasien-pasien yang
dicurigai (point 1-2)
Kasus AFP di Rumah Sakit
• Semua kasus secara klinis
memperlihatkan kelemahan yang bersifat
lower motor neuron (flaksid) yang timbul
secara mendadak (akut).
- kurang dari 2 minggu
Tabel 1. Penyebab Kelemahan Akut

• Sel Kornu Anterior • Paut Saraf Otot


- Poliomielitis - Miastenia Grafis
- Penyakit motor neuron - Miastenia yang diinduksi Obat
• Saraf - Sindroma Miastenik
- Sindroma Guillain Barre (Eaton- Lambert)
- Tick Paralisis - Keracunan Organophosphat
- Difteri • Otot
- Keracunan Logam Berat - Polimiositis
- Periodik Paralisis
- Miopati Toxic
- Mioglobinuria/Rhabdomiolisis
- Sindroma Neuroleptic Maligna
Gambar potongan melintang
Medula Spinalis
T Sel
ganglion
(neuron
sensorik
)
Radik
dorsalis
saraf
spinal

Neuron
Motorik

Radik
ventralis
saraf
spinal

Saraf
Spinal
Kelumpuhan LMN
• Akibat langsung hilangnya fungsi kerusak-
an sel kornu anterior atau akson dari radik
anterior dan saraf tanda dan gejala
sesuai lokasi lesi.

• Disertai gangguan sensibilitas : Terlibatnya


saraf campuran (motorik dan sensorik) atau
mengenai kornu anterior dan posterior
Gejala kelumpuhan
LMN UMN
• Sifat Flaksid Spastik
• Reflek
Fisiologis / ( - ) 
Patologis (-) (+)
• Tonus  
• Trofi Atrofi ( + ) Atrofi ( - ) /
Disuse atrofi
Syndroma Guillain Barre (SGB)
Acute Inflammatory Demyelinating Polineuropathy (AIDP)
Syndroma Guillain Barre (SGB)
Acute Inflammatory Demyelinating Polineuropathy (AIDP)

• Kelainan sistim saraf akut-difus pada radix


spinalis, saraf perifer dan kadang-kadang saraf
kranial
• Timbul setelah suatu infeksi
• Penyakit Autoimune
• 0,6 - 1,9 orang / 100.000 /tahun
• Terdapat di seluruh dunia, setiap musim
• Menyerang semua umur
• Tersering dewas muda
Gambaran Klinis
1.Kelumpuhan :
- Simetris, tipe LMN
- Sebagian besar diawali kedua ekstremitas
bawah secara asenden badan,
anggota gerak atas, saraf Kranial
- Otot proksimal lebih berat dari pada
distal atau sebaliknya, atau sama beratnya
2. Gangguan sensibilitas
Defisit sensoris obyektif minimal
Sering distribusi pola kaus kaki-sarung tangan
3. Saraf kranialis
N. VII kelumpuhan otot-otot wajah
N. III, VI diplopia (melihat kembar)
N. IX, X sulit menelan, sengau
4. Gangguan fungsi otonom
- Takikardi - Bradikardi
- Hipertensi - Hipotensi
- Retensio urine
5. Kegagalan pernafasan : paralisis diafragma dan
otot-otot pernafasan. 10 - 33 % penderita
Perjalanan penyakit

Fase Fase Fase


Progresif Plateau Penyembuhan

K
e
l
u
m
p
u
h
a
n

Bbrp Hari - 2 Hari - 3 mg Bbrp Bulan Waktu


4 mg
Pemeriksaan
• LCS : Peninggian kadar protein tanpa
diikuti peninggian jumlah sel
dissosiasi sito-albumin
• EMG : Pelambatan pada kecepatan
hantaran gelombang F (segmen proksimal
dan radiks saraf)
DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY
DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY

