You are on page 1of 44

PERAWATAN LUKA

Faisal Sangadji
Sri Purwanti
Definisi
 Secara umum luka didefinisikan sebagai adanya
diskontinuitas &/ kerusakan jaringan tubuh yang
menyebabkan gangguan fungsi.

 Mulai dari luka pada kulit, otot, tulang, pembuluh darah,


maupun organ seperti jantung, usus, dsb, semuanya
melalui suatu proses reparatif yang serupa (similar) &
dapat diprediksi (predictable).

 Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :


Hilangnya seluruh / sebagian fungsi organ, respon stres
simpatis, perdarahan & pembekuan darah, kontaminasi
bakteri,kematian sel
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia, Semakin tua seseorang maka akan
menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan

2. Infeksi, Infeksi tidak hanya menghambat proses


penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan
kerusakan pada jaringan sel penunjangmenambah
ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun
kedalaman luka.

3. Hipovolemia, Kurangnya volume darah akan


mengakibatkan vasokonstriksi & menurunnya
ketersediaan O2 & nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma (bekuan darah). Darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi.
Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tsb
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi
tubuhmenghambat proses penyembuhan luka.

5. Benda asing, ex: pasir / mikroorganisme terbentuknya


abses sebelum benda tsb diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati & lekosit , yang
membentuk suatu cairan yang kentalnanah (“Pus”).

6. Iskemia, :p suplai darah pada bagian tubuh akibat dari


obstruksi dari aliran darahbalutan pada luka terlalu
ketatfaktor internal:obstruksi pada pembuluh darah itu
sendiri.
7. Diabetes, Hambatan terhadap sekresi insulin akan
mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

8. Pengobatan, Steroid : akan menurunkan mekanisme


peradangan normal tubuh terhadap cedera,•
Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan, Antibiotik :
efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk
bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika
diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan
efektif akibat koagulasi intravaskular.
Macam-macam luka
Berdasarkan Mekanismenya:
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris o/ instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)
biasanya tertutup o/ sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka
diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan o/ suatu
tekanan & dikarakteristikkan o/ cedera pada jaringan lunak,
perdarahan & bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti
peluru / pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam
seperti o/ kaca/ kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi
pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :

a) Clean Wounds (Luka bersih), y/ luka bedah tak terinfeksi yang


mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) & infeksi pada
sistem pernafasan, pencernaan, genital & urinari tidak terjadi.
Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi) luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital /
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka : 3% – 11%.
c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka
terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan & operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik / kontaminasi dari saluran
cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi non
purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu
terdapatnya mikroorganisme pada luka.
Berdasarkan kedalaman & luasnya luka:

1. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : y/


luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : y/ hilangnya lapisan
kulit pada lapisan epidermis & bagian atas dari dermis.
Merupakan luka superficial & adanya tanda klinis seperti
abrasi, lubang yang dangkal.
3. Stadium III : Luka “Full Thickness” : y/ hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan / nekrosis jaringan subkutan
yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis & fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam
dengan / tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai
lapisan otot, tendon & tulang dengan adanya
destruksi/kerusakan yang luas.
Proses penyembuhan luka:

Ada beberapa fase penyembuhan luka yakni:


1. Fase inflamasi: berupa hemostasis &
inflamasi
2. Fase proliferatif: terdiri dari epitelialisasi,
angiogenesis, pembentukan jaringan
granulasi, & deposisi kolagen
3. Fase maturasi: kontraksi, pembentukan
jaringan parut (scar tissue), remodeling
Fase penyembuhan luka serta waktu yang
dibutuhkan tiap fase:
Fase Penyembuhan Waktu Sel yang Terlibat
Luka