merupakan distrofi otot yang relatif sering


dijumpai dan sifatnya progresif.
Insiden di luar negeri berkisar antara 150-
250 per 1000.000 kelahiran hidup
Dijumpai pada semua ras.
Diturunkan secara resesif, sex-linked (X)
dan dominan pada laki-laki, dengan umur
awitan antara 2-4 tahun.
• Umumnya baru diketahui setelah anak mulai berjalan,
dimana pada perkembangannya anak nampak lamban
dan mudah jatuh.
• Gejala pertama yang timbul adalah kelemahan otot
gelang panggul, yang berakibat munculnya waddling
gait dan Gower’s sign. Pada tanda Gower nampak
sebagai berikut: bila anak ditelentangkan di lantai, ia
akan cenderung memanjat diri sendiri (climbing up
himself) untuk mencapai posisi tegak. ( Gambar 1)
• Lengan akan terkena kemudian, sedangkan otot muka
terlibat paling akhir.
Gambar 1. Gower’s sign
• Sekitar 80% menunjukkan pseudohipertrofi otot,
utamanya otot betis. Tampak terlihat otot betis,
(gastrocnemius) dan lengan (triceps dan deltoideus)
• Sebaliknya otot gelang bahu dan panggul, serta otot
paraspinal mengecil. Keterlibatan otot yang sakit
umumnya simetris.
• Tampak juga posisi lordosis lumbal yang progresif.
• Refleks tendo menurun sampai menghilang, karena
otot tidak memberikan reaksi kontraksi.
• Karena saraf masih baik, maka tidak ada gangguan
sensibilitas.
• Pada stadium akhir, otot diafragma dan interkostal
dapat menjadi lemah sehingga akan mengganggu
sistem pernapasan. Kapasitas pernapasan menurun
sehingga rentan terhadap infeksi paru seperti
pneumonia.
Pemeriksaan penunjang
• aldolase,
• CPK (creatine phosphokinase),
• SGOT (serum glutamicoxalacetic
transaminase),
• SGPT (serum glutamicpyruvic
transaminase)
• lactic dehydrogenase
• pemeriksaan elektromiografi (EMG) : konduksi saraf
normal.
• Pemeriksaan serabut otot dengan jarum menunjukkan
gambaran khas miopati yaitu motor unit potensial
(MUP) ampli-tudonya kecil, durasinya pendek,
sebagian polifasik
Diagnosis
1. mengetahui awitan kelemahan otot,
2. pseudohipertrofi,
3. karakteristik distribusi kelemahan otot,
4. riwayat keluarga,
5. kenaikan kadar ensim serum,
6. dan biopsi otot.
Pengobatan
• Belum ada terapi yang efektif untuk DMP
• diharapkan suatu terapi gen.
• Pasien diusahakan untuk selalu aktif selama dan
sedapat mungkin.
• Program fisioterapi direkomendasikan secara reguler.
• Bila kontraktur dapat dirujuk ke bagian bedah ortoped.
Penggunaan ortose ringan atau brace untuk
stabilisasi pergelangan kaki atau sendi yang lain dan
mencegah deformitas
MYASTHENIA GRAVIS
MYASTHENIA
• An acquired autoimmune disorder causing skeletal
muscle fatigue and weakness
• Autoantibodies against the acetylcholine receptor
produce weakness that can affect the entire body or
only eye movement
• Can begin at any time, from early childhood to
extreme old age
• The cause of the autoantibodies is not known. The
thymus is implicated in the inception and generation
of the autoantibodies
PENDAHULUAN
• tidak terdapat gangguan pola gerak, sebab yang terganggu
adalah kekuatan otot yang semakin berkurang apabila
menjalankan aktifitas, kekuatan otot akan pulih kembali
setelah beristirahat
• Di negara maju prevalensinya 1 : 10. 000 – 50.000
penduduk, dengan frek tertinggi pada kelompok umur 20 –
30 tahun, walaupun jarang dapat pula menyerang
neonatus, anak anak, orang tua
• wanita mempunyai resiko dua kali lebih besar dibanding
dengan pria.
Etiopatogenesis
• Akibat reaksi immunologi (pembentukan antibodi)

– atropi membran reseptor post sinaptik
– Celah antara lipatan membran menjadi lebih lebar

• Kholinesterase mempunyai waktu untuk menguraikan
acethycholin
Menjadi cholin & acetat

• Acethylcholin yg sampai pd membran post sinaptik tdk
mencukupi untuk depolarisasi
Myasthenia gravis junction
AChR reduced; synaptic fold simpified; synaptic space
widened; nerve terminal normal
PATHOLOGY/PATHOPHYSIOLOGY
_______________________________________
 3 Mechanisms by which autoantibodies to
ACh receptors interfere with NM transmissions:
 Compliment
 Modulation of ACh receptors
 Direct block
_______________________________________
PATHOLOGY/PATHOPHYSIOLOGY
■ Compliment
 Mediated lysis
• Presence of IgG on postsynaptic membrane
together with lytic component of compliment
■ Modulation of ACh receptors
 Rate of degeneration increases after they have
been
crosslinked by antibodies.
• Average lifespan of a normal ACh receptor is 7
days
• For a myasthenic patient, it is 1 day
■ Direct block
 Antibodies directly inhibit receptor function
1 2

Normal AChR
3
Auto antibodies bind to the acetylcholine receptor and cause
increased receptor degradation.
The combination of the binding and the turnover effects results
loss of receptor so that an action potential in the motor neuron
does not always result in an action potential in the muscle fiber

Thymoma as present in some patients with myasthenia

Onset in non-thymoma cases:


Peak incidence at 10-30 yeas of age, again at 60-70 yeas of age

Myasthenia associated with thymoma:


Peak incidence at 40-50 years of age
Under 40  predominantly affects women
MYASTHENIA WHICH HAS A DIFFERENT MECHANISM

• Neonatal myasthenia
Transient illness, lasting less than 1 month, 1 in 8 babies of myasthenic mothers

• Juvenile myasthenia
Myasthenia in the younger age group, generally similar to those of myasthenia in young adults

• Penicillamine-induced myasthenia
Usually resolves over several month after drug withdrawal

• Lambert-Eaton myasthenic syndrome


A presynaptic disorder characterized by impaired release of Ach from the nerve terminal.
60% cases is associated with small cell lung carcinoma

• Congenital myasthenia
• Familial myasthenia
SYMPTOMS AND SIGNS
weakness of skeletal muscle is
characteristically increased by exercise,
but is not associated with muscle pain
(in contrast to ‘physiological” fatigue)

emotional stress, pregnancy and infection can also cause an


exacerbation of symptoms

• Ocular muscles
• Limb weakness
• Bulbar muscle weakness
• Respiratory muscle involvement
CLINICAL CLASSIFICATION

Main groups of acquired myasthenia gravis

Group I: ocular myasthenia gravis (symptoms may remain


persistently confined to the ocular muscles, particularly
when 2 years have elapsed since the onset

Group IIA, B: mild or moderately severe generalized


myasthenia gravis

Group III: acute severe (fulminating) myasthenia gravis


with respiratory muscle involvement

Group IV: late (chronic) severe disease


INVESTIGATION

• Anti-ACHR antibody
• Antistriated muacle antibody

• Edrophonium chloride test

• Electromyographic techniques

• Thymoma
MODES OF THERAPY

• Anticholinesterase therapy:
– Pyridostigmine, 30-120 mg orally
– Neostigmine bromide, 15-30 mg orally every 3 hours except at
night

Higher dose than those given above are seldom indicated and
greatly increase the risk of choinergic crisis.
Side-effects are caused by para sympatithetic stimulation and
include: - pupillary constriction
- colic
- diarrhoea
- Increased salivation
- Increased sweating
- Increased lacrimation
- Increased bronchial secretions
MODES OF THERAPY
• Corticosteroids:
Prednisolone - suitable
- once daily on alternate days to avoid
side-effects
- initial dose 10 mg, increased slowly
 out patients: 5-10mg / week
 in patients: 5-10 mg / dose
 to avoid the exacerbation of
symptoms that can occur when the drug is started at
a high dose
- Maximal dose: 1-1.5 mg / kg body weight
- (or symptoms are controlled)
Thymectomy
 Intravenous immunoglobuln
 Plasma exchange

• Improvement is expected although most patients are


maintained on a low-dose corticosteroid after their
initial tapering
MYASTHENIC CRISIS
■ Muscle weakness is due to an insufficient amount
of ACh.
■ Performing a Tensilon test will yield an immediate
improvement in muscular contractions.
■ Signs and symptoms:
 Increased pulse rate
 Absence of cough or gag reflexes
 Positive response to Tensilon test
MYASTHENIC CRISIS
occurs with inadequate treatment and can be
precipitated by infection.