Hemostasis Segera (menit) Patelet


Inflamasi Hari 1-3 Neutrofil, Makrofag

Proliferasi sel Hari 3-21 Makrofag


Granulasi & matrix Hari 7-21 Limfosit, Angiosit
repair Neurosit, Fibroblast
Epitelisasi Hari 3-21 Keratinosit
Remodeling/ Hari 21-beberapa Fibrosit
pembentukan scar tahun
Jenis dari penyembuhan luka terdiri dari:
1. Primary wound healing: penyembuhan luka primer – terjadi saat
pinggiran luka (wound edges) yang bersih & masih vital (tidak
iskemik/nekrosis) ditemukan dengan aproksimasi yang baik
(biasanya dengan penjahitan) sehingga fase pembentukan jaringan
granulasi lebih cepat & epitelialisasi langsung terjadi dalam
beberapa hari (1-3 hari).
2. Secondary wound healing: penyembuhan luka sekunder – terjadi
pada luka yang cukup dalam/ lebar & jarak antara ujung2 luka
terlalu jauh, sehingga tidak dapat dilakukan penjahitan secara
langsung. Seluruh fase penyembuhan luka secara spontan akan
dilewati sesuai dengan dalam/luasnya luka & tergantung dari
penyakit yang mendasarinya.
3. Tertiary wound healing: penyembuhan luka tersier – terjadi pada
luka yang kurang vital/jaringan nekrotik cukup banyak/luka cukup
dalam/luka kotor, & memerlukan tindakan debridemen/nekrotomi
terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu (hingga luka cukup
vital & bersih), untuk kemudian melewati fase2 penyembuhan luka.
Penyembuhan sekunder, jaringan
granulasi
Beberapa prinsip perawatan luka:
1.Debridement:
Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik  “debris” & dapat
menghambat penyembuhan luka  diperlukan tindakan untuk
membersihkan luka dari semua materi asing ini. Nekrotomi
(pembuangan jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen
luka. Debridemen dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai
seluruh dasar luka (wound bed) bersih & vital.
2. Moist wound bed:
Dasar luka (wound bed) harus selalu lembab. Lembab bukan berarti
basah. Kassa yang direndam dalam larutan seperti NaCl itu “basah” &
bukan “lembab”, karena kassa yang basah dapat menjadi kering,
sehingga tidak pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah
adanya eksudat yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung
sel-sel darah putih, growth factors, & enzim2 yang berguna dalam
proses penyembuhan luka. Suasana lembab ini harus dipertahankan
dengan diikuti pencegahan infeksi & pembentukan pus.
3.Prevent further injury:
Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi
sehingga ikatan antar selnya kurang kuat. Saat merawat luka,
sangat dianjurkan untuk tidak membuat luka/kerusakan yang
baru pada jaringan di sekitarnya. Imobilisasi lama juga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan lainnya misalnya terbentuk
ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia dll.
4.Nutritional therapy:
Nutrisi : suatu terapi & bukan hanya sebagai
suplemen/tambahan. Terapi nutrisi sangat penting dalam
proses penyembuhan luka sebab komponen jaringan yang
rusak & harus diganti pada setiap luka memerlukan elemen
pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi.
5. Treat underlying disease(s):
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses
penyembuhan luka : penyakit yang mendasari luka
tersebut, mis., diabetes mellitus, chronic venous
insufficiency. Jika penyakit yang mendasarinya tidak
diatasi, kemungkinan besar luka akan sulit sembuh.
6. Work with the law of nature:
“Time heals all wounds”. Sesungguhnya penyembuhan
luka dilakukan oleh tubuh penderita itu sendiri, yang
dapat kita lakukan : memberikan suasana & kondisi
yang ideal agar luka dapat sembuh tanpa adanya
hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang
menghambat penyembuhan luka dapat diatasi (mulai
dari faktor sistemik sampai keadaan status lokalis luka
itu sendiri), maka tidak ada alasan luka tidak dapat