Treatment consist of:

• Control of the airway and assisted ventilation


• Anticholinesterase medication
• Immunosuppressive drug therapy and/or plasma
exchange
CHOLINERGIC CRISIS
■ Muscle weakness is due to excess of ACh
at motor effector sites.
■ Results from an overdosing of anticholin-
esterase medications
■ Signs and symptoms
Negative response to Tensilon test
Nausea and vomiting
Bradycardia and hypotension
Fasciculations
Diplopia
Diarrhea and abdominal cramps
CHOLINERGIC CRISIS
caused by excess anticholinesterase medication

Treatment consist of:

• Control of the airway and assisted ventilation


• Temporary withdrawal of anticholinesterase drugs,
with later reintroduction at a reduced dose regiment
• Immunosuppressive drug therapy and/or plasma
exchange
Polio Mielitis Anterior Akut
Polio Mielitis Anterior Akut
Patofisiologi
• Polio virus : jalur Fecal - Oral infeksi primer pada TGI
(individu tidak imunisasi)
• Replikasi virus : Faring - TGI
Masa inkubasi 1 - 3 minggu
Virus penetrasi dinding intestinum, darah seluruh
bagian tubuh
• Sistim saraf hanya sebagian kecil dari pasien
• 95 % : - Infeksi asimtomatik atau
- Penyakit tidak spesifik “carrier”
Keadaan tertentu
• Viremia sistem saraf pusat secara
selektif ; pada kelompok neuron khususnya
sistim motorik

• Terberat pada sel-sel kornu anterior medula


spinalis segmen lumbal
“Poliomielitis Paralitikus”
Gambaran klinik
• Sebagian besar infeksi ; asimtomatis
• Gejala sistemik ringan : Faringitis - gastro-enteritis,
flu - like symptom abortif poliomielitis
• Perkembangan kearah kelemahan
- Diawali dgn : Panas, Lesu, Nyeri kepala, mual.
- kaku leher dan punggung
Penyakit dapat berhenti pada tahap ini tanpa
komplikasi sebagai : “Aseptic meningitis”
• Berkembang dengan kelemahan.
• Otot sensitif, kaku & nyeri .
• Kelemahan asimetris dengan bagian
proksimal lebih berat dari distal.
• Tungkai lebih sering dari lengan
• Fase akut : Keluhan parestesi, secara
obyektif tidak ada.
• Refleks tendo menurun s/d menghilang
• Tonus otot menurun
Atrofi berkembang setelah 5 - 7 hari dari onset
nyata setelah  3 minggu
• Distribusi kelumpuhan bervariasi :
- Bayi/anak <5 tahun : terbanyak asimetri,
umumnya 1 tungkai.
- Anak lebih tua : 1 atau 2 tungkai.
- 16 - 65 thn : asimetri pada ke 4 anggota gerak.
• 10-15% mengenai otot bulber : nukleus N.IX-X
kelemahan otot pharing dan laring.
• Keadaan berat gangguan pernapasan dan
menelan problem kardio respirasi.
Post Polio Syndrome
Post Polio Syndrome
• Pada individu-individu 20 - 50 th setelah
infeksi primer.
• Kelemahan dan atrofi : berkembang
secara lambat - bertahap.
• Problem : - gangguan respiratorik
- skoliosis
• Tidak ada bukti terdapatnya virus polio
Diagnosis
• Poliomielitis anterior akut bila perkembangan
akut kelemahan tipe flaksid yang asimetris,
tanpa gangguan sensibilitas

• Perubahan LCS : Pleositosis

• Secara pasti : isolasi virus polio dari :


tenggorokan, tinja atau autopsi medula
spinalis
Terapi
• Tidak ada terapi spesifik
• Simtomatis penting
Fase akut rawat inap Rumah Sakit
• Analgetik, kompres hangat untuk nyeri otot
• Pengawasan tanda-tanda komplikasi
respiratorik
• Fisioterapi dan alat-alat bantu
• Cukup istirahat / hindari kelelahan
PARALYTIC POLIO
 Persons infected with polio: > 95% asymptomatic viremia and
spontaneous clearing

 Flulike prodrome  severe generalized myalgias with focal,


often asymmetric fasciculation;
 followed by weakness that often is severe
 the legs often are most affected
although any muscle or region can be
involved including diaphragm and bulbar
muscles

 Recovery typically is incomplete, atrophy and asymmetric weakness is


often permanent
POST-POLIO SYNDROME

• Occasionally a syndrome develops in former paralytic polio victims


several years following the initial attack

• Patients typically complain a diffuse myalgias and recurrence of


weakness n muscles that were affected in the initial attack

• The lag between the initial attack and development of so-called post-
polio syndrome often is measured in decades
SELESAI

You might also like