sembuh.
5-D TAHAPAN PERAWATAN LUKA SECARA UMUM
1. Describe: Luka akut/ kronis, luas/ kecil, permukaan /
dalam, terbuka / tertutup (punctured wound), dengan atau
tanpa underlying diseases, dsb.
2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang
semua debris, pus, jaringan nekrotik, corpus alienum, &
semua hal yang menghambat penyembuhan luka. Jika
perlu, lakukan debridement dengan anestesi umum agar
pasien tidak kesakitan & debridement dapat dilakukan
dengan sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat
di sekitar luka. Irigasi cukup dengan cairan berupa NaCl
fisiologis 0,9% / aqua (H2O). Hindari pemakaian
antiseptik/cairan lain yang dapat merusak jaringan yang
sehat (H2O2, povidone iodine, alkohol, dll). Debridement
hendaknya dilakukan bertahap untuk mencegah kerusakan
jaringan sehat yang berlebihan.
3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan
yang memenuhi prinsip perawatan luka yakni “moist” /
lembab, bukan “wet” atau basah. Jika memungkinkan,
pilih dressing yang dapat menciptakan suasana tekanan
negatif pada dasar luka (negative pressure), artinya
debris/pus/eksudat di dasar luka diangkat/dikeluarkan
secara kontinu. Pilih tipe wound dressing yang paling
ideal & memenuhi prinsip penanganan luka.
4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying
disease) timbulnya luka tidak diobati dengan benar (mis.
diabetes mellitus, dll), luka tidak akan dapat sembuh
dengan sempurna.
5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses
penyembuhan luka.
PERAWATAN LUKA AKUT
 Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (s/d 8
jam). Luka yang dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan
neglected wound (luka yang terabaikan).
 Secara umum waktu 8 jam ditentukan sebagai “golden period”
untuk luka. Jaringan tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak
mendapatkan asupan O2 dari darah) selama lebih dari 8 jam
akan menjadi nekrosis & kerusakannya tidak dapat
dikembalikan ke keadaan normal (sering disebut irreversible
injury). Maka dari itu sebaiknya perawatan luka dimulai
secepatnya sejak luka/injury terjadi & tidak menunggu hingga
nekrosis.
 Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka
akibat sayatan pisau yang bersih, dapat dengan segera ditutup/
dijahit sehingga terjadi penyembuhan luka secara primer
(primary wound healing). Luka akut yang kotor memerlukan
penanganan debridemen terlebih dahulu sebelum penjahitan
luka, sesuai dengan prinsip perawatan luka secara umum.
 Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera
mungkin setelah luka terjadi. Penggunaan
antiseptik pada luka masih kontroversial karena
beberapa pendapat mengatakan bahwa luka tidak
perlu harus steril, & flora normal pada luka masih
diperlukan untuk melawan kuman patogen.
 Drosou et al. mengatakan bahwa penggunaan
antiseptik seperti betadine, alkohol, atau peroksida
(H2O2) dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan pada
luka terbuka.
 Larutan yang ideal digunakan untuk
debridemen luka adalah cairan fisiologis (NaCl
0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi
bersih.
• Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut
steril, sehingga dapat dipertahankan sampai 3 hari untuk
kemudian dilakukan penggantian dressing. Waktu 3 hari
dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang
diperlukan bagi luka untuk melewati fase proliferasi &
epitelisasi pada luka akut tipe primary healing/repair.
• Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut
bukan lagi dinamakan luka terbuka, oleh karena itu
dapat dilakukan wound dressing & pencucian.
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air / NaCl
fisiologis untuk mencuci krusta & kemungkinan adanya
kuman yang menempel saat dressing dibuka.
Perawatan luka kronis

• Luka kronis : luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu


tanpa melewati fase-fase penyembuhan secara sempurna.
Mungkin saja suatu luka kronis melewati seluruh fase
penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi &
struktur anatomis yang benar. Luka dapat menjadi kronis
jika terdapat hambatan/gangguan pada saat melewati fase-
fase penyembuhan, misalnya adanya penyakit yang
mendasari (biasanya penyakit kronis pula seperti diabetes,
dll.), nutrisi yang kurang, / akibat perawatan luka yang tidak
benar.
• Gangren diabetikum  salah 1 luka kronis yang paling
sering dijumpai dan sering berakhir dengan tindakan
amputasi. Perawatan luka secara baik & benar yang
dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur
sesungguhnya dapat mencegah tindakan amputasi yang
berlebihan.
• Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda
dengan luka akut. Debridemen dan nekrotomi harus
dilakukan secara rutin untuk menghilangkan faktor
penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat
dilakukan secara bertahap untuk mengurangi kemungkinan
further injury pada jaringan sehat disekitar luka. Prinsip
moist wound bed pun harus dilakukan dengan pemilihan
wound dressing yang tepat. Nutrisi & pengobatan penyakit
yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya pasien
memperoleh asupan gizi yang baik untuk mempercepat
penyembuhan luka.
• Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul
akibat adanya sel-sel neoplasma maligna di sekitar luka
tersebut, juga dapat dikategorikan sebagai luka kronis.
Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti
prinsip-prinsip di atas dapat menghasilkan penyembuhan
luka yang baik.
Moist Wound Healing
• Moist Wound Healing adalah
mempertahankan isolasi lingkungan luka
yang tetap lembab dengan menggunakan
balutan penahan-kelembaban, oklusive dan
semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini
digemari terutama untuk luka kronik,
seperti ”venous leg ulcers, pressure ulcers,
dan diabetic foot ulcers”.
• Dan metode moist wound healing adalah
metode untuk mempertahankan
kelembaban luka dengan menggunakan
balutan penahan kelembaban, sehingga
penyembuhan luka dan pertumbuhan
jaringan dapat terjadi secara alami.
Keuntungan dari permukaan luka yang lembab:
• Mengurangi pembentukan jaringan parut
• Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan
• Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat
jaringan devitalisasi/yang mati
• Menambah pertahanan immun permukaan luka
• Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi
fibroblast
• Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel
disekitar lapisan air yang tipis
• Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih
mahal dari balutan kasa konvensional, tetapi dengan
mengurangi frekuensi penggantian balutan dan
meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat menghemat
biaya yang dibutuhkan.
Balutan Luka
• Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate,
hydrocolloid, hydrogel, dan film transparant.”
hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air
yang membantu pencegah kontaminasi bakteri.
Hydroclloid menyerap eksudat dan melindungi lingkungan
dasar luka secara alami.
• Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan
kelembaban pada area luka. Hydrogel rehidrasi dasar luka
dan melunakkan jaringan nekrotik.
• Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap
air yang semi oklusive, berarti air dan gas dapat melalui
permukaan balutan film transparan ini dan termasuk juga
dapat mempertahankan lingkungan luka yang tetap
lembab.
Berbagai tipe ”moist wound dressing”
(balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban)
Foam/Busa
• Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan,
sehingga digunakan pada tahap awal masa pertumbuhan
luka, bila luka tersebut banyak mengeluarkan drainase.
Balutan busa nyaman dan lembut bagi kulit dan dapat
digunakan untuk pemakaian beberapa hari. Bentuk,
ukuran, dan ketebalan dari busa tersebut sangat
bervariassi, dengan atau tanpa perekat pada
permukaannya.
Contoh foam/busa:
Foam silikon lunak/balutan yang menyerap
• Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang
direkatkan, pada permukaan yang kontak dengan
luka. Silikon membantu mencegah balutan foam
melekap pada permukaan luka atau sekitar kulit
pada pinggir luka. Hasilnya menghindarkan luka
dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan,
dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka
silikon lunak ini dirancang untuk luka dengan
drainase dan luas.
Contoh balutan foam
silikon lunak:
Balutan wafer berperekat/ balutan hydrocolloid
• Balutan hidrokoloid ”water-loving” dirancanga elastis,
merekat, dan dari agen-agen gell (seperti pectin atau
gelatin) dan bahan-bahan absorben/penyerap lainnya. Bila
dikenakan pada luka, drainase dari luka berinteraksi
dengan komponen-komponen dari balutan untuk
membentuk seperti gel yang menciptakan lingkungan yang
lembab untuk penyembuhan luka. Balutan hidrokoloid ada
dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan, dan
digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau
sedang. Balutan jenis ini biasanya diganti satu kali selama
5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka,
derajad paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan,
dan inkontinensia. Balutan hidrokoloid tidak biasa
digunakan pada luka yang terinfeksi.
Hydrogels
• Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti
serat kasa, atau gel. Gel akan memberi rasa sejuk
dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan
rasa nyaman pasien. Gel sangat baik menciptakan
dan mempertahankan lingkungan penyembuhan
luka yang moist/lembab dan digunakan pada jenis
luka dengan drainase yang sedikit. Gel diletakkan
langsung diatas permukaan luka, dan biasanya
dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa)
untuk mempertahankan kelembaban sesuai level
yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan
luka.
Hydrofibers
• Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan
bukan tenunan atau balutan pita yang terbuat dari serat
sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap
sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid.
Komponen-komponen balutan akan berinteraksi dengan
drainase dari luka untuk membentuk gel yang lunak yang
sangat mudah dieliminir dari permukaan luka. Hidrofiber
digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau
banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan
sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang
kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan
(dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan
hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada
jumlah drainase pada luka.
Alginates
• Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk
dari bahan dasar ganggang laut. Alginate tersedai
dalam bentuk ”pad” atau sumbu. Alginate dan
hidrofiber merupakan tipe produk yang sama.
Pada kasus ini, alginate akan menjadi lunak, tidak
lengket dengan luka. Alginate juga digunakan
pada luka dengan drainase sedang hingga berat
dan tidak dapat digunakan pada luka yang kering.
Balutan dapat dipotong sesuai kebutuhan, bentuk
luka yang akan dibalut, atau dapat dilapisi untuk
menambah penyerapan.
Gauze
• Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat
non tenunan, rayon, poliester, atau
kombinasi dari serat lainnya. Berbagai
produk tenunan ada yang kasar dan
berlubang, tergantung pada benangnya.
• Transparan Film
Pembersih Luka
• Membersihkan permukaan
luka dengan mengangkat
bakteri dan drainase.
Produk yang digunakan
dapat mengandung
deterjen. Dapat juga
digunakan normal saline
untuk membersihkan luka
tanpa membahayakan
jaringan yang baru
tumbuh.
Kriteria dressing:
• Maintain moist wound bed
• Controlled bacterial colonization
• Negative pressure – absorbent
• Easy and simple to use
• Act as bacterial barrier
• Effective dressing change requirement
• Promotes healthy granulation tissue formation
• Promotes epithelialization
• Inert and safe
• Reduce & eliminate pain at wound site
• Not causing pain on dressing removal
• Cost effective
Seaman S, J. Am Podiatric Med Ass, 92(1),24-33,2002
Jazakumulloh khoiron katsiro

You might also like